Senin, 19 Maret 2012

KEPERAWATAN GERONTIK DI DOSEN NGEBLOG LUBUKLINGGAU STIKES FITHRAH ALDAR


KEPERAWATAN GERONTIK


Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu :
1.   mengetahui dan mampu menyebutkan  pengertian gerontologi dan geriatri.
2.  mengetahui dan mampu menyebutkan  tujuan perawatan gerontologi dan geriatri
3.   mengetahui dan mampu menyebutkan  pengertian gerontologi dan geriatri


Pendahuluan

            Perkembangan ilmu Gerontik ini tidak dapat dipisahkan dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi karena sampai setengah abad yang lalu, ilmu memang belum dikenal. Padahal ilmu kesehatan anak (pediatri) berkembang pesatnya. Berbagai istilah berkembang terkait dengan lanjut usia (Lansia), Yaitu Gerontologi, Geriatri serta keperawatan gerontik, dan keperawatan geriatrik (Gerontological Nursing and Geriatric Nursing).
            Berbagai istilah berkembang terkait dengan lanjut usia sehingga perlu dibedakan pengertian antara Gerontologi dan Geriatri, walaupun berobjek sama, yaitu Lansia.
Gerontologi berasal dari kata “ GEROS” latin yang artinnya Lanjut Usia dan “Logos” yang berarti Ilmu.
  1. Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai masalah/faktor yang menyangkut lansia.
  2. Gerontology  is Comprehensive study of Ageing and the Problem of the Aged. (Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari proses menua dan masalahnya.
  3. Gerontologi adalah pengetahuan yang mencakup  segala bidang persoalan mengenai orang berusia lanjut, yang di dasarkan pada hasil penyelidikan ilmu ; antropologi, antropometri, sosiologi, pekerjaan sosial, kedokteran geriatrik, psikiatrik geriatrik, psikologi, dan ekonomi (menurut Pergeri)
  4. Gerontologi menurut Kozier, 1987 adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek menua.
  5. Gerontologi adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menua dan masalah yang mungkin terjadi pada lanjut usia (Miller, 1990)
  6. Gerontic Nursing / Gerontological Nursing, adalah spesialis keperawatan lanjut usia yang dapat menjalankan perannya pada setiap tatanan pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan merawat untuk meningkatkan fungsi optimal lanjut usia secara komprehensif.  Oleh karena itu perawatan lansia yang menderita penyakit (Geriatric Nursing),  dan dirawat di rumah sakit merupakan Gerontic Nursing.





Tujuan Gerontologi

  1. membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirirnya berkaitan dengan proses penuaan
  2. Membantu mempertahankan identitas kepribadian lanjut usia.
  3. mempertahankan, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, baik jasmani, rohani, maupun sosial secara optimal.
  4. memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan lanjut usia.
  5. memenuhui kebutuhan lanjut usia sehari-hari.
  6. mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari
  7. mempercepat pemulihan / penyembuhan penyakit
  8. meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan keberadaannya dalam masyarakat.

Geriatri, Berasal dari bahasa Latin “ Geros” yang artinya lanjut usia dan “ Eatriea”  yang artinya kesehatan / medikal. Banyak para ahli mengemukakan definisi tentang geriatri, antara lain :
  1. Geriatry is branch of Medicine that deals with problems and disease of old age and ageing people. Geriatri adalah cabang ilmu  kedokteran yang mempelajari tentang penyakit pada lanjut usia.
  2. Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari aspek klinis, preventif, dan terapeutis bagi klien lanjut usia
  3. Geriatri adalah ilmu yang mempelajari proses menjadi tua pada manusia dan  akibatnya pada tubuh manusia. Dengan demikian jelas bahwa objek geriatri adalah manusia lanjut usia.
  4. Geriatri adalah bagian ilmu kedokteran yang mempelajari tentang pencegahan penyakit dan kekurangannya pada lanjut usia.
  5. Geratri adalah cabang ilmu kedokteran (medicine) yang berfokus pada masalah kedokteran, yaitu penyakit yang timbul pada lanjut  usia (Black & Jacob, 1997)
  6. Geriatric  Nursing ; praktik keperawatan yang berkaitan dengan penyakit pada proses menua (Kozier, 1987)

Tujuan Keperawatan Geriatri

  1. mempertahankan derajat kesehatan para lanjut usia pada taraf yang setinggi-tingginya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan
  2. memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik dan mental
  3. merangsang para petugas kesehatan (dokter, perawat) untuk dapat mengenal dan menegakkan  diagnosis yang tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan tertentu.
  4. mencari upaya semaksimal  mungkin agar para lanjut usia yang menderita suatu penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan  yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal)
  5. bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah sampai pada stadium terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi bantuan yang simpatik dan perawatan dengan penuh pengertian (dalam akhir hidupnya, memberi bantuan moral dan perhatian yang maksimal sehingga kematiannya berlangsung dengan tenang).




Secara umum proses menua didefinisikan sebagai perubahan  yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsic, progresif dan detrimental.   Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan untuk dapat bertahan hidup .
 
 
Detrimantal dapat diartikan sebagai : B chromosomes in plants

Variation in number of the normal chromosomes is highly detrimental, but B chromosomes seldom have any detrimental effects unless many copies are present.

































PROSES MENUA


Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu :
1.   mengetahui dan mampu menyebutkan  pengertian proses menua.
2.  mengetahui dan mampu menyebutkan  teori-teori proses menua.
3.   mengetahui dan mampu menyebutkan  tentang mitos lanjut usia dan kenyataannya.
4.   mengetahui dan mampu menyebutkan  tentang tipe-tipe lanjut usia di Indonesia.
5.   mengetahui dan mampu menyebutkan  tentang perkembangan manusia dari lahir sampai akhir hayat
6.   mengetahui dan mampu menyebutkan  tentang perubahan akibat proses menua.
7.   mengetahui dan mampu menyebutkan  tentang dampak akibat proses menua


Pengertian Menua

            Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.  Proses  menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan.

            Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah  melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua.  Tiga tahap berbeda, baik secara biologis maupun secara psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya : kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh yang tidak proporsional.

            WHO dan undang-undang No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab I pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua.  Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian.

   Dalam buku ajar Geriatri, Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo dan Dr.H.hadi Martono (1994) mengatakan  bahwa “ menua “ (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia secara bertahap/perlahan mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ.  Kondisi ini dapat memengaruhi kemandirian dan kesehatan lanjut usia, termasuk kehidupan seksualnya.

Proses menua merupakan  proses yang terus menerus /berkelanjutan secara alamiah dan umumnya di alami oleh semua makhluk hidup. Misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot susunan saraf,  dan jaringan lain, hingga tubuh “ mati “ sedikit demi sedikit.

Kecepatan proses menua pada setiap individu pada organ tubuh tidak sama. Adakalanya seseorang belum tergolong lanjut usia / masih muda, tetapi telah menunjukan kekurangan yang Mencolok (Deskripansi).  Adakalanya pula orang telah tergolong lanjut usia, tetapi penampilannyua masih sehat, segar bugar, dan badan tegap.  Walaupun demikian harus diakui ada beberapa penyakit yang sering dialami lanjut usia.  

Manusia secara lambat dan progresif  akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi,  dan akan menempuh semakin banyak distorsi meteoritic dan structural  yang disebut sebagai penyakit degeneratif. Misalnya hipertensi, arteriosclerosis,  diabetes mellitus, dan kanker, yang akan   menyebabkan berakhir hidup dengan episode terminal yang dramatis, misalnya stroke,  infark miokard,  koma asidotik, kanker metastasis, dan sebagainya



TEORI PROSES MENUA


Proses menua bersifat individual :

  1. tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda
  2. setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda
  3. tidak ada satu faktorpun yang ditemukan dapat mencegah proses menua.

A. Teori Genetik

Teori Genetik Clock. Teori ini merupakan teori intrinsic yang menjelaskan bahwa di dalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua telah terprogram secara genetic untuk spesies tertentu. Setiap spesies didalam inti selnya (nucleus) memiliki suatu jam genetic / jam biologis sendiri dan setiap spesies mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis ini berhenti berputar ia akan mati.

Pembagian /penjelasan Teori Genetik :
  1. Teori Hayflick. Menurut studi Hayflick dan Moorehead (1961), penuaan disebabkan oleh berbagai factor, antara lain perubahan fungsi sel, efek kumulatif dari tidak normalnya sel dan kemunduran sel dalam organ dan jaringan.

  1. Teori  kesalahan. Dalam teori ini dinayatakan bahwa kesalahan dalam proses mekanisme pembuatan protein akan mengakibatkan beberapa efek. Penurunan ketepatan sintesis protein secara spesifik telah dihipotesiskan  penyebabnya, yaitu ketidaktepatan  dalam pasangan kodon  mRNA  antikodon tRNA.
Namun penelitian terakhir ternyata bertentangan dengan teori kesalahan, yang menerangkan bahwa tidak semua penuaan sel menghimpun molekul non-spesifik dan penuaan itu tidak selamanya dipercepat ketika molekul non spesifik ditemukan.

  1. Teori DNA (lewat kelebihan DNA). Medvedev (1972) mengemukakan teori yang berhubungan dengan teori kesalahan.  Ia perubahan biologis  merupakan hasil akumulasi kesalahan dalam memfungsikan gen (plasma pembawa sifat).   Perbedaan usia makhluk hidup mungkin  merupakan suatu fungsi dari tingkat urutan genetic berulang (repeated genetic sequences), kesempatan untuik menjaga hasil akhir produksi gen selama evolusi atau selama  hidup akan berkurang.

  1. Teori Rekaman. Rekaman (transcription)  adalah tahap awal dalam pemindahan informasi dari DNA ke sintesis protein. Teori yang mengacu pada teori Hayflick itu mengatakan empat kondisi berikut :

1.      Dengan Peningkatan usia terjadi perubahan yang sifatnya merusak mnetabolisme pasmititic cells yang berbeda.
2.      Perubahan merupakan hasil dari kejadian primer yang terjadi pada inti kromatin.
3.      Perubahan itu terjadi dalam inti kromatin kompleks, merupakan  suatu mekanisme control yang bertanggungjawab terhadap penampilan dan urutan penuaan primer.
4.      Mekanisme control itu meliputi  regulasi transkripsi meskipun regulasi lain dapat terjadi.
  1. Teori Mutasi Somatik
Teori ini  hampir  sama dengan teori rekaman (transkripsi) dan teori kesalahan.  Menurut teori ini penuaan terjadi karena adanya mutasi somatic akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses traskripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein / enzyme. Kesalahan ini terjadi terus menerus sehingga akan terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel menjadi kanker atau penyakit.  Setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel (Suhana, 1994 ; Constantinides, 1994).


            Manusia mempunyai umur harapan hidup nomor dua setelah bulus.  Secara teoritis, memperpanjang umur mungkin terjadi, meskipun hanya beberapa waktu dengan pengaruh dari luar, misalnya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dengan pemberian obata-obatan tertentu.



Tabel : Catatan rentang hidup (life Span) mahluk yanh hidup di alam bebas
(Sumber : Boedi darmojo, Buku Ajar Geriatri, 1999)

NO
JENIS
UMUR (TAHUN)
NO
JENIS
UMUR (TAHUN)
1
Bulus
170
12
Kucing
30
2
Manusia
116
13
Anjing
27
3
Kerang
80
14
Sapi
20
4
Kakak Tua
70
15
Kelinci
18
5
Gajah
70
16
Ayam
14
6
Burung Hantu
68
17
Tikus
5
7
Kuda
62
18
Mencit
5
8
Simpanse
50
19
Kecoa
1
9
Gorila
48
20
Nyamuk
5 bulan
10
Beruang
47
21
Lalat
70 hari
11
Bangau
35




B. Teori Nongenetik

  1. Teori penurunan system imun tubuh
Disebut juga auto-immune theory. Mutasi yang berulang dapat menyebakan berkurangnya kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya dirinya sendiri (self Recognition). Jika mutasi yang merusak membrane sel, akan menyebabkan system imun tidak mengenalinya sehingga merusak nya. Hal inilah yang mendasari peningkatan penyakit auto – imun  pada lanjut usia (Goldstein, 1989)
Dalam metabolisme di produksi suatu zat khusus. Ada jaringan  tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh, tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadi kelainan auto imun.

  1. Teori Kerusakan akibat radikal bebas (Free radical theory).
Teori radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh karena adanya proses metabolisme atau proses pernafasan di dalam mitokondria. Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena mempunyai electron. Yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif mengikat atom atau molekul lain yang menimbulkan berbbagai kerusakan atau perubahan dalam tubuh.  Tidak stabilnya radikal bebas ( kelompok atom ) mengakibatkan oskidasi oksigen bahan organic, misalnya karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini menyebabkan sel tidak dapat beregenerasi. (Halliwel, 1994). Radikal bebas dianggap sebagai penyebab penting terjadinya kerusakan fungsi sel.



Radikal bebas yang terdapat  di lingkungan seperti :
    1. Asap kendaraan bermotor
    2. asap rokok
    3. zat pengawet  makanan
    4. radiasi
    5. sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada proses menua.

  1. Teori Menua Akibat Metabolisme.

Teori ini telah dibuktikan dalam berbagai percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan kalori ternyata bisa menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan  perubahan asupan kalori yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur (Bahri dan Alem, 1989 ; Boedhi Darmojo, 1999).

  1. Teori Rantai Silang (Cross Link Theori).
Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan perubahan pada membrane plasma, yang mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada proses menua.

  1. Teori Fisiologis.
Teori  ini merupakan teori instrinsik dan ekstrinsik. Terdiri dari teori oksidasi stress, dan teori di pakai – aus (wear and tear theory). Disini terjadi kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal)


C. Teori Sosiologis

            Teori sosiologis tentang proses menua yang dianut selama ini antara lain :

  1. Teori interaksi sosial

Teori ini menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan status sosialnya berdasarkan kemampuannya bersosialisasi




Pokok-pokok social exchange theory  antara lain :
1. masyarakat terdiri atas actor sosial yang berupaya  mencapai tujuannya masing-masing
2. Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan waktu
3. Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang actor mengeluarkan biaya.

  1. Teori aktivitas atau kegiatan
1.            ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan  bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial.
2.            lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan aktivitas dan mempertahankan ativitas  tersebut selama mungkin
3.            ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup  lanjut usia
4.            mempertahankan hubungan antara system sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan sampai lanjut usia.

  1. Teori kepribadian berlanjut (Continuity theory).

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan teori interaksi sosial dan teori kegiatan.  Teori ini menyatakan bahwa perubahan  yang terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personal yang dimilikinya.  Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan  adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan manusia.   Dengan demikian, pengalaman  hidup seseorang  pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lanjut usia. Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup, prilaku, dan  harapan seseorang ternyata tidak berubah walaupun ia telah lanjut usia.

  1. Teori pembebasan diri / penarikan diri (disangagement theory).

Teori ini  membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lain.








 













Teori yang pertama ini (disangagement theory) diajukan oleh Cumming dan Henry (1961). Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, apalagi ditambah dengan dengan adanya kemiskinan, lanjut usia secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menaik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering lanjut usia mengalami kehilangan ganda (triple loss).
           
            Menurut teori ini seorang lanjut usia dinyatakan mengalami proses menua yang  berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat  memusatkan diri pada persoalan pribadi dan mempersiapkan diri menghadapi kematiannya.

Dari penyebab terjadinya proses menua tersebut, ada beberapa peluang yang kemungkinan dapat diintervensi agar proses menua dapat diperlambat. Kemungkinan yang terbesar adalah mencegah :
1.      meningkatnya radikal bebas
2.      memanipulasi system imun tubuh
3.      melalui metabolisme/makanan,
memang berbagai “ misteri kehidupan masih banyak yang belum bisa terungkap, proses menua merupakan salah satu misteri yang paling sulit dipecahkan.

Selain itu factor resiko yang datang dari luar (eksogen), tidak boleh dilupakan yaitu factor lingkungan dan budaya, gaya hidup yang salah.  Banyak factor yang memengaruhi proses menua (menjadi tua)  antara lain ; herediter / genetic,  nutrisi / makanan,  status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan, dan stress.  

Jadi orang meninggal bukan  karena tua, orang  mudapun bisa meninggal dan  bayipun bisa meninggal. Banyak mitos mengenai lanjut usia yang sering merugikan atau bernada negative,  tetapi sangat berbeda dengan kenyataan yang dialaminya.
 
 







LANJUT USIA DI INDONESIA

Mitos Lanjut Usia dan Kenyataanya

  1. Mitos konservatif :

Ada pandangan bahwa lanjut usia pada umumnya :
    1. konservatif
    2. tidak kreatif
    3. menolak inovasi
    4. berorientasi ke masa silam
    5. merindukan masa lalu
    6. kembali ke masa anak-anak
    7. susah menerima ide baru
    8. susah berubah
    9. keras kepala
    10. cerewet

Faktanya tidak semua lansia bersikap, berpikiran, dan berperilaku demikian.

  1. Mitos berpenyakit dan kemunduran

Lanjut usia sering kali dipandang sebagai masa degerasi biologis disertai dengan berbagai penderitaan akibat bermacam-macam penyakit yang menyertai proses menua (lanjut usia merupakan masa  penyakitan dan kemunduran).

Fakta : memang proses menua disertai dengan menurunnya daya tahan tubuh dan metabolisme sehingga rawan terhadap penyakit. Akan tetapi saat ini telah banyak penyakit yang dapat dikontrol dan diobati.

  1. Mitos Senilitas

Lanjut usia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh adanya kerusakan sel otak.

Fakta : 1. banyak lansia yang masih tetap sehat dan segar bugar
            2. daya pikir masih jernih dan cenderung cemerlang
3. banyak cara untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan daya ingat.

  1. Mitos ketidakproduktifan

Lanjut usia dipandang sebagai masa usia yang tidak produktif, bahkan menjadi beban keluarganya.

Fakta : tidak demikian. Banyak individu yang mencapai ketenaran, kematangan, kemantapan, serta produiktivitas mental dan material di masa lanjut usia.

  1. Mitos aseksualitas

Ada pandangan bahwa lanjut usia minat, dorongan, gairah, kebutuhan dan daya seks dalam hubungan seks menurun.

Fakta : 1. kebutuhan seks pada lanjut usia berlangsung normal
            2. frekwensi hubungan seksual menurun sejalan meningkatnya usia, tetapi masih tetap tinggi.

  1. Mitos tidak jatuh cinta

Lanjut usia tidak lagi jatuh cinta, tidak tertarik atau bergairah kepada lawan jenis.

Fakta : 1. perasaan dan emosi setiap orang berubah sepanjang masa
            2. perasaan cinta tidak berhenti  hanya karena menjadi lanjut usia.

  1. Mitos Kedamaian dan ketenangan

Menurut mitos ini banyak orang berpendapat bahwa lanjut usia dapat santai, menikmati hasil kerja dan jerih payahnya dimasa muda dan dewasanya. Badai dan berbagai goncangan kehidupan seakan-akan telah berhasil dilalui.
Fakta : sering ditemukan stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena penyakit, kecemasan, kehawtiran, depresi, paranoid dan psikotik.

TIPE LANJUT USIA DI INDONESIA

Mangkunegoro IV dalam surat WERDATAMA,  Yang dikutip oleh H. I. Widyapranata menyebutkan bahwa  orang tua (Lansia) dalam literature Lama (Jawa) dibagi 2 golongan yaitu :
  1. Wong Sepuh ; orang tua yang sepi hawa nafsu, menguasai ilmu “ dwi tunggal “ mampu membedakan antar baik dan buruk, sejati dan palsu, Gusti (Tuhan) dan kawulanya atau hambanya.
  2. Wong Sepah: Lanjut usia yang kosong, tidak tahu rasa, bicara muluk-muluk tanpa isi, tingkah lakunya dibuat-buat dan berlebihan serta memalukan. Hidupnya menjadi hambar (kehilangan dinamika dan romantika hidup).

Pujangga Ronggo Warsito (dalam surat Kalatida) menyebutkan  bahwa lanjut usia terbagi dalam 2 kelompok, yaitu :
  1. Lanjut usia yang berbudi sentosa, orang tua ini meskipun diridhoi Tuhan Yang Maha Esa dengan rezeki, tetapi tetap berusaha terus disertai selalu ingat dan waspada.
  2. Lanjut usia yang lemah ; orang tua yang putus asa sebaiknya hanya menjauhkan diri dari keduniawian, supaya mendapat kasih saying Tuhan.

Dizaman sekarang (zaman pembangunan ), banyak ditemukan bermacam-macam tipe lanjut usia, yang menonjol antara lain ;

  1. tipe arif bijaksana :lajut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memnuhi undangan, dan menjadi panutan
  2. tipe mandiri ; lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi undangan
  3. tipe tidak puas ;  lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani, kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut,  sulit dilayani dan pengkritik.
  4. tipe pasrah ; lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis (“habis gelap terbitlah terang “)., mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan
  5. Tipe bingung ; lanjut usia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.

Lanjut usia dapat pula dikelompokkan dalam beberapa tipe yang bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya. Tipe ini antara lain
  1. tipe optimis ; lanjut usia santai dan periang, penyesuaian cukup baik, mereka memandang masa lansia dalam bentuk bebas dari tanggungjawab dan sebagai kesempatan untuk menuruti kebutuhan pasifnya. Tipe ini sering disebut lasia tipe periang (the rocking chairman).
  2. Tipe konstruktif ; lansia ini mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidup, mempunayi tolerasi yang tinggi, humoristic, fleksibel dan tahu diri. Biasanya, sifat ini terlihat sejak muda. Mereka dengan tenang mengahadapi proses menua dan menghadapi akhir
  3. tipe ketergantungan ; lansia  ini masih dapat diterima ditengah masyarakat tetapi selalu pasif, tidak berambisi, masih tahu diri, tidak mempunyai  inisiatif dan bila bertindak  yang tidak praktis, ia senang pension, tidak suka bekerja, dan senang berlibur, banyak makan dan banyak minum
  4. tipe defensive ; lanjut usia biasanya sebelumnya mempunyai riwayat pekerjaan / jabatan yang tidak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, emosi sering tidak terkontrol, memegang teguh kebiasaan, bersifat kompulsif aktif, anehnya mereka taku menghadapi “ menjadi tua ” dan menyenangi masa pension.
  5. tipe militan dan serius ; lanjut usia yang tidak mudah menyerah, serius, senang berjuang, bisa menjadi panutan
  6. tipe pemarah frustasi ; lanjut usia yang pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, selalu menyalahkan orang lain, menunjukkan penyesuaian yang buruk.  Lanjut usia sering mengekspresikan kepahitan hidupnya.
  7. tipe bermusuhan ; lansia yang selalu menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalan,  selalu mengeluh, bersifat agresif, dan curiga.  Biasanya, pekerjaan saat ia muda tidak stabil. Menganggap menjadi tua itu bukan hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang yang muda, senang mengadu untung pekerjaan, aktif menghindari masa yang buruk.
  8. tipe putus asa, membenci, dan menyalahkan diri sendiri ; Lansia  ini bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai ambisi, mengalami penurunan sosial ekonomi, tidak dapat menyesuaikan diri. Lansia tidak hanya mengalami kemarahan, tetapi juga  depresi, memandang  lansia sebagai tidak berguna karena masa yang tidak menarik. Biasanya perkawinan yang tidak bahagia, merasa menjadi korban keadaan , membenci diri sendiri, ingin cepat mati. 

Perawat perlu mengenal tipe Lansia sehingga dapat menghindari kesalahan atau kekeliruan dalam melaksanakan pendekatan perawatan.
Menurut kemampuan dalam diri sendiri,  Lansia dapat digolongkan dalam kelompok sebagai berikut :
  1. Lanjut usia mandiri sepenuhnya
  2. Lanjut usia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya
  3. Lanjut usia mandiri dengan bantuan tidak langsung
  4. Lanjut usia dibantu oleh badan sosial
  5. Lanjut usia panti sosial tresna werdha
  6. Lanjut usia yang dirawat di rumah sakit
  7. Lanjut usia yang menderita gangguan mental

Di Negara maju, kemampuan  Lanjut usia untuk melakukan aktivitas normal sehari-hari dijelajahi.  Mungkin mereka tidak memerlukan bantuan, dapat bangun, mandi, ke WC,  kerja ringan, olah raga, pergi ke pasar, berpakaian rapi, membersihkan kamar dan tempat tidur, lemari, mengunci pintu dan jendela dan lain-lain yang dapat dilakukan secara normal.  Salah satu factor yang sangat menentukan adalah keadaan  mental. Lanjut usia mungkin mengalami demensia atau mengalami kemunduran fungsi berpikir.

PERKEMBANGAN  MANUSIA  DARI  LAHIR SAMPAI  AKHIR  HAYAT

            Selama hidupnya, manusia mengalami berbagai proses perkembangan, mulai dari lahir (bayi), balita, prasekolah, masa sekolah, pubertas, dewasa muda, dewasa dan Lanjut usia. Puncak perkembangan ini dapat digambarkan sebagai berikut :

  1. Sistem biologis ; mencapai puncak pada usia 20 – 30 tahun, kemudian secara perlahan-lahan/lambat melemah.
  2. Sistem sensori ; mencapai puncak pada usia 40 tahun lebih, selanjutnya mulai menurun
  3. Kebijaksanaan ; mencapai puncak pada usia  65 – 70 tahun kemudian mulai menurun
  4. Kepribadian ; aspek sosial dan spiritual senantiasa meningkat dengan berlanjutnya usia serta mencapai puincak pada usia 75 – 80 tahun.

Untuk mempertahnkan kualitas hidup yang baik seseorang harus selalu berusaha memelihara kesehatan dengan baik dan teratur agar tidak mudah dihinggapi penyakit dan agar kemunduran faali berbagai organ tubuh dapat diketahui sedini mungkin.

Kapan seseorang disebut Lanjut usia ?

Mengenai kapan disebut Lanjut usia sulit dijawab secara memuaskan karena dari berbagai literature, terkesan bahwa tidak ada batasan yang pasti tentang Lanjut usia.  Umur yang dijadikan patokan sebagai Lanjut usia berbeda-beda, umumnya berkisar 60-65 tahun.
Batasan umur (Lanjut usia)  menurut para ahli :
1.   Menurut WHO  ada 4 tahap yaitu :

      Batasan umur (Lanjut usia) Menurut WHO  ada 4 tahap yaitu :
Menurut WHO  ada 4 tahap yaitu :
1.      Usia pertengahan (middle age) (45-59 tahu)
2.      Lanjut usia (elderly) 60 – 74 tahun)
3.      Lanjut usia tua (old) 75-90 tahun)
4.      Usia Sangat tua (very old) (di atas 90 tahun)

2. Menurut Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad (alm). Guru Besar Universitas Gajah Mada Fakultas Kedokteran,  Periodisasi biologis perkembangan  manusia dibagi Sebagai berikut  :
1.      usia 0-1 tahun (masa bayi)
2.      usia 1-6 tahun (masa pra sekolah)
3.      usia 6-10 tahun (masa sekolah)
4.      usia 10-20 tahun masa pubertas)
5.      usia 40-65 tahun (masa setengah umur , prasenium)
6.      usia 60 tahun ke atas masa Lanjut usia, senium)

3. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (Psikolog dari Universitas Indonesia). Lanjut usia merupakan kelanjutan usia dewasa.  Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu :
1.      Fase iuventus, antara usia 25-40 tahun
2.      Fase verilitas, usia 40-50 tahun
3.      Fase prasenium, antara 55 – 65 tahun
4.      Fase senium, antara usia 65 tahun hingga tutup usia


4. Menurut Prof. DR. Koesoemanto Setyonegoro, SpKJ. Lanjut usia dikelompokkan sebagi berikut :
1.      Usia dewasa muda (elderly adulthood) (usia 18/20-25 tahun)
2.      Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia 25-60/65 tahun)
3.      Lanjut usia  (geriatric age) (usia lebih dari 65/70 tahun, terbagi :
4.      usia 70-75 tahun (young old)
5.      usia 75-80 tahun (old)
6.      usia lebih dari 80 tahun (very old)

5. Menurut Bee (1996), tahapan masa dewasa adalah sebagai berikut :
1.      usia 18-25 tahun (masa dewasa muda)
2.      usia 25-40 tahun (masa dewasa awal)
3.      usia 40 – 65 tahun (masa dewasa tengah)
4.      usia 65-75 tahun (masa dewasa lanjut)
5.      usia > 75 tahun (masa dewasa sangat lanjut)

6. Menurut Hurlock (1979), perbedaan Lanjut usia terbagi dalam 2 tahap, yaitu :
1.
Early  old age ( usia 60 - 70  tahun)
2. Advanced old age (usia 70 tahun ke atas )
                 
7. Menurut Burnside (1979)  ada 4 tahap  Lanjut usia yaitu :
1.      Young old  (usia 60-69 tahun)
2.      Middle Age Old ( usia 70-79 tahun)
3.      Old-old (usia 80-89 tahun)
4.      Very old-old (usia 90 tahun ke atas)

8.  Sumber lain mengemukakan pengelompokan umur sebagai berikut :
  1. usia 60-65 tahun (elderly)    
  2. usia > 65 – 75 tahun (Junior Old Age)
  3. usia > 75-90 tahun (Formal old age)
  4. usia > 90 – 120 tahun (Longevity old age)

Kalau pembagian umur dari bebrapa ahli tersebut di telaah, dapat disimpulkan bahwa yang disebut Lanjut Usia  adalah orang yang telah berumur 65 tahun ke atas

Namun di Indonesia batasan Lanjut Usia adalah 60 tahun ke atas. Hal ini dipertegas  dengan Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab 1 pasal 1 ayat 2.

Menurut Undang-undang Nomor  4 tahun 1965, bantuan penghidupan orang jompo Lanjut Usia  yang termuat dalam pasa 1 dinyatakan sebagai berikut : ” seseorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau Lanjut Usia  setelah yang  bersangkitan mencapai 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari – hari, dan menerima nafkah dari orang lain”,   Hal ini sudah tidak relevan lagi.

Saat ini telah diberlakukan Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab I pasal 1 ayat 2, yang di sebut dengan Lanjut Usia adalah orang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas,  baik pria maupun wanita.

Sebenarnya, umur manusia sebagai mahluk hidup terbatas oleh peraturan alam.  Umur manusia maksimal sekitar 6 x umur masa bayi sampai dewasa ( 6 x 20 tahun = 120 tahun).

Mengapa menjadi tua merupakan masalah ?
Jawabnya : “ semua orang ingin panjang umur, tetapi tidak ada yang mau menjadi tua “. Bagaimana jadinya ada 2
keinginan yang saling bertentangan.? Pernyataan tersebut seolah-olah sama sekali memisahkan soal pertambahan usia dan soal menjadi tua dan tidak pernah identik satu sama lain.

Birren and Jenner (1977), mengusulkan untuk membedakan antara usia biologis, usia psikologis dan usia sosial.                    

1.            usia biologis, yaitu jangka waktu  seseorang sejak lahir berada dalam  keadaan hidup tidak mati,
2.      usia psikologis, yaitu kemampuan seseorang untuk penyesuaian pada situasi yang dihadapinya
3.      usia sosial. Yaitu peran yang   diharapkan atau diberikan masyarakat   kepada seseorang sehubungan dengan  usianya.

Umur memiliki pengertian yang berbeda – beda yaitu :
1.   umur kronologis ; yakni usia sejak seseorang dilahirkan
2.  umur biologis, yakni usia yang memberi penilaian fungsi “ berbagai system organ tubuh seseorang, dibading dengan orang lain pada kronologis yang sama “. Misalnya  dalam menentukan seorang wanita sudah cukup dewasa untuk menikah.  Pada zaman dahulu,  patokan yang digunakan  adalah sejak wanita itu mulai mendapatkan menstruasi / haid, padahal ada wanita dudah mendapatkan haid pada umur 11-13 tahun.
3.   umur psikologis, menunjuk pada kemampuan / kapasitas adaptif individu dibandingkan dengan orang lain pada umur kronologis yang sama.  Misalnya , kemampuan belajar, kecerdasan, ingatan, emosi,  motivasi,  dan lain-lain,  dapat diukur untuk memprediksikan sejauh mana seseorang mampu menyesuaikan diri  terhadap situasi yang dihadapi
4umur fungsional, mengukur  tingkat  kemampuan individu untuk berfungsi di dalam masyarakat dibandingkan dengan orang lain pada umur kronologis yang sama.
5.  umur sosial,  menunjukkan sejauhmana  peran sosial dibandingkan dengan orang lain pada umur kronologis yang sama.


Usia Kronologis
Umumnya usia kronologis manusia dapat digolongkan menjadi masa bayi,  kanak-kanak,  masa pubertas,  masa remaja, masa dewasa muda,  masa dewasa, dan masa lanjut  usia.












PERUBAHAN AKIBAT PROSES MENUA

A. PERUBAHAN FISIK DAN FUNGSI  PADA LANSIA

1.  SEL
1. Jumlah sel menurun / lebih sedikit
2. Ukuran sel lebih besar
3. Jumlah cairan tubuh dan cairan intra seluler berkurang
4. Proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun
4. Jumlah sel otak menurun
5. Mekanisme perbaikan sel terganggu
6. Otak menjadi atropi, beratnya berkurang  5 – 10 %
7. Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar.


2.  SISTEM PERSARAFAN
1.      Menurunnya hubungan persarafan
2.      Berat otak menurun 10 – 20 % (sel otak setiap orang  berkurang setiap harinya
3.      Respons dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya  terhadap stres
4.      Saraf panca indra mengecil
5.      Penglihatan berkurang, pendengaran menghilang, saraf penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitif terhadap perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap  dingin
6.   Kurang sensitif terhadap sentuhan
7.   Defisit memori

3. SISTEM  PENDENGARAN
1. Gangguan pendengaran. Hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50 % terjadi pada usia di atas umur 65 tahun
2. Membran timpai menjadi atropi menyebabkan otosklerosis
3. Terjadi pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya keratin
4. Fungsi pendengaran semakin menurun  pada lanjut usia yang mengalami ketegangan / stres
5. Tinitus (bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah, bisa terus menerus atau intermitten)
6. Vertigo ( perasaan tidak stabil yang terasa seperti bergoyang atau berputar)

4. SISTEM PENGLIHATAN
1.      Sfingter pupil timbul sklerosis dan respon terhadap sinar menghilang
2.      Kornea lebih berbentuk sferis (bola)
3.      Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak jelas menyebabkan gangguan penglihatan
4.      Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam gelap
5.      Penurunan / hilangnya daya akomodasi dengan manifestasi presbiopia, seseorang sulit melihat dekat yang dipengaruhi berkurangnya elastisitas lensa
6.      Lapang pandang menurun ; luas pandangan berkurang
7.      Daya membedakan warna menurun, terutama warna biru  atau hijau pada skala.

5.  SISTEM KARDIOVASKULER
1.      Katup jantung menebal dan menjadi kaku
2.      Elastisitas dinding aorta menurun
3.      Kemampuan jntung memompa darah menurun1 %setiap tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan kontraksi dan volume menurun (frekuensi denyut jantung maksimal = 200 – umur
4.      Curah jantung menurun (isi semenit jantung menurun)
5.      Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektiftas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke duduk atau duduk ke berdiri bisa menyebabakan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg mengakibatkan pusing mendadak
6.      Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan
7.      Tekanan darah meningkat akibat resistensi pembuluh darah perifer meningkat. Sistole  normal +170 mmHg,  diastole + 95 mmHg

6. SISTEM PENGATURAN SUHU TUBUH
Pada pengaturan suhu tubuh, hipotalamus dianggap berkerja sebagai suatu thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu. Kemunduran terjadi berbagai faktor yang memengaruhinya. Yang sering ditemui antara lain :
  1. Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis + 35 derajat Celcius ini akibat metabolisme menurun.
  2. Pada kondisi ini lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat pula menggigil, pucat dan gelisah
  3. Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi penurunan aktifitas otot

7.  SISTEM PERNAFASAN
  1. Otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atropi, kehilangan kekuatan, dan menjadi kaku
  2. Aktivitas silia menurun
  3. Paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dengan kedalaman bernafas menurun
  4. Ukuran alveoli melebar (membesar secara progresif) dan jumlah berkurang
  5. Berkurangnya elastisitas bronkus
  6. Oksigen pd arteri nmenurun menjdi 75 mmH
  7. Co2 pada arteri tdk berganti. Pertukaran gas terganggu
  8. Refleks dan kemampuan untuk bauk berkurang
  9. Sensitivitas thdp hipoksia dan hiperkarbia menurun
  10. Sering terjadi emfisema senilis
  11. Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernafasan menurun seiring pertambahan usia.

8. SISTEM  PENCERNAAN
  1. Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease, yang biasa terjadi setelah usia 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi dan gizi yang  buruk
  2. Indra pengecap menurun, adaya iritasi selaput lendir yang kronis, atropi indra pengecap =+80%),hilangnya sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit
  3. Esofagus melebar
  4. Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun), asam lambung menurun, motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun.
  5. Peristatik lemah dan biasanya timbul konstipasi
  6. Fungsi absorbsi melemah (daya aborbsi terganggu, terutama karbohidrat)
  7. Hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun aliran darah berkurang.

9. SISTEM REPRODUKSI
Wanita
  1. Vagina mengalami kontraktur dan mengecil
  2. Ovari mengecut, uterus mengalami atrofi
  3. Atrofi payudara
  4. Atrofi vulva
  5. Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi berkurang, sifatnya menjadi Alkali dan terjadi perubahan warna.

Pria
  1. Testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada penurunan secara berangsur-angsur
  2. Dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 thn, asal kondisi kesehatannya baik, yaitu :
                  a. hubungan seksual masih dapat diupayakan  sampai          masa lanjut usia
                  b. hubungan seksual secara teratur membantu          mempertahankan kemampuan
                      seksual
                  c. tidak perlu cemas karena prosesnya alamiah
                  d. sebanyak + 75 % pria usia diatas 65 thn mengalami         pembesaran prostat

10. SISTEM GENITOURINARIA
1. Ginjal :  ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, melalui urine darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan unit terkecil dari ginjal yang disebut Nefron (tepatnya  diglomerulus).  Mengecilnya nefron akibat atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 % sehingga fungsi tubulus berkurang. Akibatnya kemampuan mengonsentrasi urine menurun, berat jenis menurun, proteinuria (biasanya + 1), BUN (blood Urea Nitrogen) meningkat sampai 21 mg %, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.

            Keseimbangan elektrolit dan asam lebih mudah terganggu
1. Renal plasma flow (RPF), dan Glomerulo Filtration Rate (GFR) atau klirens kreatinin menurun secara linier sejak uisa 30 tahun (Cox Jr.dkk, 1985) jumlah darah yang difiltrasi oleh ginjal berkurang.
2. Vesika Urianaria. Otot menjadi lemah, kapasitas menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni (BAK) meningkat. Pada pria lanjut usia, vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga mengakibatkan retensi urine meningkat.
3.   Pembesaran Prostat.kurang lebih  dialami 75 % oleh pria usia di atas 65 tahun.    
      4.   Atropi Vulva
Vagina. Seseorang semakin menua, kebutuhan seksualnya masih ada. Tidak ada batasan umur tertentu kapan fungsi seksual seseorang berhenti.
   Frekuensi hubungan seksual cenderung menurun secara bertahap setiap tahun. Tetapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus sampai tua. 

11. SISTEM ENDOKRIN
Sistem endokrin. Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh manusia  yang memproduksi hormon. Hormon pertumbuhan berperan sangat penting dalam pertumbuhan, pematangan, pemeliharaan dan metabolisme organ tubuh. Yang termasuk hormon kelamin :
1.      Estrogen, progesteron, dan testosteron yang memelihara alat reproduksi dan gairah
       seks.
2.      Klenjar pankreas (yg memproduksi insulin dan sangat penting dalam      
      memelihara gula darah
3.      Kelenjar adrenal, anak ginjal yang mempro-           duksi adrenalin. Kelenjar yg
      berkaitan dengan hormon pria dan wanita. Yang bekerja dengan meningkatkan
      vasokontriksi  sehingga darah ke organ tertentu baik.  
4.   Produksi hampir semuahormon menurun
5.   Fungsi tyroid dan sekresinya tidak berubah
6.  Hipofisis ; pertumbuhan hormon ada, tetapi lendah rendah dan hanya di dalam pembuluh darah, berkurangnya produksi ACTH, TSH, FSH, LH.
7.  Aktivitas tyroid, BMR (Basal Metabolic Rate), dan daya pertukaran zat menurun.
8.   Produksi aldosteron menurun
9.   Sekresi hormon kelamin, misalnya progesteron, estrogen, dan testosteron.


12.  SISTEM INTEGUMEN
  1. KULIT, mengerut atau keriput, akibat kehilangan jaringan
  2. Permukaan kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisik (karena kehilangan proses keratinasi serta perubahan ukuran bentuk sel epidermis).
  3. Timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang tidak merata pada permukaan kulit sehingga tampak bintik-bintik atau noda coklat
  4. Terjadi perubahan pada daerah sekitar mata, tumbuhnya kerut halus di ujung mata akibat lapisan kulit menipis
  5. Respon terhadap trauma menurun
  6. Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu
  7. Rambut dalam hidung dan telinga menebal
8.   Rambut dalam hidung dan telinga menebal
9.   Berkurangnya elastisitas kulit akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi
10. Pertumbuhan kuku lebih lambat
11. Kuku jari menjaid keras dan rapuh
12. Kuku menjadi pudar, kurang bercahaya
13. Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk
14. Jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang

13. SISTEM MUSKULOSKLETAL
1.   Tulang kehilangan (cairan) dan semakin rapuh
2.   Gangg. Tulang yakni mudah mengalami demineralisasi
3.   Kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutama           vertebra, pergelangan dan paha. Insiden osteoporosis    dan fraktur meningkat  pada area  tulang tersebut
 4.   Kartilago yang meliputi permukaan sendi tulang            penyangga rusak dan aus
 5.   Kifosis
 6.   Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas
7.   Gangg. Gaya berjalan
8.   Kekakuan jaringan penghubung
9.   Diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tinggingya berkurang)
10.  Persendian membesar dan menjadi kaku \
11.  Tendon mengerut dan mengalami sklerosis
12.   Atropi serabut otot, serabut otot  mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot    kram, dan menjadi tremor, (perubahan pada otot cukup rumit dan sulit dipahami)
13. Komposisi otot  berubah sepanjang waktu (miofibril digantikan oleh lemak, kolagen, dan jaringan parut
14. Aliran darah ke otak berkurang sejalan dengan proses menua.
15. Otot polos tidak begitu berpengaruh.
















B.  PERUBAHAN MENTAL

  1. Dibidang mental atau psikis Lansia, perubahan dapat berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit, atau tamak bila memiliki sesuatu.
  2. Yang perlu dimengerti adalah sikap umum yg ditemukan pada hampir setiap Lansia, yaitu keinginan berumur panjang, tenaganya sedapat mungkin dihemat.
  3. Mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat
  4. Ingin mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap berwibawa
  5. Jika meninggalpun mereka ingin secara terhormat, dan masuk surga

Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Mental
  1. Perubahan fisik, khususnya organ perasa
  2. Kesehatan umum
  3. Tingkat pendidikan
  4. Keturunan (hereditas)
  5. Lingkungan

Perubahan keadaan kepribadian yg drastis, keadaan ini jarang terjadi. Lebih sering berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan karena faktor lain, misalnya penyakit.  

3. KENANGAN (MEMORY)

            Kenangan jangka panjang, beberapa jam sampai beberapa hari yg lalu dan mencakup beberapa perubahan.  Kenangan jangka penek atau seketika (0-10 menit), kenangan buruk bis ke arah demensi.

4. INTELEGIA QUOTION (IQ)

            IQ tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal. Penampilan, persepsi, dan keterampilan psikomotor  berkurang. Terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan faktor waktu.

5.  PERUBAHAN PSIKOSOSIAL

Nilai seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dan identitasnya dikaitkan dgn peranan dalam pekerjaan. Bila mengalami pensiun (purnatugas), seseorang akan mengalami kehilangan antara lain :
1.      Kehilangan finansial (pendapatan berkurang)
2.      Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan, posisi, yg cukup tinggi, lengkap dengan semua fasilitas)
3.      Kehilangaan teman / kenalan / relasi
4.      Kehilangan pekerjaan /kegiatan dan :
a.  merasakan atau sadar terhadap kematian , perubahan cara hidup
    (memasuki rumah perawatan, bergerak lebih sempit )
            b. kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya hidup
                meningkat pada penghasilan yg sulit/turun, biaya pengobatan bertambah
c. Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan
d. Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial
e. Adanya gangg.Saraf panca indra, timbul kebutaan & ketulian
f.        Gangguan  gizi akibat kehilangan jabatan
g. Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili
h. Hilangnya kekuatan dan ketegpan fisik (perubahan terhadap gambaran diri)




6.   PERKEMBANGAN SIPRITUAL
  1. Agama / kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidpan (Maslow, 1970)

  1. Lansia usia semakin matur dalam kehidupan keagamaannya. Hal terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari2 (Murray dan Zentner, 1970)

  1. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978), Universalizing, perkembangan yg dicapai pada tingkat ini  adalah berfikir dan bertindak dgn cara memberi contoh cara mencintai dan keadilan 



DAMPAK KEMUNDURAN

                  Kemunduran yg telah disebutkan sebelumnya mempunyai dampak terhadap tingkahlaku dan perasaan orang yang  memasuki lansia. Selain itu proses menua diikuti “peningkatan sensitivitas emosional seseorang”. Semakin “perasa”-nya orang yang memasuki Lansia.

                  Misalnya kemunduran fisik yg berpengaruh terhadap penampilan  seseorang. Pada pria proses tersebut biasanya terjadi secara lambat dan  tidak diikuti gejala psikologis yang luar biasa.  Kecuali sedikit kemurungan, rasa lesu, dan kemampuan seksualitas berkurang, terdapat pula penurunan kadar hormon testosteron.  

Pada wanita terjadi menopause (berhentinya Haid). menopause terjadi dalam suatu proses yang kadang-kadang sampai 2 tahun

Gejala yg timbul pada menopause meliputi :
  1. gangg. Pada Haid ; haid menjadi tidak teratur, kadang2 terjadi perdarahan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit.
  2. Gelombang rasa panas (hot flush) : kadang2 timbul rasa panas pada wajah, leher, dan dada bagian atas, disusul dengan keluarnya keringat yang banyak. Perasaan panas ini berlangsung beberapa detik saja, tetapi bisa berlangsung sampai 30-60 menit.(1 jam)
3. Gejala Psikologis berupa rasa takut, tegang, depresi, mudah sedih, cepat marah, mudah tersinggung, gugup dan mental yang kurang mantap.  Bila masa mudanya mempunyai kecen derungan mudah dipengaruhi keadaan emosionalnya, wanita     tersebut akan lebih mengalami gangg. Psikologis pada masa   menopause.
4.  keletihan, yaitu rasa lelah yg di akibatkan berhentinya fungsi ovarium. Namun, tidak semua rasa lelah dapat diartikan sebagai keadaan menopause. Sebaiknya dicari penyebab lain
5.   Keadaan atropi jaringan
6.   Rasa gatal pada genitalia disebabkan kulit yg menjadi kering dan keriput.
7.   Sakit  dapat dirasakan diseluruh tubuh atau bagian tubuh tertentu
8.  Pusing / sakit kepala. Keluhan dapat disebabkan oleh banyak hal misalnya tekanan darah tinggi, adanya gangg. Penglihatan,atau akibat stres mental
9. Insomnia atau keluhan sulit tidur,  hal ini dapat disebabkan oleh penyebab fisik atau psikis (40 % dialami oleh Lansia.) Insomnia ini dapat terjadi untuk jangka waktu pendek ataupun jangka panjang.
a.       Penyebab faktor fisik, antara lain :
                  *  sering kencing                                                                 *  Kram betis
                  *  sindrome tungkai bergerak (akatisia)                               *  sakit gigi
b.   Penyebab faktor sosial, antara lain :
                  *  pertengkaran keluarga’
                  *  menonton TV sampai larut malam tidak teratur
                     (night life)
c.       Penyebab faktor emosional, antara lain
                  *  kecemasan                     *  marah tidak tersalurkan
                  *  Depresi                          *  Masalah pibadi                     *  Stres
d. Penyebab faktor medis, antara lain :
      a. penyakit jantung, c. Diabetes melitus
      b. penyakit paru                  d. apnea tidur
e. Penyebab faktor iatrogenik, antara lain :
      a. teofilin                              c. antihipertensi                     e. Activating antideperesi
      b. Diuretik                          d. Kortikosteroid         
f. Penyebab Faktor perilaku, antara lain :
      a. terlalu banyak minum kopi (cokelat)
      b. waktu tidur yang berubah-ubah
10. Palpitasi dan perubahan pada gairah seksual.  Hal ini disebabkan karena pengaruh hormonal dan pengaruh  psikis.
      gejala kejiwaan yg timbul bervariasi mulai dari yang ringan sampai yang berat. Keluhan  yang sering timbul  adanya rasa takut, tegang, gelisah, mudah marah, mudah gugup, sukar berkonsentrasi

11. Berubahnua libido / nafsu seks. Ada pandangan bahwa minat, dorongan, gairah dan daya  seks pada kehiduoan Lansia mengalami penurunan. Kehidupan seksual adalah       bagian dari kehidupan manusia.

            Yang berarti kualitas kehidupan seksual itu ikut menentukan kualitas hidup sesorang. Bila kehidupan seksual orang tersebut baik, maka kualitas hidup orang tersebut juga baik dan sebaliknya.

Gangguan fungsi seksual umum pada wanita lanjut usia
1.      gangguan dorongan seksual (Seksual desire / libido)
2.      gangguan bangkitan seksual  (seksual arousal)
3.      gangguan orgasme
4.      gangguan yang menimbulkan rasa sakit sewaktu bersetubuh

Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya gejala / keluhan tersebut antara lain :
  1. penurunan aktivitas ovarium yang diikuti penurunan produksi hormon
  2. sosial-budaya, yaitu faktor lingkungan, keadaan sosial ekonomi yang memengaruhi keadaan gizi, kesehatan, dan taraf pendidikan
  3. faktor psikologis yang bergantung pada perilaku wanita tersebut.

Pada masa klimakterium ini, sebaiknya wanita memeriksakan dirinya secara teratur, walaupun tidak ada keluhan. Hal ini penting untuk mengetahui adanya kelainn yang mungkin terjadinya pada usia empat puluhan, khususnya keganasan.






























MASALAH  DAN  PENYAKIT  PADA  LANSIA



Tujuan Instruksional Khusus :

Setelah mengikuti pembelajaran diharapkan :
1.   mengetahui dan mampu menyebutkan  masalah fisik umum pada lansia.
2.  mengetahui dan mampu menyebutkan  pengertian masalah fisik umum dan penyebabnya.
3mengetahui dan mampu menyebutkan  masalah kekacauan mental akut  pada lansia.
4.  mengetahui dan mampu menyebutkan  penyakit umum pada lansia.


A.  MASALAH FISIK UMUM
  1. mudah jatuh
  2. mudah lelah
  3. gangguan kardio vaskuler
  4. nyeri atau ketidaknyamanan
  5. berat badan (bb) menurun
  6. gangg. eliminasi
  7. gangg. ketajaman penglihatan
  8. gangguan pendengaran
  9. gangg. tidur
  10. mudah gatal

MUDAH JATUH
                 
            Jatuh pada lansia merupakan masalah yg sering terjadi. Penyebabnya multi faktor. Banyak yang berperan di dalamnya baik faktor intrinsik (dari dalam diri lansia) berupa : gangg. Gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope dan pusing.
           
            Faktor ekstrinsik misalnya lantai licin dan tidak rata, tersandung benda, penglihatan yg kurang karena pencahayaan yang kurang terang, dsb.
Sekitar 30-50 % dari populasi Lansia yg berusia (65 th ke atas) mengalami jatuh setiap tahunnya. Separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang. Perempuan lansia lebih sering jatuh dibandingkan laki-laki lansia.

Berdasarkan data yang ditemukan di Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti dar tahun 2001 sampai November 2002, dari 89 lansia terdapat 25 orang yang mengalami jatuh dengan kejadian sebesar 28 %, yang dirinci sebagai berikut :
1.      Berdasarkan jenis kelamin, lansia perempuan sebesar 80 %, dan Lansia laki-laki 20 %
2.   Berdasarkan usia, 70-79 th sebesar 52 %, 80-89 sebesar 44%, usia 90-99 tahun 4 %.
3.  Berdasarkan faktor resiko, yg disebabkan  oleh faktor intrinsik sebesar 60 %, dan faktor ekstrinsik sebesar 32 %, sisanya 8 % campuran.
4.  Berdasarkan Frekuensi berulang jatuhnya lansia yang
      Jatuh sebanyak 1 kali sebesar 60 %, jatuh 2 kali 12 %,
      jatuh 3 kali 16 %, jatuh 4 kali 8%, jatuh 5 kali sebesar 4 %
5.      Dari data tersebut sampai bulan November 2002 sebesar 27 % dan insiden kejadian jatuh yang terjadi pada oktober 2002 sebesar 10 %
6.      Dari 25 Lansia Yang mengalami jatuh, diperoleh data bahwa sebesar 52 % dari hasil pemeriksaan BMD yang dilakukan tanggal 24 Agustus 2002 mengalami osteoporosis
7.  Lansia yang sehat mempunyai resiko lebih tinggi dibandingkan lansia yang lemah atau cacat untuk terjadinya fraktur dan perlukaan akibat jatuh.


Apa yang dimaksud dengan jatuh ?

Jatuh adalah Fall is a person  coming to rest on ground  or another lower level. Menurut Reuben (1996), dalam buku ajar geriatri (prof. DR. R. Boedi Darmojo, SpPD,K.Ger, 1999), jatuh adalah suatu Kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian, mengakibatkan Seseorang mendadak terbaring/terduduk dilantai atau ditempat yang lebih rendah Dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka.


FAKTOR RESIKO JATUH

perlu dimengerti bahwa stabilitas tubuh ditentukan atau dibentuk oleh :
  1. Sistem sensori, pada sistem ini yang berperan adalah penglihatan dan pendengaran. Semua gangg atau perubahan pada mata dan telinga akan menimbulkan gangg. Penglihatan dan gangg. Pendengaran

2.   Sistem Saraf Pusat
            Penyakit SSP seperti stroke dan Parkinson, hidrosefalus tekanan normal, sering diderita oleh Lansia dan menyebabkan gangg. Fungsi SSP sehingga berespon tidak baik terhadap input sensori (Tinneti, 1992)

3. Kognitif. Pada beberapa penelitian, demensia diasosiasikan dengan meningkatnya resiko jatuh.

4. Muskuloskletal.  Faktor ini berperan besar pada terjadinya jatuh Lansia (faktor murni). Gangg. Muskuloskletal menyebabkan gangg. Gaya berjalan dan hal ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis, misalnya
a.                   Kekakuan jaringan penyambung
b.                  Berkurangnya masa otot
c.                   Perlambatan konduksi otot
d.                  Penurunan visus / lapang pandang
                 
                  Semua Hal itu menyebabkan :
1.      Penurunan range of Motion (ROM) sendi
2.      Penurunan kekuatan otot, terutama ekstremitas
3.      Perpanjangan waktu reaksi
4.      Goyangan badan.

Text Box: Obat-obatan yang mempengaruhi faktor ekstrinsik 
Yang menyebabkan peningkatan resiko jatuh.
•  diuretik    5. alkohol
• Antidepresan   6. obat hipoglikemik
• Sedatif
• Anti-psikotik
 












Penyebab jatuh pada Lansia biasanya merupakan gabungan
Beberpa faktor / multi faktor antara lain :
1.      Kecelakaan (penyebab utama ) (30-50%)
a. Murni kecelakaan, misal terpeleset, tersandung )
      b. Gabungan (misalnya lingkungan yang licin dan kelainan akibat proses menua mata kurang awas/penurunan visus.
2. Nyeri kepala dan / atau vertigo
3.   Hipotensi ortostatik :
      a. hipovolemia (curah jantung rendah)
      b. disfungsi otonom
      c. terlalu lama berbaring
      d. pengaruh obat hipotensi
4.   Obat-obatan :
      a. Diuretik/antihipertensi      b.sedatif      c. antipsikotik   d. alkohol
5.  Proses penyakit yang spesifik (misalnya kardiovaskuler, stroke, parkinson, serangan kejang, dan penyk. Serebelum)
6.   Idiopatik (tidak jelas penyebabnya)
7.   Sinkope (kehilangan kesadaran secara tiba-tiba) misalnya :
      a. drop  attack (serangan roboh)
      b. penurunan aliran darah ke otak
      c. kelengar (silau) matahari
      d. infark miokard


2.  MUDAH LELAH

Hal ini dapat disebabkan oleh :
  1. Faktor Psikologis(perasaan bosan, keletihan, atau depresi)
  2. Gangguan organik, misalnya :
                  a. anemia
                  b. kekurangan vitamin
                  c. perubahan pada tulang (osteomalasia)
                  d. gangg. Pencernaan
                  e. kelainan metabolisme (DM, hipertiroid)
                  f. gangg. Ginjal dengan uremia
                  g. gangg. Faal hati
                  h. gangg. Sistem peredaran darah dan jantung
3.  Pengaruh obat, misalnya obat penenang, obat jantung, obat yg melelahkan daya kerja otot.





3.  GANGGUAN KARDIOVASKULER

1. Nyeri dada, Hal ini dapat disebabkan oleh :
  1. Penyakit Jantung koroner yg dapat menyebabkan iskemia jantung (berkurangnya aliran darah ke jantung)
  2. Aneurisma aorta
  3. Radang selaput jantung
  4. Gangg. Pada sistem alat pernafasan, misalnya pleuro-pneumonia / emboli paru, gangg. Pada sistem saluran pernafasan atas

2.  Sesak Nafas pada kerja Fisik
      sesak nafas pada kerja fisik dapat disebabkan oleh kelemahan jantung, gangg. Sistem saluran nafas, berat badan berlebihan (gemuk) atau anemia.

3.  Palpitasi
     Palpitasi dapat disebabkan oleh :
  1. gangg. Irama jantung
  2. Keadaan umum badan yang lemah
  3. Faktor psikologis dan lain-lain

      Bila ke 3 gejala : nyeri dada, sesak nafas, dan berdebar-debar terjadi dalam waktu bersamaan kemungkinan hal ini disebabkan oleh jantung.

4.  Edema
      Edema kaki dapat disebabkan oleh:
a)      Kaki yang lama digantung (edema gravitasi)
b)      Gagal jantung
      c)   Bendungan pada vena bagian bawah
d) Kekurangan vitamin B1
e) gangguan penyakit hati
f)  penyakit ginjal
g) kelumpuhan pada kaki (kaki yang tidak efektif)



5. NYERI ATAU KETIDAKNYAMANAN

Nyeri Pinggang atau Punggung, Dapat disebabkan oleh :
  1. gangg. Sendi atau susunan sendi pada susunan tulang belakang (osteomalasia, osteoporosis, osteoartritis)
  2. Gangg. Pankreas
  3. Kelainan ginjal (batu ginjal)
  4. Gangg. Pada rahim
  5. Gangg. Pada kelenjar prostat
  6. Gangg. Pada otot badan
  7. HNP (hernia nucleus pulposus)


5.  NYERI SENDI PINGGUL
     
     Dapat disebabkan oleh :
  1. gangg. Sendi pinggul, misalnya radangs sendi (artritis), sendi tulang yang keropos (osteoporosis)
  2. Kelainan tulang sendi, misalnya patah tulang (fraktur), dislokasi, dll
  3. akibat  kelainan pada saraf punggung bagian bawah yang terjepit (HNP)

6.  KELUHAN PUSING

      Dapat disebabkan oleh :
  1. gangg. Lokal misalnya vaskuler, migrain (sakit kepala sebelah), mata (glaukoma/peningkt. IOP), kepala, sinusitis, furunkel, sakit gigi, dll
  2. Penyakit sistemis yang menimbulkan hipoglikemia
  3. Psikologis (perasaan cemas, depresi, kurang tidur, kekacauan pikiran dll

7.   KESEMUTAN PADA ANGGOTA BADAN

      Dapat disebabkan oleh :
  1. Gangg. Sirkulasi darah lokal
  2. Gangg. Persarafan umum (gangg. Pada kontrol)
  3. Gangg. Persarafan lokal pada bagian anggota badan

8. BERAT BADAN MENURUN

      Dapat disebabkan oleh :
  1. Pada umumnya, nafsu makan menurun karena kurang adanya gairah hidup atau kelesuan
  2. Adanya penyakit kronis
  3. Gangg. Pada saluran pencernaan sehingga penyerapan makanan terganggu
  4. Faktor sosio ekonomi (pensiun dll).

Inkontinensia urine dapat terjadi karena adanya faktor pencetus yang mengiringi perubahan pada organ kemih akibat proses menua, misalnya infeksi saluran kemih,  obat-obatan,  kesulitan bergerak, kepikunan, dan lain-lain

Semua yang membatasi mobilitas dapat mencetuskan terjadinya inkontinensia urine fungsional atau memperburuk inkontinensia persisten.


Kondisi tersebut antara lain : fraktur femur, stroke, penyakit parkinson, dan artritis. Semua kondisi yang menyebabkan poliuria dapat mencetuskan inkontinensia urine. Kelainan kontrol pada kandung kemih

Penyebab kronis inkontinensia tidak dapat dihilangkan secara tuntas, tetapi dapat dikurangi dan dikontrol. Dengan beberapa modalitas non farmakologis dan terapi farmakologis. Penyebab kronis antara lain :
  1. Kelemahan otot dasar panggul atau instabilitas otot kandung kemih yg sudah berat
  2. Penyakit parkinson
  3. demensia

Type-tipe inkontinensia :
  1. Inkontinensia urine akut. Ini bila terjadi secara mendadak, sementara dan ini dapat disembuhkan.
  2. Inkontinensia urine kronis. Ini bersifat menetap, tidak dapat disembuhkan, tetapi gejala bisa dikurangi, dan dapat diklasifikasikan menjadi inkontinensia fungsional, urgensi, stress, overflow, dan campuran.
  3. Inkontinensia fungsional. Merupakan inkontinensia tanpa gangg. pada saluran kemih, dan merupakan akibat ketidakmampuan klien Lansia mencapai toilet sehingga tidak dapat berkemih secara normal. Penyebab yang sering ditemukan adalah dimensia berat, gangg. muskuloskletal, immobilisasi, lingkungan yang tidak mendukung,  sehingga sulit untuk mencapai kamar mandi, dan adanya faktor psikoloogis seperti depresi.
4. Inkontinensia urgensi.merupakan inkontinensia akibat ketidak mampuan untuk menunda berkemih. Ketika sensasi untuk berkemih muncul, jumlah urine sedikit dan frekuensi berkemih sangat sering. Inkontinensia tipe ini biasanya (tidak selalu) dikaitkan dengan aktivitas otot kandung kemih berlebihan overaktif). Masalah neurologis sering berhubungan dengan tipe ini seperti : stroke, dimensia,  penyakit parkinson, dll.  Tipe ini paling sering ditemukan pada lansia
5.  Inkontinensia stres.  Urine keluar ketika tekanan intraabdomen meningkat seperti pada saat batuk, bersin, tertawa, atau latihan fisik.  Hal ini disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul.   Keadaan ini sering terjadi pada wanita Lansia dan juga pria. Inkontinensia ini mirip inkontinensia akibat kandung kemih overaktif.  Jumlah urine yang keluar tanpa dikehendaki tersebut bervariasi dan sedikit sampai dengan banyak. 
6. Inkontinensia overflow.  Tipe ini dikaitkan dengan overdistensi (menggelembungnya) kandung kemih. Keadaan ini lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita.  Biasanya disebabkan oleh sumbatan anatomis, seperti pada hipertropi prostat, akibat faktor saraf, atau obat-obatan. Pada wanita biasanya akibat melemahnya otot destrusor biasanya  akibat  neuropati diabetik, trauma medula spinalis, atau efek obat.  Pasien biasanya mengeluh adanya sedikit urine keluar tanpa adanya sensasi kandung kemih penuh.  Inkontinensia ini terjadi bila pengisian kandung kemih melebihi  kapasitas kandung kemih. 
7. Inkontinensia Campuran.  Merupakan tipe inkontinensia yang sering ditemukan pada pasien geriatri, umumnya merupakan kombinasi tipe urgensi dan tipe stres. Pada pasien geriatri yg lebih muda, tipe stres lebih banyak ditemukan. Tetapi semakin tua seseorang biasanya kombinasi kedua tipe tersebut yang banyak ditemukan.

Untuk menegakkan diagnosa inkontinensia urine,  harus dilakukan wawancara, dan pemeriksaan fisik secara seksama, dan bila perlu dilanjutkan dengan beberapa pemeriksaan laboratorium, serta pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan urodinamik. 

p     Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik, ditambah dengan pengisian akrtu catatan berkemih oleh pasien,  dapat ditetapkan diagnosa inkontinensia urine. Apakah inkontinensia akut reversibel, atau kronis persisten.  Selanjutnya dapat ditentukan  tipe inkontinensia urgensi, stres atau lainya termasuk tipe campuran, dapat digunakan alat urodinamik.

INKONTINENSIA ALVI

p     Merupakan jenis masalah kesehatan yang cukup serius pada geriatri.
p     Definisi : ketidakmampuan  seseorang dalam menahan dan mengeluarkan tinja pada waktu dan tempat yang tepat.
p     Keadaan ini sangat mengganggu pasien Lansia sehingga harus diupayakan mencari penyebab dan asuhannya dengan baik.
p     Penyebab inkontinensia Alvi :
  1. Obat pencahar perut
  2. Gangg. Saraf misalnya demensia dan stroke
  3. Keadaan diare (gangg. Kolorektum)
  4. Kelainan pada usus besar
  5. Kelainan pada ujung saluran pencernaan (pada rektum usus)
  6. Neurodiabetik


9.  GANGGUAN KETAJAMAN PENGLIHATAN
p     Gangguan ini dapat disebabkan oleh :
  1. Presbiopi
  2. Kelainan lensa mata (refleksi lensa mata kurang
  3. Kekeruhan pada lensa/katarak
  4. Iris mengalami proses degenerasi, menjadi kurang cemerlang, dan mengalami depigmentasi, tampak ada bercak berwarna  muda sampai putih
  5. Pupil konstriksi, refleks direk lemah
  6. Tekanan dalam mata (intra-okuler) meninggi, lapang pandang menyempit, yg sering disebut dengan glaukoma
  7. Retina terjadi degenerasi, gambaran fundus mata awalnya merah jingga cemerlang menjadi suram dan jalur-jalur berpigmentasi terkesan seperti kulit harimau.
  8. Radang saraf mata

10.  GANGGUAN PENDENGARAN
p     Gangg. Pedengaran merupakan keadaan yg menyertai proses menua. Gangguan pendengaran yg utama adalah  hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekuensi tinggi.  Yang merupakan suatu fenomena yg berhubungan dengan Lansia, bersifat simetris, dengan perjalanan yg progresif lambat (Mills, 1985) ada beberapa tipe presbiakusis, yakni :
1.   Presbiakusis sensorik. Patologinya berkaitan erat dgn hilangnya sel rambut di membrana basalis kokhlea sehingga terjadi hilang pendengaran frekuensi nada tinggi. Penurunan fungsi pendengaran  biasanya pada usia pertengahan dan berlangsung secara terus menerus perlahan progresif.
2. Presbiakusis nerural. Patologinya berupa hilangnya sel neuronal di ganglion spinalis. Letak dan jumlah  kehilangan sel neuronal menentukan gangg. Pendengaran yg timbul (berupa gangg. Frekuensi pembicaraan atau pengertian kata-kata, adanya inkoordinasi, kehilangan memori, dan gangguan pusat pendengaran.
3. Presbiakusis Metabolik.  Patologi yg terjadi adalah abnormalitas vaskuler strial berupa atropi  daerah apikal dan tengah dari kokhlea. Jenis ini biasanya terjadi pada usia yang lebih muda.
4. Presbiakusis Mekanik. Jenis  diduga diakibatkan oleh terjadinya perubahan mekanis pada membrana basalis koklea  sebagai akibat proses menua.  Secara audiogram, ditandai  dengan penurunan progresif sensitivitas  diseluruh daerah tes. Ini dapat disebabkan :
      a. kelainan degeratif (otosklerosis)
      b. ketulian pada Lansia seringkali dapat  menyebabkan kekacauan mental.
c. Tinitus (bising  yang bersifat mendengung bisa bernada           tinggi atau rendah
d. vertigo (perasaan tidak stabil seperti bergoyang/berputar

11.  GANGGUAN TIDUR

Irwin Feinberg mengungkapkan bahwa sejak meninggalkan masa remaja, kebutuhan tidur seseorang menjadi relatif tetap.  Luce dan Segal  mengungkapkan bahwa faktor usia merupakan faktor terpenting yg berpengaruh terhadap kualitas tidur. Keluhan kualitas tidur seiring  dengan bertambahnya usia. 

Gangg. Tidur saja menunjukkan indikasi adanya kelainan jiwa yg dini, tetapi merupakan keluhan hampir 30% penderita yg berobat ke dokter.

p     Gangguan tidur Dapat disebabkan oleh :
  1. Faktor ekstrinsik (luar), misalnya lingkungan yg kurang tenang
  2. Faktor intrinsik, baik organik maupun psikogenik.  Organik berupa nyeri, gatal, kram betis, sakit gigi, tungkai bergerak (akatisia) dan penyakit tertentu yg membuat gelisah.
Psikogenik  misalnya depresi, kecemasan, stres, iritabilitas, dan marah yg tidak tersalurkan.

12. MUDAH GATAL

l      Hal ini sering disebabkan :
  1. Kelainan kulit ; kering,  degeratif (ekzema kulit)
  2. Penyakit sistemik ( diabetes melitus, gagal ginjal), penyakit hati (hepatitis kronis,  alergi dll

B.  Kekacauan  Mental Akut

l      kekacauan mental akut dapat disebabkan oleh : infeksi dengan demam tinggi,, konsumsi alkohol,  penyakit metabolisme,  dehidrasi atau kekurangan cairan, gangguan fungsi otak, gangguan fungsi hati, atau radang selaput otak (meningitis)








































1.      Menurut Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad (alm). Guru Besar Universitas Gajah Mada Fakultas Kedokteran,  Periodisasi biologis perkembangan manusia dibagi sebagai berikut :
2.      Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (Psikolog dari Universitas Indonesia). Lanjut usia merupakan kelanjutan usia dewasa.  Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu :
3.      Menurut Prof. DR. Koesoemanto Setyonegoro, SpKJ. Lanjut usia dikelompokkan sebagi berikut :
4.      Menurut Bee (1996), tahapan masa dewasa adalah sebagai berikut :
5.      Menurut Hurlock (1979), perbedaan Lanjut usia terbagi dalam 2 tahap, yaitu :
6.      Menurut Burnside (1979)  ada 4 tahap  Lanjut usia yaitu :


PENYAKIT UMUM PADA LANSIA
l      Ada 4 penyakit yang sangat erat hubungannya dengan proses menua (Stieglitz, 1954) yakni :
  1. Gangg. Sirkulasi darah, misalnya hipertensi,  kelainan pembuluh darah, gangg. Pembuluh darah  di otak (koroner, ginjal dan lain-lain
  2. Gangg. Metabolisme hormonal,  misalnya DM,  klimakterium dan ketidakseimbangan tyroid.
  3. Gangg. Pada persendian, misalnya  osteoartritis, Gout artritis ataupun penyakit kolagen lainnya.
  4. Berbagai macam neoplasma.

Menurut The National Old People’s Council di Inggris, penyakit/gangguan Umum pada lansia ada 12 macam yakni :
  1. Depresi mental
  2. Gangg. Pendengaran
  3. Bronkitis kronis
  4. Gangg. Pada tungkai/sikap berjalan
  5. Gangg. Pada koksa/sendi panggul
  6. Anemia
  7. Demensia
  8. Gangg. Penglihatan
  9. Ansietas / kecemasan
  10. Dekompensasio kordis
  11. DM, osteomalasia, hipotiroidisme
  12. Gangg. defekasi

Penyakit Lansia di Indonesia
  1. peny. Sistem pernafasan
  2. Peny. Kardivaskuler dan pembuluh darah
  3. Peny. Pencernaan makanan
  4. Peny. Sistem urogenital
  5. Peny. Gangg. Metabolik/endokrin
  6. Peny. Pada persendian dan tulang
  7. Peny. Yg disebabkan oleh proses keganasan

Di negara maju penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab kematian utama. Dan di negara berkembang angka kematian terutama karena penyakit infeksi.

l      Menurut SKRT (survei kesehatan rumah tangga) th 1992, ditemukan urutan peny. penyebab kematian :
  1. TBC,
  2. Penyakit yg tidak jelas
  3. Trauma dan
  4. Infeksi lainnya seperti emfisema, bronkitis dan asma.

Timbulnya penyakit tersebut dapat dipercepat atau diperberat oleh faktor luar misalnya ; makanan, kebiasaan hidup yg salah, infeksi dan trauma.

Perjalanan dan penampilan serta sifat penyakit pada Lansia berbeda dengan yg terdapat pada populasi lain. 

Secara singkat bahwa penyakit lansia disimpulkan sebagai berikut :
  1. Penyakit bersifat multipatologis/penyakit lebih dari satu
  2. Bersifat degeneratif, saling terkait dan silent
  3. Mengenai multi-organ/multisistem.
4.   Gejala peny. Yg muncul tidak jelas/tidak khas
5.   Sering terdapat polifarmasi dan iatrogenik
6.   biasanya mengandung komponen psikologis dan            sosial
7.   Lansia lebih sensitif terhadap peny. Akut
8.   peny. Bersifat kronis dan cenderung menimbulkan kecacatan lama sebelum     
      meninggal

Penyakit Pada Sistem Pernafasan dan Kardiovaskuler

1.      Paru

            Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yg disebabkan  elastisitas jaringan paru dan dinding dada semakin berkurang.

Beberapa faktor yang memperburuk fungsi paru antara lain :
  1. Debu
  2. Polusi udara
  3. Asap industri
  4. Kebiasaan merokok
  5. Obesitas
  6. Imobilitas
  7. Daya tahan tubuh menurun,

sehingga individu mudah terkena infeksi.  Infeksi yg sering  diderita Lansia adalah pneumonia yg merupakan penyerta peny. Lain, misalnya DM., payah jantung kronis, dan peny. Vaskuler (Mangkunegoro, 1992)

Gizi buruk dan proses menua juga meningkatkan resiko TBC. Kanker Paru sering ditemukan terutama  pada Lansia Perokok Berat. Mangunegoro (1992)  menyatakan : terdapat kecenderungan peningkatan frekuensi kanker paru (pada  perokok berat)

2.  Jantung dan pembuluh darah

Peny. Kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbesar dan disabilitas pada Lansia, terutama usia 65 tahun ke atas dan 50 % terdapat di negara maju (Kannel, 1992). Lansia umumnya mengalami pembesaran jantung (hipertropi). Rongga bilik kiri juga mengalami penyempitan, akibat semakin berkurangnya aktivitas.

Sel otot jantung juga mengalami penurunan pembesaran (mengecil) hingga menyebabkan menurunya kemampuan otot jantung. Denyut dan fungsi lain jantung juga menurun.

Pada lansia, tekanan darah naik secara bertahap, elastisitas jantung pada Lansia usia 70 th menurun sekitar 50 % dibandingkan dgn orang muda berusia 20 th. Oleh karena itu tekanan darah (tensi) wanita lansia dapat mencapai m 170/90 mmHg, dan Pria Lansia dapat mencapai 160/100 mmHg, masih dianggap normal.

Tekanan darah pada lansia meningkat saat istirahat, walaupun tidak begitu besar. Terutama tekanan sistoliknya. Pada Lansia, peningkatan tensi saat melakukan aktifitas fisik ini meningkat lebih cepat dibanding dengan orang muda.

         Denyut jantung/nadi juga meningkat pada waktu melakukan aktivitas fisik. Pada saat bekerja maksimal, denyut nadi akan mencapai angka masksimalnya. namun pada Lansia ternyata menurun karena jantung tidak dapat mencapai frekuensi seperti saat masih muda.

         Rumus untuk menghitung denyut nadi maksimal seseorang adalah 200 – usia.

Perubahan yg lebih bermakna pada Lansia adalah proses arteriosklerosis dan pengapuran  dinding pembuluh darah  dapat terjadi dibanyak  lokasi.

Jenis penyakit Jantung lain yang juga banyak ditemukan pada Lansia adalah :
  1. Penyakit jantung paru menahun (korpulmonal)
  2. Peny. Jantung akibat tekanan darah tinggi
  3. Peny. Jantung akibat gangguan irama jantung.
  4. Penyakit jantung koroner merupakan peny. Jantung yang paling sering ditemukan pada Lansia, 20 % pria dan 12 % wanita yg berusia 65 tahun ke atas dan juga merupakan penyebab gagal jantung.


Wanita biasanya menderita penyakit Jantung koroner (infark miokard) banyak ditemukan di Indonesia,  terdiri atas :
  1. Angina pektoris, suasana sindrom klinis. Terjadi sakit dada yg khasm seperti dada ditekan atau  terasa berat yg sering kali menjalar ke lengan kiri.  Sakit /nyeri dada biasanya timbul saat melakukan aktivitas dan segera menghilang bila pasien beristirahat.
  2. Angina pektoris yg tidak stabil, yaitu keadaan angina oksigen tdk jelas bertambah
  3. Angina Prinzmetal. Serangan angina yg timbul justru pd saat istirahat.
  4. Infark miokard akut (IMA) ; nekrosis miokard akibat  aliran darah ke otot jantung terganggu lebih dari 20 menit, akut, episode sinkope, hemiplegia, gagal ginjal, muntah dan kelemahan hebat.
Bila ketemu pasien seperti itu sebaiknya dirujuk ke RS

         Penyakit jantung pulmonik dan penyakit jantung lainnya disebabkan oleh penyakit paru primer (bronkitis kronis, emfisema pulmonum, bronkiektasis, dll)
         Pada umumnya penderita jarang mencapai usia lanjut dan lebih banyak terjadi pada pria perokok.

3.   Hipertensi
a.       dari banyak penelitian epidemiologi, di dapat bahwa dgn meningkatnya umur dan tekanan darah meninggi, hipertensi menjadi masalah pada Lansia karena sering ditemukan dan menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit jantung koroner. Lebih dari seperuh kematian di atas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler.
b.      Secara nyata kematian akibat stroke dan morbiditas peny. Karvas menurun dengan pengobatan hipertensi. Saat ini penelitian longitudinal telah membuktikan hal ini pada pengobatan  hipertensi diastolik.

Hipertensi pada Lansia dibedakan atas
  1. Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg
  2. Hipertensi sistolik terisolasi ; tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg

Pada hipertensi sistolik, masih kotroversi  mengenai target tekanan darah yg dianjurkan, penurunnya bertahap sampai sekitar sistolik 140-160 mmHg (R.P Sidabutar, 1974)


4.   Penyakit sistem pencernaan

         Produksi saliva menurun sehingga mempengaruhi proses perubahan kompleks karbohidrat menjadi disakarida
         Fungsi ludah sebagai pelicin makanan berkurang sehingga proses menelan lebih sulit
         Keluhan seperti kembung, perasaan tidak enak diperut dsb disebabkan oleh karena makanan yang kurang dapat dicerna karena menurunya fungsi kelenjar pencernaan. Juga dapat disebabkan berkurangnya toleransi thd makanan, terutama yg mengandung lemak.

Keluhan lain yg sering ditemui ialah sembelit (konstipasi) yg disebabkan kurang kadar selulosa, kurangnya nafsu makan yg disebabkan oleh gigi yg sudah lepas (ompong), gangguan motilitas esophagus, reflux disease ( terjadi akibat isi lambung ke esopagus). 

         insidens ini mencapai puncak pada usia 60-70 thn
         Lansia juga mengalami kelemahan otot polos sehingga mengalami kesulitan menelan.
         Kelemahan otot esofagus sering menyebabkan proses patologis yg sering disebut hernia hieatus.
         Penyakit dan gangguan pada lambung meliputi :
1. Terjadi atrropi mukosa, atropi sel kelenjar,  yg menyebabkan sekresi asam lambung, dan pepsin dari faktor instrinsik berkurang.

2. Gastritis adalah suatu inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung.  Insiden gastrritis meningkat dengan  lanjutnya proses menua, namun seringkali asimtomatik, atau dianggap sebagai sebaba normal karena proses menua.

3. Ulkus peptikum yg terjadi di daerah esofagus, lambung, dan duodenum, walaupun kadar asam lambung pada Lansia sudah menurun, insiden ulkus dilambung masih lebih banyak dibanding ulkus duodenum.
      Gejalanya :
      a. biasanya tidak spesifik
      b. penurunan badan
      c. mual
      d. perut terasa tidak enak.

5. Penyakit  sistem urogenital

  1. PERADANGAN pada sistem urogenital ditemukan pada wanita lansia berupa peradangan kandung kemih, sampai peradangan ginjal, akibat sisa urine dalam vesika urinaria (kandung kemih)
  2. Keadaan ini disebabkan berkurangnya tonus kandung kemih dan adanya tumor yg menyumbat saluran kemih

  1. Pada pria usia > 50 th, sisa urin di kandung kemih dp disebabkan pembesaran kelenjar prostat (BPH), hipertropi prostat menyebabkan  gangg. Berkemih. Bahkan kadang2 urine secara mendadak tidak dapat dikeluarkan sehingga untuk mengeluarkannya dipasang kateter

6. Penyakit Gangguan Endokrin (Metabolisme)
  1. kelenjar endokrin dapat mengalami kerusakan yg bersifat age related cell loss, fibrosis, infiltrasi limfosit, dsb.
  2. Perubahan karena proses menua pada  reseptor hormon, kerusakan permeabilitas sel, dsb dapat menyebabkan perubahan respon inti sel terhadap kompleks hormon reseptor.
  3. Semua jenis penyakit hormonal dapat terjadi pada lansia tetapi bentuk fungsi ini tidak khas seperti pada orang tua.

Salah satu kelenjar endokrin dalam tubuh mengatur agar arus darah  ke organ tertentu berjalan dengan baik, melalui vasokontriksi pembuluh darah bersangkutan, disebut ADRENAL / kelenjar anak ginjal. Adapula yg merupakan stres hormon, yaitu hormon yg diproduksi dalam jumlah besar dalam keadaan stres dan berperan penting di dalam mengatasi stres. Oleh karena itu dengan mundurnya produksi hormon, maka Lansia kurang mampu menghadapi stres.

Tidak jarang pada lansia ditemukan kemunduran fungsi kelenjar tiroid sehingga Lansia    
Tersebut  tampak lesu dan kurang bergairah

Kemunduran endokrin lainnya seperti ; klimakterium / menopause pada wanita yg mendahului proses tua yg mengakibatkan sindrome dalam bentuk yg beragam. Pada pria terjadi penrurunan sekresi kelenjar testis pada usia tertentu.

  1. Peny. Metabolik lainya adalah berkurangnya zat kapur dan bahan mineral sehingga tulang lebih mudah rapuh dan menipis (osteoporosis), DM.
  2. Komplikasi gangg. Endokrin khususnya DM dapat menyebabkan stroke yang menyebabkan hemiplegi dan hemiparesis.

7.  Penyakit Persendian dan Tulang

  1. Penyak. Pada sendi ini adalah akibat degerasi atau kerusakan sendi yg banyak ditemukan  pada lansia.
  2. Hampir 8 % orang yg berusia 50 tahun ke atas mempunyai keluhan pada sendinya, misalnya linu, pegal, dan kadang-kadang terasa nyeri. Bagian yang terkena biasanya ialah persendian pada jari-jari, tulang punggung, sendi penahan berat tubuh (lutut dan panggul).


Biasanya nyeri pada persendian ini disebabkan oleh GOUT.
         Hal ini disebabkan gang. Metabolisme asam urat dalam tubuh.
         Terjadinya osteoporosis menyebabkan tulang lansia mudah patah, dan sulit sembuh.
         Biasanya patah tulang terjadi karena Lansia tersebut jatuh. Jatuhnya dapat terjadi karena kekuatan otot dan koordinasi kekuatan anggota badan secara keseluruhan berkurang, mendadak pusing, penglihatan yg kurang baik, adanya peny. Jantung  yg diiringi gangg. Pada irama jantung, cahaya ruangan kurang terang, dan lantai yg licin.
         Tirah baring yg lama dapat mempercepat terjadinya osteoporosis dan radang paru.

8.  Proses Keganasan

  1. Penyebab terjadinya kanker sampai saat ini belum diketahui dgn pasti. Hanya tampak semakin tua seseorang, semakin mudah dihinggapi penyakit kanker.
  2. Pada wanita kanker banyak ditemukan pada rahim, payudara dan saluran pencernaan, biasanya kanker pada wanita dimulai pada usia 50 th.
  3. Pada pria kanker banyakj ditemukan pada paru, saluran pencernaan, dan kelenjar prostat.
  4. Bahan karsinogen, misalnya tembakau (rokok), sinar UV, sinar radioaktif, sinar – X yg berlebihan dan juga menimbulkan keganasan.  Karena keganasan ini mejalar ke organ lain (metastase), harus diusahakan dicari sumber primer keganasan tsb.

9.  Penyakit Sistem Persarafan

Penyakit sistem persarafan yg terpenting adalah akibat pembuluh darah otak yg dapat  mengakibatkan perdarahan otak, menimbulkan stroke, kepikunan (demensia) dan gangg. Saraf tepi yg menimbulkan  hambatan pergerakan sehingga mengakibatkan imobilisasi.















ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LANJUT USIA

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti pembelajaran mata kuliah ini mahasiswa diharapkan :
1.            mengetahui dan mampu menyebutka tentang pengertian asuhan keperawatan pada klien Lansia dan klien geriatri.
2.      mengetahui dan mampu menyebutka tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam 
         pemberian asuhan keperawatan pada klien geriatri.
3.      mengetahui dan mampu menyebutkan tentang proses keperawatan geriatri
4.      mengetahui dan mampu menyebutka tentang tim geriatri.

PENDAHULUAN

Sering kali pasien lansia disalah artikan  sebagai pasien geriatri.

         Padahal, pasien Lansia belum tentu pasien Geriatri, sedangkan pasien Geriatri dengan sendirinya merupakan pasien, lanjut usia.
         Pasien geriatri mempunyai sejumlah karakteristik yang membedakannya dari pasien dewasa lainnya
         Selain itu pasien geriatri menunjukkan sejumlah gejala yang khas terdapat pada populasi Lansia.

Dalam memberikan Askep kepada Lansia, perawat perlu memperhatikan beberapa hal karena :
A.        Populasi Lansia sangat heterogen. Artinya tidak semua individu Lansia memerlukan Askep dalam bentuk dan jenis pelayanan yang sama. Secara keseluruhan , lansia termasuk ke dalam golongan populasi yang rapuh terhadap kesehatan, tetapi dalam derajat yang berbeda2. perbedaan dapat terlihat dari kondisi Lansia yang :
            1. Sehat
            2. Setengah sakit setengah sehat
            3. sakit akut (akut ringan, sedang, berat)
            4. Sakit Kronis
            5. sakit Gangg. Mental termasuk Demensia
            6. Sakit terminal
            7. Sakit tidak ada harapan untuk sembuh/hidup

Selain itu perawat juga harus memperhatikan aspek sosial dan ekonominya

B.         Jenis Askep yang dibutuhkan sangat bervariasi.
harus diingat bahwa heterogenitas populasi Lansia yang ada disertai kenyataan bahwa aspek fungsional seseorang Lansia bergantung pada tiga faktor, yakni faktor fisik, psikis, dan sosio-ekonomi.

Oleh karena itu perawat harus mempunyai keterampilan dan pengetahuan bahwa,
Asuhan keperawatan gerontik dibagi 2, yaitu :
1.     Askep gerontik dalam tatanan klinis
2.     Askep gerontik dalam tatanan komunitas

C.        Askep ini membutuhkan keterkaitan dengan semua bidang, antara lain kesehatan, sosial, agama, olah raga atau kesenia. Mengingat Lansia memiliki berbagai masalah kesehatan dan kekhususan serta mengalami penurunan faal diberbagai organ tubuh dan biasanya banyak mengkonsumsi berbagai obat (multifarmasi)

Siapakah pasien geriatrik itu ?

         Tidak semua pasien berusia diatas 60 thn merupakan pasien geriatri. Dan tentu berbeda penanganannya
         Penyebab perbedaan penanganan terutama dalam memberikan askep karena  :

  1. Terjadi perubahan pada semua orang yang mencapai usia lanjut yang tidak disebabkan oleh proses penyakit,  misalnya penurunan daya ingat, penurunan pendengaran, dan penurunan penglihatan. Memang sulit untuk membedakan  antara penurunan akibat proses menua (fisiologis) dan akibat yg terjadi karena gangg. patologis. (misalnya osteoporosis dan aterosklerosis)
  2. Terjadi akumulasi proses patologis kronis yang biasanya bersifat degeneratif, sekali terkena penyakit degeneratif tidah akan bisa sembuh. Semakin banyak gejala sisa penyakit degeratif ini akan memperberat penyakit lain.
  3. Berbagai keadaan sosial –ekonomi dan lingkungan sering tidak membantu kesehatan dan kesejahteraan sosial penderita lansia. Biasanya kondisi ini berhubungan pula dengan kesulitan dalam memperoleh lingkungan yang memadai.
  4. Biasanya lansia, yang menderita berbagai penyakit, sering pula memakan berbagai macam obat yang bisa menimbulkan penyakit iatrogenik.
  5. Episode penyakit akut baik fisik maupun psikologis merupakan keadaan yg memperberat keadaan Lansia dan sering menyebabkan kematian.

Dikemukakan oleh Steiglitz bahwa perjalanan dan penampilan penyakit pada populasi Lansia berbeda bila dibandingkan dengan populasi penderita lain.

         Oleh karena sifat penyakit khas pada lansia, Dr.H.Hadi Martono, Sp.PD Ger, dalam “Buku Ajar Geriatri “ (mengutip Dr. Majorie Warren dari Inggris) mengembangkan disiplin ilmu yg menangani penderita Lansia, yang disebut geriatri.
         Hal ini oleh British Geriatric Society (BGS) diartika sebagai cabang ilmu penyakit dalam yang berkepentingan dengan aspek pencegahan, promosi, pengobatan, dan rehabilitasi, yang mencakup fisik, psikologis dan sosial.

Mengingat sifat dan karakteristik penderita Lansia, penanganannya jelas berbeda dan harus bersifat holistik  sebagai berikut :
  1. Penegakan Diagnosis. Berbeda dgn tatacara penegakan diagnosis yang dilaksanakan pada golongan usia lain. Penegakan diagnosis penderita lansia dilaksanakan dengan tatacara khusus yang disebut pengkajian geriatri yang merupakan analisis multi dimensi dan sebaiknya dilaksanakan oleh suatu tim geriatri.
  2. Penataksanaan penderita.
      Jg dilaksanakan oleh tim multidisiplin yg bekerja secara interdisiplin dan disebut sebagai tim geriatri. Hal ini perlu mengingat semua aspek penyakit (fisik, psikis) sosio-ekonomi, dan lingkungan harus mendapat perhatian yg sama. Hal ini bergantung pd tingkatan pelayanan, susunan, dan besarnya tim. Ditingkat pelayanan dasar hanya diperlukan tim inti yg terdiri atas dokter, perawat dan pekerja  sosiomedis.

3. Pelayanan Kesehatan vertikal dan horizontal.
      Aspek holistik harus tercermin dalam pemberian pelayanan vertikal yaitu pelayanan yang diberikan. Yaitu mulai dari puskesmas sampai ke pusat rujukan geriatri tertinggi yaitu rumah sakit provinsi.
      pelayanan kesehatan Horizontal berarti pelayanan kesehatan yang diberikan merupakan bagian dari  pelayanan kesejahteraan secara menyeluruh. Dengan demikian terdapat kerjasama lintas sektoral dgn bidang kesejahteraan lain,  misalnya agama, pendidikan/kebudayaan, olahraga &sosial.

4. Jenis pelayanan kesehatan harus sesuai dengan batasan geriatri, sehingga pelayanan yg diberikan harus meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dgn memperhatikan aspek fisik, psikis, sosial dan lingkungan

Pengkajian dalam Geriatri adalah : analisis multidisiplin yg dilakukan oleh seorang geriatris atau tim interdisiplin geriatri atas seorang penderita Lansia untuk mengetahui kapabilitas medis, fungsional, dan psikososial agar dapat dilakukan penatalaksanaan  menyeluruh dan berkesinambungan.

Untuk mendiagnosis kelainan atau penyakit yang ada, perlu dilakukan analisis multidimensi, yg mencakup bukan saja  keadaan fisik, tetapi juga keadaan psikis, sosial dan lingkungan penderita Lansia.

Tujuan Pengkajian

  1. Menegakkan :
            a. Diagnosis kelainan fisik/psikis yg bersifat fisiologis
            b. Diagnosis kelainan fisik/psikis yg bersifat patologis

  1. Menegakkan adanya gang. organ/sistem, ketidakmampuan, dan ketidakmampuan sosial untuk dapat dilakukan terapi dan atau rehabilitasi

  1. Mengetahui sumber daya-ekonomi dan lingkungan yg dapat digunaka untuk penatalaksanaan penderita tersebut (termasuk intervensi keperawatan)

Tim interdisiplin yang dimaksud dalam definisi pengkajian geriatri minimal harus beranggotakan :
1. Dokter yang mengetahui berbagai penyakit organ/sistem
2. Tenaga sosio-medis yang meneliti kelainan sosial-lingkungan penderita lansia
3. Tenaga keperawatan yang mengkaji dan mengadakan upaya askep pada penderita lansia.

Tenaga interdisiplin tsb dapat diperluas keanggotaannya dgn berbagai disiplin sesuai dgn tempat kerja dan luas ruang lingkup kerjanya.

Di pusat geriatri suatu RS misalnya anggota  tim geriatri tsb diperluas  dgn tenaga rehabilitasi, psikolog, psikiater, farmasi, dan tenaga lain yang berkaitan dgn penatalaksanaan kesehatan penderita lansia.

       Tugas setiap anggota tim tersebut  adalah :
  1. Mengkaji lingkungan/sosial (dilakukan oleh petugas sosio-medis)
  2. Mengkaji fisik (dilakukan oleh dokter/perawat)
  3. Mengkaji psikis (dilakukan oleh dokter/perawat/ psikolog/psikogeriatris)
  4. Mengkaji fungsional/disabilitas (dilakukan tenaga dokter/terapis reahabilitasi
  5. Mengkaji psikologis (dilakukan oleh dokter-psikologis / psikogeriatri). 

Dengan tatacara pengkajian geriatri  yang terarah dan terpola, kemungkinan terjadi salah – dignosis yang sering ditemukan pada praktik geriatri ini dapat dihindari atau dieliminasi

LANDASAN HUKUM ASKEP LANSIA

1.            UUD 1945, Pasal 27 ayat 2 dan pasal 34.
2.            UU No. 9 thn 1960 tentang pokok2 Kesehatan, Bab 1 pasal 1  ayat 1.
3.            UU No. 4 thn 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang tua.
4.            UU No. 5 thn 1974 tentang pokok2 pemerintah didaerah
5.      UU No. 6 thn 1974 tentang ketentuan pokok kesejahteraan sosial
6.      Program PBB tentang Lansia, Kongres Internasional WNA tahun 1983
7.      UU No. 10 tahun 1992 tentang perkembangan dan pembangunan keluarga sejahtera
8.      UU No. 11 thnn 1992 tentang dana pensiun
9.      UU No. 23 thn 1992 tentang kesehatan
10.    Pencanangan hari Lansia Nasional oleh Presiden, 29 Mei 1996 di Semarang
11.    UU No. 13 thn 1998 tentang kesejahteraan  lansia.
12.    Pencanangan Hari Lansia oleh PBB, 1 Oktober 1999
13.    Sasaran WHO, tahun 2000
14.    Etika Umum dan Etika Keperawatan
15.    Aksi Nasional untuk kesejahteraan Lansia thn 2003
16.    UU No. 40 thn 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional
17.     Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2004 tentang pelaksanaan upaya peningkatan
          kesejahteraan Lansia
18.     Keppres No. 52 tahun 2004, tentang Komisi Nasional lansia (Komnas Lansia)

Mengapa harus peduli terhadap Lansia?

Adanya kepedulian terhadap lansia karena :
  1. Populasi Lansia di Indonesia makin bertambah banyak
  2. Sesuai budaya bangsa Indonesia, Lansia mempunyai hak untuk :
    1. Mendapatkan tempat yg terhormat/dihormati dan dihargai
    2. Memperoleh pelayanan dan perawatan kesehatan 
    3. Mendapatkan pelayanan khusus dari pejabat pemerintah dalam urusan memperoleh KTP seumur hidup
    4. Mendapatkan perlindungan hukum, terutama yg berkaitan dengan pengamanan Lansia dan harta kekayaannya.

3.    Pensiunan dan masalahnya
4.    Kematian mendadakk karena peny. Jantung dan           stroke
5.    pemerataan pelayanan kesehatan
6.    mahalnya obat-obatan
7.    kurangnya jumlah tempat tidur di RS
8.    kewajiban pemerintah terhadap orang cacat dan Lansia
9.    perkembangan ilmu gerontologi dan geriatri
10.  semua orang akan menjadi Lansia

Perawat harus mempunyai kepedulian dan perhatian  serta kasih   sayang   kepada   Lansia,    agar  usia  lanjut  dapat  mencapai kondisi dan menikmati hari tua dengan tenang, aman, tenteram,  tanpa tekanan batin dan sehat, sejahtera, berguna, produktif, berkualitas dan  bermartabat, sehingga bila meninggal, ia dalam keadaan “mati dengan tenang dan ikhlas”

Askep Pada Lansia

Keperawatan : adalah bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yg berdasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia.

Dalam hal ini Askep yang diberikan kepada klien bersifat komprehensif yg ditujukan kepada individu, kelompok, keluarga dan masyarakat, baik dalam keadaan sehat maupun sakit yg mencakup seluruh proses kehidupan manusia.



Askep Gerontik diberikan  berupa bantuan kepada klien karena adanya :
  1. Kelemahan fisik, mental dan sosial
  2. Keterbatasan pengetahuan
  3. Kurangnya kemampuan dan kemauan dalam melaksanakan aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri

Tujuan Askep LANSIA
1. Agar Lansia dp melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri dgn peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, sehingga memiliki ketenangan hidup dan produktif sampai akhir hayatnya.
2. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan mereka yang usianya telah lanjut dgn perawatan dan pencegahan
3. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat hidup klien lansia
4. Menolong dan merawat klien Lansia yg menderita penyakit atau mengalami gangg. tertentu (baik kronis maupun akut)
5. Merangsang petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosis yg tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan tertentu.
6. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar klien Lansia yg menderita suatu penyakit/gangg., masih dapat mempertahankan kebebasan yg maksimal  tanpa perlu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal)

FOKUS ASKEP  LANSIA
  1. Peningkatan kesehatan (promotif)
  1. Pencegahan  penyakit (preventif)
3.   Mengoptimalkan fungsi mental
4.   Mengatasi gangg. Kesehatan yg umum

1. PENGKAJIAN

         Dalam memberikan askep, perawat  profesional harus menggunakan proskep/ proses keperawatan. Proses keperawatan ini adalah proses pemecahan masalah yang mengarahkan  perawat dalam memberikan askep.
         Pengkajian adalah tahap pertama Proskep yg meliputi pengumpulan data,  analisis data,  dan menghasilkan diagnosis keperawatan.

Tujuan Pengkajian pada proskep :
1. Menentukan kemampuan klien untuk memelihara diri sendiri
2. Melengkapi dasar rencana perawatan individu
3. Membantu menghindarkan bentuk dan penandaan individu
4. memberi waktu kepada klien untuk menjawab



PENGKAJIAN GERIATRI MELIPUTI ASPEK

  1. FISIK
            a. Wawancara :
                        1) Pandangan lansia ttg kesehatannya
                        2) kegiatan yg mampu dilakukan lansia
                        3) kebiasaan lansia merawat diri sendiri
                        4) kekuatan fisik Lansia ; otot, sendi, penglihatan dan pendengaran

5) Kebiasaan gerak badan/olahraga senam Lansia
6) Perubahan fungsi tubuh yg sangat bermakna dirasakan
7) Kebiasaan Lansia dalam memeliharan kesehatan
     dan kebiasaan dalam minum obat
8) Masalah seksual yg dirasakan

b. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan dilakukan dgn cara inspeksi (melihat), palpasi (perabaan), perkusi (ketuk) dan auskultasi (mendengar) untuk mengetahui perubahan fungsi sistem tubuh
2) Pendekatan yg digunakan dalam pemeriksaan fisik adalah Head To toe (dari
     ujung kepala sampai ujung kaki) dan sistem tubuh.

2. PSIKOLOGIS
            a. apakah klien mengenal masalah utamanya
            b. bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan
            c. apakah dirinya merasa dibutuhkan atau tidak
            d. apakah memandang kehidupan dengan optimis
            e. bagaimana menangani stres yg dialami
            f.  Apakah mudah dalam menyesuaikan diri
            g. apakah Lansia sering mengalami kegagalan
h. Apakah harapan pada saat ini dan akan datang
i.   Perlu dikaji juga mengenai fungsi kognitif, daya ingat, proses pikir, alam
     perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam  penyelesaian masalah

3. Sosial-Ekonomi
            a. sumber keuangan Lansia
            b. apa saja kebutuhan lansia dalam mengisi        waktu luang
            c. dengan siapa ia tinggal
            d. kegiatan organisasi apa yg diikuti lansia
            e. bagaimana pandangan lansia terhadap  lingkunganya
f. Berapa sering Lansia berhubungan dgn orang             lain di luar rumah
g. siapa saja yang biasa mengunjunginya
h. seberapa besar ketergantungannya
i. apakah dapat menyalurkan hobi  atau  keinginannya dengan fasilitas yang ada

4. SPIRITUAL
a.       Apakah klien secara teratur melakukan ibadah sesuai dgn keyakinan agamanya
b.      Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan
c.       Bagaimana cara lansia mengatasi  masalah, apakah dengan berdoa
d.      Apakah lansia terlihat sabar dan tawakal


PENGKAJIAN DASAR

         Perawat harus ingat, akibat adanya perubahan fungsi yg sangat mendasar pada proses menua yang meliputi seluruh organ tubuh.
         Dalam melakukan pengkajian, perawat memerlukan  pertimbangan khusus. Pengkajian harus dilakukan terhadap fungsi semua sistem, status gizi, dan aspek psikososialnya. Meliputi antara lain :
1. Temperatur/ suhu tubuh
            a. Mungkin hipotermia + 35°C
            b. lebih teliti diperiksa di sublingual
2. Denyut Nadi
            a. kecepatan, irama, volume
            b. apikal, radikal, pedal
3. Respirasi
            a. kecepatan, irama dan kedalama
            b. pernafasan tidak teratur
4. tekanan darah
            a. saat berbaring, duduk, berdiri
            b. hipotensi akibat posisi tubuh

5. BB perlahan hilang pada beberapa thn terakhir
6. Tingkat orientsi
7. Memori /ingatan
8. Pola tidur
9. Penyesuaian psikososial


Sistem Persarafan
  1. Kesimetrisan raut wajah
  2. Tingkat kesadaran, adanya perubahan dari otak
            a. tidak semua orang menjadi senilis
            b. kebanyakan mempunyai daya ingatan            menurun atau melemah
  1. Mata ; pergerakan, kejelasan melihat, adanya katarak’
  2. Pupil ; kesamaan, dilatasi
  3. Ketajaman penglihatan menurun karena menua:
            a. jangan di uji di depan jendela
            b. gunakan tangan atau gambar
            c. cek kondisi kacamata

6. Gangguan Sensori
7. Ketajaman Pendengaran
      a. apakah menggunakan alat bantu dengar
      b. Tinitus (berdengung)
      c. serumen telinga bagian luar, jangan dibersihkan
8.
Adanya rasa sakit atau nyeri

Sistem Kardiovaskuler
  1. Sirkulasi perifer, warna, dan kehangatan
  2. Auskultasi denyut nadi apikal
  3. Periksa adanya pembengkakan vena jugularis
  4. Pusing
  5. Sakit / nyeri
  6. edema

Sistem gastrointestinal
  1. Status gizi
  2. Asupan diet
  3. Anoreksia, tidak dapat mencerna, mual, muntah
  4. Mengunyah, menelan
  5. Keadaan gigi, rahang, dan rongga mulut
  6. Auskultasi bising usus
  7. Palpasi, apakah perut kembung, ada pelebaran kolon
  8. Apakah ada konstipasi (sembelit), diare, inkontinensia alvi

Sistem genitourinaria
  1. Urine (warna dan bau)
  2. Distensi kandung kemih, inkontinensia (tidak dapat menahan untuk buang air kecil)
  3. Frekuensi, tekanan, atau desakan
  4. Pemasukan dan pengeluran cairan
  5. Disuria
  6. Seksualitas
            a. kurang minat melakukan hubungan seks
            b. adanya disfungsi seksual
            c. gangg. ereksi
            d. dorongan/daya seks menurun
            e. adanya kecacatan sosial yg mengarah ke aktivitas seksual

Sistem Kulit
  1. Kulit
            a. temperatur, tingkat kelembapan
            b. keutuhan kulit ; luka terbuka, robekan
            c. Turgor (kekenyalan kulit)
            d. perubahan pigmen

  1. Adanya jaringan parut
            a. keadaan kuku
            b. keadaan rambut
            c. adanya gangg. Umum

Sistem Muskuloskletal

  1. Kontraktur
            a. atrofi otot
            b. tendon mengecil
            c. ketidakadekuatan gerakan sendi
2. Tingkat mobilisasi
      a. ambulasi dengan atau tanpa bantuan peralatan
      b. keterbatasan gerak
      c. kemampuan melangkah atau berjalan
3. Gerakan sendi
4. Paralisis
5. Kifosis

Psikososial

  1. Menunjukkan tanda mengingkatnya ketergantungan
  2. Fokus pada diri bertambah
  3. Memperlihatkan semakin sempitnya perhatian
  4. Membutuhkan bukti nyata rasa kasih sayang yang berlebihan


DIAGNOSIS KEPERAWATAN

DP FISIK
         Gang. nutrisi : kurang / lebih dari kebutuhan tubuh yg berhubungan dgn asupan tidak adekuat
         Gang. persepsi sensori ; pendengaran, penglihatan, yg berhubungan dengan adanya hambatan penerimaan dan pengiriman rangsangan
         Kurang perawatan diri yg berhubungan dgn dgn penurunan minat dalam merawat diri
         Potensi / resiko fisik yg berhubungan dgn penurunan fungsi tubuh
         Gangg. pola tidur yg berhubungan dgn kecemasan atau nyeri
         Perubahan pola eliminasi yg berhubungan dgn penyempitan jalan nafas atau adanya sekret pada jalan nafas
         Gang. Mobilitas fisik yang berhubungan dengan kekuatan sendi dan lain-lain. 

Psikososial
  1. Reaksi berkabung/berduka yg berhubungan dengan ditinggal pasangan
  2. Penolakan terhadap proses penuaan yg berhubungan dgn ketidakseiapan menghadapi kematian
  3. Marah terhadap Tuhan yang berhubungan dgn kegagalan yang dialami
  4. Perasaan tidak tenang yg berhubungan dgn ketidakmampuan melakukan ibadah secara tepat.

Rencana Keperawatan

Rencana Keperawatan dapat :
1. Melibatkan klien dan keluarganya dalam perencanaan
2. Bekerja sama dgn profesi kesehatan lainnya
3. Menentukan prioritas
            a. Klien mungkin puas dgn situasi demikian
            b. bangkitkan perubahan, tetapi jangan memaksakan
            c. keamanan atau rasa aman adalah kebutuhan yang      utama
            d. cegah timbulnya masalah
4. Sediakan cukup waktu bagi klien untuk mendapatkan masukan
5. tulis semua rencana dan jadwal

Tujuan tindakan keperawatan lanjut usia diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar, antara lain memenuhi kebutuhan nutrisi, meningkatkan keamanan dan keselamatan, memelihara kebersihan  diri, memelihara keseimbangan istirahat / tidur, dan  meningkatkan hubungan interpersonal melalui komunikasi efektif.
  1. Pemenuhan kebutuhan nutrisi. Penyebab gang. nutrisi pada lansia :
            a. penurunan alat penciuman dan pengecap
            b. pengunyahan kurang sempurna
c. Gigi yang tidak lengkap
d. Rasa penuh pada perut dan susah BAB
e. melemahnya otot lambung dan usus

Masalah Gizi pada Lansia :
1.            Gizi berlebih
2.            Gizi kurang
3.            Kekurangan vitamin
4.            Kelebihan vitamin














































PERAWATAN SEHARI-HARI
Berikut perawatan yang harus diberikan kepada klien lanjut usia, terutama yang berhubungan dengan kebersihan perseorangan.

Kebersihan Mulut dan Gigi

Kebersihan mulut dan gigi harus tetap dijaga dengan menyikat gigi dan berkumur secara teratur meskipun sudah ompong. Bagi yang masih aktif dan masih mempunyai gigi cukup lengkap, ia dapat menyikat giginya sendiri sekurang-kurangnya dua kali dalam sehari, pagi saat bangun tidur dan malam sebelum tidur.
            Bagi lanjut usia yang menggunakan gigi palsu (prostese), dapat dirawat sebagai berikut :
1.      Gigi palsu dilepas, dikeluarkan dari mulut dengan menggunakan kain kasa atau sapu tangan yang bersih. Bila mengalami kesulitan, ia dapat dibantu oleh keluarga/perawat.
2.      Kemudian, gigi palsu disikat perlahan di bawah air mengalir sampai bersih. Bila perlu pasta gigi dapat digunakan.
3.      Pada waktu tidur, gigi palsu tidak dipakai dan direndam di dalam air bersih dalam gelas. Tidak boleh direndam dalam air panas atau dijemur. Bagi yang sudah tidak mempunyai gigi atau tidak memakai gigi palsu, setiap kali habis makan, ia harus berkumur-kumur untuk mengeluarkan sisa makanan yang melekat diantara gigi. Bagi yang masih mempunyai gigi, tetapi karena kondisinya lemah atau lumpuh, usaha membersihkan gigi dan mulut dapat dilakukan dengan bantuan keluarga atau jika tinggal di panti, ia bisa dibantu perawat atau petugas.

Perawatan gigi untuk lanjut usia

Alat
  1. Sikat gigi (oleskan pasta gigi secukupnya di atas sikat gigi).
  2. Air bersih dalam gelas untuk kumur.
  3. Baskom plastik berukuran sedang untuk membuang air kumur.
  4. Handuk untuk alas di dada agar tidak basah dan untuk mengelap mulut setelah sikat gigi selesai.

Cara
  1. Alat (Baskom, sikat gigi, pasta gigi dan handuk) diletakkan di atas meja kecil atau kursi dekat tempat tidur.
  2. Usahakan duduk dengan posisi yang nyaman. Bila tidak dapat duduk, usahakan untuk dapat duduk setengah miring dengan cara meninggikan bantal untuk menahan punggungnya.
  3. Handuk direntangkan melebar sehingga menutup dada agar tidak basah.
  4. Sikat gigi secara perlahan, mulai dari bagian luar, lalu ke dalam dan ke belakang gigi. Arah menyikat dari atas ke bawah untuk gigi bagian atas, dan dari bawah ke atas untuk gigi bagian bawah agar kotoran/sisa makanan dapat tersapu.
  5. Beri air bersih untuk kumur sampai bersih.
  6. Sisa air kumur dituangkan dan ditampung dalam baskom plastik.
  7. Bersihkan sekitar mulut dengan handuk hingga bersih dan kering.

Kebersihan Kulit dan Badan

Fungsi kulit antara lain :
1.      Melindungi bagian tubuh/jaringan di bawahnya terhadap pukulan, untuk mencegah masuknya kuman penyakit, kedinginan, dan lain-lain.
2.      Sebagai panca indera perasa dan peraba.
3.      Mengatur suhu badan.
4.      Mengeluarkan ampas berupa zat yang tidak terpakai (keringat).
5.      Tempat memasukkan obat injeksi.

Kulit menerima berbagai rangsangan (stimulus) dari luar. Kulit merupakan pintu masuk ke dalam tubuh. Kebersihan kulit mencerminkan kesadaran seseorang terhadap pentingnya arti kebersihan. Kebersihan kulit dan kerapian dalam berpakaian klien lanjut usia perlu tetap diperhatikan agar penampilan mereka tetap segar. Usaha membersihkan kulit dapat dilakukan dengan cara mandi setiap hari secara teratur, paling sedikit dua kali sehari.
Manfaat mandi ialah menghilangkan bau, menghilangkan kotoran, merangsang peredaran darah, dan memberikan kesegaran pada tubuh.  Pengawasan yang perlu dilakukan selama perawatan kulit adalah :
  1. Memeriksa ada/tidaknya lecet.
  2. Mengoleskan minyak pelembab kulit setiap selesai mandi agar kulit tidak terlalu kering atau keriput.
  3. Menggunakan air hangat untuk mandi, yang berguna merangsang peredaran darah dan mencegah kedinginan.
  4. Menggunakan sabun yang halus dan jangan terlalu sering karena hal ini dapat mempengaruhi keadaan kulit yang sudah kering dan keriput.

Memandikan klien lanjut usia

Persiapan
1.      Sediakan air hangat kuku dalam dua buah baskom.
2.      Sediakan waslap (handuk kecil) dan handuk. Jika mungkin, masing-masing dua buah.
3.      Sabun mandi dalam tempatnya.
4.      Talk bedak atau losion badan (krem pelembab).
5.      Pakaian dan sapu tangan bersih, sisir untuk wanita, mungkin juga bedak.

Pelaksanaan
1.      Setelah semua alat tersedia, tutup pintu dan jendela.
2.      Jelaskan kepada klien mengenai kegiatan yang akan dilakukan.
3.      Buka pakaian, bagian atas, bentangkan handuk di atas dada, kemudian mulai menyeka bagian wajah (tanpa sabun, kecuali diminta).
4.      Bilas dengan waslap hingga bersih dan kering.
5.      Kemudian berturut-turut menyeka tangan dan lengan. Mulai lengan dan tangan yang jauh dari penolong, kemudian tangan dan lengan yang dekat. Seka bagian dada seperti lengan dan tangan, lalu keringkan dan beri talk atau losion.
6.      Setelah selesai, tutup dada dengan kain selimut, lalu keringkan. Beri losion dan talk.
7.      Bagian akhir yang diseka anggota badan bagian bawah. Seka anggota badan bagian bawah dengan air bersih sebelumnya. Lalu, seka selangkangan atau bagian kemaluan. Jangan sampai ada sisa sabun yang tertinggal. Yakinkan keadaan klien benar-benar bersih dan kering.
8.      Ganti pakaian yang bersih, rapikan tempat tidur.

Apakah dekubitus itu? Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang, akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan denga bertambahnya usia, antara lain :
1.      Berkurangnya jaringan lemak subkutan.
2.      Berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas.
3.      Menurunya efisiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.
4.      Ada kecenderungan lanjut usia mengalami imobilisasi sehingga berpotensi terjadi dekubitus.

Faktor Penyebab Dekubitus

Faktor Intrinsik (tubuh sendiri)
·        Status gizi (kurus)
·        Anemia
·        Adanya hipoalbuminemia
·        Adanya penyakit neurologis
·        Adanya penyakit pembuluh darah
·        Adanya dehidrasi

Faktor ekstrinsik
·        Tempat tidur kurang bersih
·        Alat tenun yang kusut dan kotor
·        Kurangnya perawatan/perhatian yang baik dari perawat.

Dekubitus dapat dibagi dalam empat derajat, yakni :
Derajat I           Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis.
                        Daerah yang tertekan tampak kemerahan/eritema atau lecet saja.
Derajat II         Reaksi lebih dalam sampai mencapai dermis, ulkus dangkal dengan tepi yang jelas, dan ada perubahan pigmen kulit.
Derajat III        Ulkus menjadi lebih dalam meliputi jaringan lemak subkutan dan cekung, berbatasan dengan fasia otot; sudah mulai infeksi dengan jaringan nekrotik yang bau.
Derajat IV        Ulkus meluas sampai menembus otot sehingga di dasar ulkus terlihat tulang yang bisa terinfeksi dan berakibat osteomislitis.

            Bila terjadi dekubitus, segera tentukan stadium atau derajatnya, dan beri tindakan medis dan keperawatan yang sesuai (Vander Cammen, 1991).

Perawatan Dekubitus

Dekubitus I
Kulit yang kemerahan dibersihkan secara hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi losion, kemudian dimasase 2-3 kali/hari, dan dilakukan perubahan posisi tidur (miring kanan, terlentang, dan miring kiri).

Dekubitus II
Di sini sudah terjadi ulkus yang dangkal. Saat merawat luka, perawat harus memperhatikan syarat antiseptik. Daerah bersangkutan digosok dengan es dan dihembus dengan udara hangat bergantian untuk merangsang sirkulasi. Dapat diberikan salep tropikal untuk merangsang granulasi. Jangan terlalu sering melakukan penggantian balutan salep karena dapat merusak pertumbuhan jaringan yang diharapkan.

Dekubitus III
Ulkus sudah dalam dan menggaung atau cekung sampai pada bungkus otot dan sering sudah ada infeksi. Usahakan luka selalu bersih dan eksudat mengalir keluar. Balutan jangan terlalu tebal dan sebaiknya transparan sehingga permeabel untuk masuknya udara/oksigen dan penguapan. Kelembaban luka dijaga tetap basah. Bila perlu, lakukan pengompresan karena akan mempermudah regenerasi sel kulit. Jika luka kotor, cuci dengan larutan NaCl fisiologis, dan jika perlu, berikan antibiotika sistemik.

Dekubitus IV
Ulkus meluas sampai pada dasar dan sering pula disertai jaringan nekrotik. Semua langkah di atas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik yang ada harus dibersihkan dan jika perlu, dibuang, karena akan menghalangi pertumbuhan jaringan/epitelisasi. Setelah jaringan nekrotik dibuang dan luka bersih, penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan. Beberapa usaha mempercepat, antara lain dengan memberi oksigenasi pada daerah luka, tindakan dengan ultrasuara untuk membuka sumbatan pembuluh darah, dan sampai pada transplantasi kulit setempat. Mortalitas dekubitus derajat IV ini dapat mencapai 40%.

            Oleh karena itu, walaupun ulkus telah sembuh, kemungkinan kambuh di daerah tersebut harus di perhatikan. Perawatan rehabilitasi dasar juga dapat diberikan, misalnya latihan menggerakkan sendi, perawatan pernapasan, dan otot (Depkes, 19931b).

Kebersihan Kepala dan Rambut

Seperti juga kuku, rambut tumbuh di luar epidermis. Pertumbuhan ini terjadi karena rambut mendapat makanan dari pembuluh darah di sekitar rambut. Warna rambut ditentukan oleh adanya pigmen. Bila tidak dibersihkan, rambut menjadi kotor dan debu melekat pada rambut. Tujuan membersihkan kepala adalah menghilangkan debu dan kotoran yang melekat di rambut dan kulit kepala. Klien lanjut usia yang masih aktif dapat mencuci rambutnya sendiri. Hal yang perlu diperhatikan :
1.      Bila terdapat ketombe atau kutu rambut, obat dapat diberikan, misalnya preditox.
2.      Untuk rambut yang kering, bisa diberi minyak atau orang-aring atau lainnya.
3.      Untuk mereka yang sama sekali tidak mencuci rambutnya sendiri, baik karena sakit atau kondisi fisiknya yang tidak memungkinkan, dapat mencuci rambut di tempat tidur dengan bantuan salah satu anggota keluarga atau perawat.
4.      Bila lanjut usia lebih sering atau banyak berbaring di tempat tidur, perawat harus lebih memperhatikan kebersihan rambut klien, mengingat posisi tidur sering membuat rambut kusut, kering, bau dan gatal.

Mencuci Rambut

Persiapan
  1. Sediakan air hangat secukupnya di baskom/ember plastik. Satu ember berisi air hangat dan satu lagi untuk menampung air kotor.
  2. Siapkan sampo, sisir, handuk, dan alas dari kain karet atau plastik.

Pelaksanaan
  1. Letakkan kepala ditepi tempat tidur dan beri alas kain karet atau kain plastik di bawah kepala, yang dihubungkan dengan ember kosong penampung air kotor yang diletakkan di bawah tempat tidur.
  2. Basahi rambut sedikit demi sedikit dan bubuhkan sampo, lakukan 2 kali kemudian bilas sampai bersih.
  3. Usapkan dan gosok sampo itu di kepala hingga rata.
  4. Bilas sampai bersih.
  5. Keringkan dengan handuk.

Yang harus diperhatikan saat mencuci rambut di tempat tidur :
1.      Bilas sisa sabun, sampo harus bersih agar tidak menimbulkan rasa gatal atau ketombe dan timbul energi.
2.      Letakkan handuk sebagai alas di atas bantal, kemudian sisir rambut dengan hati-hati.
3.      Miringkan kepala agar rambut mudah dijalin, terutama bagi yang berambut panjang. Lepaskan rambut yang melekat pada sisir dan masukkan ke dalam penampung yang berisikan larutan lisol.

Pemeliharaan Kuku

Kuku yang panjang mudah menyebabkan berkumpulnya kotoran, bahkan kuman penyakit. Oleh karena itu, lanjut usia harus selalu secara teratur memotongnya dan jangan terlalu pendek karena akan terasa sakit.



Kebersihan Tempat Tidur dan Posisi Tidur

Tempat tidur yang bersih dapat memberi perasaan nyaman pada waktu tidur. Oleh karena itu, kebersihan tempat tidur perlu sekali diperhatikan. Namun, bila kondisi fisik lanjut usia masih aktif, mereka cukup diberikan pengarahan cara membersihkan tempat tidur.
            Bantuan yang dapat diberikan kepada klien lanjut usia yang masih aktif, misalnya:
1.       Bila keadaan kasur cekung di tengah, sebaiknya kasur dibalik setiap kali membersihkan tempat tidur.
2.       Alas kasur ditarik kencang dan ujung-ujungnya dilipat dan disorongkan ke bawah kasur sehingga tidak mudah menimbulkan lipatan yang mungkin menyebabkan lecet.
3.       Alas kasur atau seprai diganti setiap 3 kali sehari, kecuali kotor.
4.       Bagi klien lanjut usia yang mengalami inkontinensia urine, alas kasur diganti setiap kali basah. Kasur dijemur di panas matahari setiap hari.

Bantuan/pertolongan pasif. Bagi klien lanjut usia yang terus-menerus beristirahat di tempat tidur, harus selalu diusahakan dapat beristirahat di tempat tidur, harus selalu diusahakan dapat beristirahat atau tidur dalam keadaan atau posisi yang menyenangkan atau nyaman. Usahakan pula agar bantal tidak terlalu lunak atau terlalu keras. Latihan bangun dan tidur atas usaha sendiri perlu dibina, bukan saja agar otot badan tetap aktif, tetapi juga untuk menghindari pegal dan mencegah atrofi. Letak atau posisi tidur harus diatur sedemikian rupa sehingga klien merasa enak, dan harus sering diubah agar tidak timbul luka lecet atau dekubitus akibat penekanan yang terus menerus.
Letak atau posisi tidur dapat diatur, antara lain :
1.      Letakkan guling di bawah kedua lututnya. Usahakan agar kakinya tidak tergelincir jatuh ke samping dan tidak dalam posisi drop foot.
2.      Untuk mencegah luka lecet (dekubitus), tumit dan bokong diberi bantal angin (windring).
3.      Agar dapat tidur telentang dengan punggung dan bokong lurus, sebaiknya letakkan papan di bawah kasurnya jika tempat tidur tersebut terdiri dari kawat (springbed).
4.      Letakkan atau posisi setengah duduk. Bagian kepala tempat tidur diberi sandaran kursi atau papan.

Catatan :
1.      Bagi klien yang mengalami inkontinensia urine sebaiknya diberi alas perlak karet/plastik untuk melindungi kasur.
2.      Kebersihan mutlak diperhatikan untuk mencegah adanya semut atau binatang kecil lainnya.
3.      Jika tidak dalam keadaan tidur, sebaliknya klien diberi aktifitas untuk melatih pergerakan otot supaya tidak kaku atau merasa gelisah.
4.      Kesabaran dan ketekunan keluarga yang merawat klien lanjut usia mutlak perlu ditunjukkan agar klien lanjut usia tetap merasa diperhatikan.

Asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan dengan kondisi lanjut usia itu aktif atau pasif. Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan yang dapat diberikan berupa dukungan higiene personal (mis; kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu), kebersihan diri (termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata dan telinga), kebersihan lingkungan (tempat tidur dan ruangan), makanan yang sesuai (mis; porsi kecil, bergizi, bervariasi dan mudah dicerna), sehingga kesegaran jasmani tetap terpelihara. Bagi lanjut usia yang pasif dan bergantung pada orang lain, perawat perlu memperhatikan dalam memberi asuhan usia aktif. Di sini diperlukan sekali dukungan keluarga, khususnya lanjut usia yang mengalami kelumpuhan agar jangan sampai terjadi dekubitus (lecet).

PENDEKATAN PERAWATAN LANJUT USIA

Pendekatan Fisik

Perawatan dengan pendekatan fisik memperhatikan kesehatan, kebutuhan kejadian yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau ditekan progresivitasnya. Perawatan fisik umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian, yakni :
1.      Klien lanjut usia yang masih aktif memiliki keadaan fisik yang masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhan sehari-hari, ia masih mampu melakukan sendiri.
2.      Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia ini, terutama tentang hal yang berhubungan dengan kebersihan perseorangan untuk mempertahankan kesehatannya.

Kebersihan perseorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Selain itu, kemunduran kondisi fisik akibat proses menua dapat mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Klien lanjut usia yang masih aktif dapat diberi bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur, posisi tidur, makanan, cara memakan obat, dan cara pindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya.
Hal ini penting karena meskipun tidak selalu ada keluhan atau gejala, lanjut usia memerlukan perawatan. Tidak jarang klien lanjut usia menemui dokter dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif (mis; gangguan serebrovaskular mendadak, trauma, intoksikasi, kejang dan sebagainya), sehingga perlu pengamatan secermat mungkin. Komponen pendekatan fisik yang lebih mendasar adalah memperhatikan dan membantu klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancar, makan (termasuk memilih dan menentukan makanan), minum, eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, duduk, mengubah posisi tidur, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian, mempertahankan suhu badan, melindungi kulit, serta menghindari kecelakaan. Toleransi terhadap kekurangan oksigen sangat menurun pada klien lanjut usia. Oleh karena itu, kekurangan oksigen yang mendadak harus dicegah dengan posisi bersandar pada beberapa bantal, jangan makan terlalu banyak, jangan melakukan gerak badan yang berlebihan, dan sebagainya.
Seorang perawat harus dapat memotivasi klien lanjut usia agar mau dan menerima makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering kali dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini, hidangkan makanan agak lunak atau cair agar klien tidak tersedak (bila perlu pakaikan gigi palsu) waktu makan yang teratur, menu bervariasi dan bergizi, serta makanan yang serasi. Bila ada penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan mereka sesuai dengan diet yang dianjurkan.
Kebersihan perseorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan. Kebersihan badan, tempat tidur, rambut, kuku, mulut atau gigi, perlu mendapatkan perhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi kesehatan klien lanjut usia.
Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan. Hal ini harus dilakukan pada klien lanjut usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau dilakukan secara berkala bila klien memperlihatkan kelainan (mis; batuk, pilek), terutama bagi klien lanjut usia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha. Jika ada keluhan insomnia, harus dicari penyebabnya, kemudian komunikasi dengan mereka tentang cara pemecahannya.
Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lanjut usia, membimbing dengan sabar dan ramah, sambil bertanya tentang apa keluhan yang dirasakan dalam hal tidur, makan, apakan obat sudah diminum, apakah mereka melaksanakan ibadah, dan sebagainya.

Pendekatan Psikis

Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien lanjut usia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung dan interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab.
            Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluahan agar lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip “Triple S”, yaitu sabar, simpatik dan servis.
            Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari lingkungan, termasuk perawat yang memberi perawatan. Oleh karena itu, perawat harus menciptakan suasana yang aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya.
            Perawat harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat ketidakmampuan fisik dan kelainan yang dideritanya. Hal ini perlu dilakukan karena perubahan fsikologi terjadi bersamaan dengan semakin lanjutnya usia.perubahan ini meliputi gejala seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tidur di siang hari, dan pergeseran libido.
            Perawat harus sabar mendengarkan cerita masa lampau klien yang membosankan. Jangan menertawakan atau memarahi klien lanjut usia yang lupa atau melakukan kesalahan dan kemunduran ingatan akan mewarnai tingkah laku mereka.
            Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap. Perawat harus dapat mendukung mental mereka ke arah pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban.

Pendekatan Sosial
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama sesama klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial, baik antara lanjut usia dan lanjut usia maupun lanjut usia dan perawat.
            Perawat meberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada lanjut usia untuk menadakan komunikasi, melakukan rekreasi (mis; jalan pagi, menonton film, atau hiburan lain). Lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar misalnya kabar dan majalah. Pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak kalah pentingnya dengan upaya pendekatan medis dalam proses penyembuhan atau ketenangan klien lanjut usia.
            Untuk menghilangkan rasa jemu dan menimbulkan perhatian terhadap sekelilingnya, perlu diberi kesempatan kepada lanjut usia untuk menikmati keadaan diluar. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai usaha, antara lain selalu mengadakan kontak dengan mereka, senasib dan sepenanggungan, mempunyai hak dan kewajiban bersama. Komunikasi sangat penting.
            Dengan demikian, perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi, baik dengan sesama mereka mupun dengan petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia, termasuk asuha keperawatan lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha.

Pendekatan Spiritual

Perawat harus bisa memberi ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungan lanjut usia dengan Tuhan atau agama yang dianutnya, terutama bila lanjut usia dalam keadaan sakit atau mendekati kematian. Dalam kaitannya dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang mendekati kematian, DR. Tony Setiabudi mengemukakan bahwa maut seringkali menggugah rasa takut. Rasa takut semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti ketidakpastian terhadap pengalaman, selanjutnya adanya rasa sakit/penderitaan yang sering menyertainya, kegelisahan akan tidak berkumpul lagi dengan keluarga/lingkungan sekitarnya, dan sebagainya.
            Dalam menghadapi kematian, setiap klien lanjut usia akan memberi reaksi yang berbeda, bergantung pada kepribadian dan cara mereka menghadapi hidup. Oleh karena itu, perawat harus meneliti dengan cermat, aoa kelemahan dan kekuatan klien, agar perawat selanjutnya lebih terarah. Bila kelamahan terletak pada segi spiritual,  sudah selayaknya perawat memberi kesempatan untuk melakukan ibadahnya atau secara langsung memberi bimbingan rohani dengan menganjurkan melaksanakan ibadahnya seperti membaca kitab atau membantu dalam menunaikan kewajiban terhadap agama yang dianutnya.
            Apabila kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga, perawat harus dapat meyakinkan bahwa kalaupun keluarga ditinggalkan masih ada orang lain yang mengurus mereka.
            Umumnya pada waktu kematian akan datang, agama atau kepercayaan seseorang merupakan faktor yang sangat penting sekali. Pada waktu inilah kehadiran seorang imam sangat perlu untuk menenangkan klien lanjut usia/ dengan demikian pendekatan perawat kepada klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik yakni membantu mereka dalam keterbatasan fisik saja, melainkan perawat lebih dituntun menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.

KEBUTUHAN NUTRISI PADA LANJUT USIA

Kebutuhan gizi klien lanjut usia perlu dipenuhi secara adekuat untuk kelangsungan proses pergantian sel dalam tubuh, mengatasi proses menua, dan memperlambat terjadinya usia biologis. Kebutuhan kalori pada klien lanjut usia berkurang diakibatkan kegiatan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya untuk jantung, usus, pernapasan, ginjal dan lain-lain. Kebutuhan klien lanjut usia tidak melebihi 1700 kalori, sebaiknya disesuaikan dengan macam kegiatannya. Kebutuhan protein normal usia lanjut adalah 1 gram/kg BB/hari.
            Makanan yang mengandung lemak hewani harus dikurangi, misalnya daging sapi, daging kerbau, kuning telur, otak dan lain-lain. Lanjut usia disarankan mengkonsumsi makanan tambahan yang banyak mengandung kalsium (Ca) atau zat kapur. Kebutuhan kalsium klien lanjut usia adalah 14,1 mg/kg BB/hari. Zat besi perlu diberikan untuk memperlancar pembentukan darah. Pemeberian garam natrium harus dikurangi karena kemungkinan adanya tekanan darah tinggi. Untuk menghindari konstipasi (sembelit), klien lanjut usia harus diberi makanan yang cukup serat, misalnya beras tumbuk, akar-akar hijau, kacang-kacangan, buah-buahan, serta banyak minum (1500-2000 cc) yang sekaligus berguna membantu kerja ginjal.

Faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi lanjut usia.
  1. Berkurangnya kemampuan mencerna makanan (akibat kerusakan gigi/ompong)
  2. Berkurangnya cita rasa
  3. Berkurangnya koordinasi otot.
  4. Keadaan fisik yang kurang baik.
  5. Faktor ekonomi dan sosial
  6. Faktor penyerapan makanan (daya absorbsi).

MASALAH GIZI PADA LANJUT USIA

Masalah gizi tidak hanya terjadi pada balita dan ibu hamil, tetapi ternyata sering kali menimpa lanjut usia. Hal yang perlu mendapat perhatian ialah gizi berlebih, gizi kurang dan kekurangan vitamin.

Gizi Berlebih.

Gizi berlebihan pada lanjut usia banyak terdapat di negara barat dan kota besar. Kebiasaan makan banyak pada waktu muda menyebabkan berat badan berlebih, apalagi pada lanjut usia karena penggunaan kalori berkurang karena aktifitas fisik. Kebiasaan tersebut sulit diubah karena klien lanjut usia sulit untuk mengurangi makanan. Kegemukan merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit, misalnya penyakit jantung, diabetes melitus, penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi.

Gizi Kurang

Gizi kurang sering disebabkan oleh masalah sosial-ekonomi dan juga karena gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang dibutuhkan, hal tersebut menyebabkan berat badan berkurang dari normal. Apabila kondisi ini disertai kekurangan protein, kerusakan sel yang terjadi tidak dapat diperbaiki. Akibatnya, rambut rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun, atau mudah terkena infeksi pada organ tubuh yang vital.
Faktor penyebab malnutrisi pada lanjut usia
  1. Penyebab akut dan kronis
  2. Keterbatasan sumber/penghasilan
  3. Faktor psikologis
  4. Hilangnya gigi
  5. Kesalahan dalam pola makan
  6. Kurangnya energi untuk mempersiapkan makanan
  7. Kurang pengetahuan tentang nutrisi yang tepat.

Kekurangan Vitamin

Bila lanjut usia kurang mengkonsumsi buah dan sayur, ditambah kekurangan protein dalam makanan, hal tersebut mengakibatkan nafsu makan berkurang, penglihatan mundur, kulit kering, lesu, lemah, lunglai dan tidak semangat.

PENGKAJIAN STATUS GIZI

Perawat harus melakukan pengkajian status gizi secara cermat dan sebaiknya menggunakan lebih dari satu parameter. Pertama, menggunakan pengukuran antropometrik, yaitu mengukur tinggi badan (TB) dan berat badan (BB), kemudian menghitung indeks massa tubuh (IMT). IMT dihitung dengan membagi berat badan (dalam kilogram) dengan kuadrat TB (dalam meter persegi). IMT normal untuk perempuan 17-23, sedangkan untuk laki-laki adalah 18-25 lihat rumus.


 





Pada saat mengukur tinggi badan seorang lanjut usia, perlu diingat bahwa lanjut usia dapat mengalami pengurangan tinggi badan seiiring dengan bertambahnya usia. Pengurangan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
  1. komponen cairan tubuh berkurang sehingga diskus intervertebralis relativ kurang mengandung air sehingga menjadi lebih pipih.
  2. semakin tua cenderung semakin kifosis, sehingga tinggi dan tegak lurusnya tulang punggung berkurang.
  3. osteoporosisi yang sering kali terjadi pada wanita lanjut usia akan mudah mengakibatkan fraktur vetebra sehingga tinggi badan berkurang.
  4. penurunan tinggi badan tersebut akan mempengaruhi hasil penghitungan indeks masa tubuh (IMT).

Oleh sebab itu dianjurkan menggunakan ukuran tinggi lutut (knee height) untuk menentukan secara pasti tinggi badan seseorang. Tinggi lutut tidak akan berkurang kecuali jika terdapat fraktur tungkai bawah. Dari tinggi lutut, dapat dihitung tinggi badan sesungguhnya. Perhatikan rumus berikut.


Rounded Rectangle: TB pria     = 59,01 + (0,28 x TL)
TB wanita =  75,00 + (1,91 x TL) – (0.17 x U)

Catatan : TL = tinggi lutut (cm)
     U  = umur (tahun)
 








Selain itu, bisa juga menggunakan parameter laboratorium, yang bisa digunakan, yaitu nilai hemoglabin dan albumin serum. Perlu diperhatikan bahwa waktu paruh albumin adalah 21 hari sehingga pemantauan status gizi dapat pula menggunakan kadar transferin (waktu paruh delapan hari) atau kadar pre-albumin (waktu paruh dua hari).

PEMBERIAN MAKANAN
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian makanan :
  1. Apakah makanan yang disajikan memenuhi kebutuhan gizi.
  2. Sajikan makanan tersebut pada waktunya secara teratur dan dalam porsi kecil saja.
  3. Jangan menunjukkan rasa bosan dalam melayani klien lanjut usia, tunjukkan wajah yang cerah dan gembira.
  4. Beri makanan secara bertahap dan bervariasi, terutama bila nafsu makan kurang.
  5. Perhatikan makanan apa yang disukai atau tidak, agar dapat menentukan jenis makanan yang sesuai dengan seleranya.
  6. Jika mendapat diet tertentu, perhatikan apakah diet tersebut sesuai dengan petunjuk dokter, misalnya untuk diabetes dan tekanan darah tinggi.
  7. Beri makanan yang lunak untuk menghindari konstipasi serta memudahkan mengunyah, terutama bagi klien lanjut usia, yang sudah ompong, misalnya dalam bentuk

Bagi lanjut usia yang mampu sendiri, diharapkan untuk makan sendiri. Keluarga atau perawat membantu menyajikan saja. Usahakan klien didorang untuk mengerjakan sendiri segala sesuatunya. Bagi klien lanjut usia yang tidak mampu bergerak sendiri atau pasif, perlu diberi pertolongan dan bantuan sesuai dengan kebutuhan, misalnya kebutuhan makanannya (perlu disuapi).
Cara pemberian makan lanjut usia :
  1. Posisikan klien setengah duduk.
  2. Periksa apakah mulutnya dalam keadaan bersih.
  3. Letakkan lap makan atau serbet di atas dadanya, guna mencegah bajunya tidak menjadi kotor.
  4. Suapi dengan sendok yang tidak terlalu penuh, lalu masukkan kedalam mulutnya.
  5. Penolong atau perawat dapat berdiri ditempat duduk atau di sisi tempat tidur.
  6. Sediakan waktu yang cukup untuk membantu memberi makan.
  7. Jangan tergesa-gesa agar jalan makanan tidak tergangu dan juga tidak mengganggu atau mengurangi nafsu makan.

Perencanaan Makan untuk Lanjut Usia

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan makan untuk klien lanjut usia:
1.      Porsi makan perlu diperhatikan, jangan terlalu kenyang. Porsi makanan hendaknya diatur merata dalam satu hari sehingga dapat makan lebih sering dengan porsi kecil.
2.      Banyak minum dan kurangi garam. Banyak minum dapat memperlancar pengeluaran sisa makanan. Menghindari makanan yang terlalu asin akan mengurangi kinerja ginjal dan mencegah kemungkinan terjadinya darah tinggi.
3.      Membatasi penggunaan kalori hingga berat badan dalam batas normal, terutama makanan yang manis atau gula dan makanan yang berlemak. Kebutuhan usia diatas 60 tahun 1700 kalori dan diatas 70 tahun adalah 1500 kalori.
4.      Bagi lanjut usia yang proses penuaannya sudah lebih lanjut, hal berikut perlu diperhatikan :
a.       Mengkonsumsi makanan yang mudah dicerna.
b.      Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan gorengan.
c.       Bila kesulitan mengunyah karena gigi rusak atau gigi palsu kurang baik, makanan harus lunak/lembek atau dicincang.
d.      Makan dalam porsi kecil, tetapi sering.
e.       Makanan kudapan, susu, buah dan sari buah sebaiknya diberikan.
5.      Batasi minuman kopi dan teh. Minuman tersebut boleh diberikan, tetapi harus diencerkan karena berguna untuk merangsang gerakan usus dan menambah nafsu makan.

Menu Seimbang untuk Lanjut Usia

Menu adalah susunan hidangan yang dipersiapkan atau disajikan pada waktu makan. Menu seimbang untuk lanjut usia adalah susunan makanan yang mengandung cukup semua unsur gizi yang dibutuhkan lanjut usia.
Syarat menu seimbang untuk lanjut usia sehat :
1.      Mengandung zat gizi beraneka ragam bahan makanan yang terdiri atas zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.
2.      Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi lanjut usia adalah 50% dari hidrat arang yang merupakan hidrat arang kompleks (sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian).
3.      Jumlah lemak dalam makanan dibatasi, yaitu 25-30% dari total kalori.
4.      Jumlah protein yang baik dikonsumsi disesuaikan dengan lanjut usia, yaitu 8-10% dari total kalori.
5.      Dianjurkan mengandung tinggi serat (selulosa) yang bersumber pada buah, sayur, dan macam-macam pati, yang dikonsumsi dalam jumlah secara bertahap.
6.      Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non fat, yoghurt dan ikan.
7.      Makanan mengandung tinggi zat besi (Fe), seperti kacang-kacangan, hati, daging, bayam, atau sayuran hijau.
8.      Membatasi penggunaan garam. Perhatikan label makanan yang mengandung garam, misalnya monosodium glutamat, natrium bikarbonat dan natrium sitrat.
9.      Bahan makanan sebagai sumber gizi sebaiknya dari bahan makanan yang segar dan mudah dicerna.
10.  Hindari bahan makanan yang mengandung tinggi alkohol.
11.  Pilih makanan yang mudah dikunyah seperti makanan lunak.

Syarat menu untuk lanjut usia dengan berat badan yang kurang :
1.      Jika lanjut usia mengalami kekurangan berat badan, makanan yang diberikan adalah yang mengandung tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP).
2.      Diet TKTP terdiri atas TKTP I dan TKTP II
a.       TKTP I 2100 kalori, protein 85 g (12-15% total kalori)
b.      TKTP II 2500 kalori, protein 100 g.
3.      Bahan makanan yang baik diberikan adalah :
a.       Sumber protein hewani : ayam, telur, hati, susu, keju, dan ikan.
b.      Sumber protein nabati : kacang-kacangan, tahu, tempe, dan oncom.
Bahan makanan yang perlu dihindari adalah gula-gula, dodol, cake, dan makanan yang manis.
4.      Cara pemberian makanan dengan berat badan yang rendah adalah makanan biasa dengan diberi makanan tambahan.

Contoh menu bagi lanjut usia dengan berat badan rendah :

Komposisi : kalori 2100, protein 85 gram, karbohidrat 325, dan lemak 40 gram.

Pagi
Sarapan
·        1 gelas susu (2 sdm susu bubuk full cream) + gula
·        Roti isi telur (1 butir telur)
·        1 potong buah (100 gram).

Pukul 10.00
·        1 gelas sari buah
·        Kue sus

Siang
·        10 sdm nasi (200 gram)
·        1 potong besar ikan/daging/ayam (100 g)
·        1 mangkuk sayur (100 g)
·        1 potong buah (100 g)

Pukul 16.00
·        1 gelas bubur kacang hijau (50 gram kacang hijau + santan secukupnya).

Malam
·        10 sdm nasi (200 g)
·        1 potong ikan/daging/ayam (75 g)
·        Sayuran secukupnya
·        1 potong buah (100 g)

Menjelang tidur
·        1 gelas susu (2 sdm susu bubuk full cream)














                                                            Ditambah (+)

Waktu
TKTP I
TKTP II
Pagi
1 gelas susu
1 butir telur
1 potong daging
1 gelas susu
1 potong daging
1 gelas susu
1 butir telur
1 butir telur
           
Keterangan : 1 gelas susu = 200 g susu bubuk; 1 butir telur = 50 g;
1 potong daging = 50 g.

Gambar 5-3. Pola pemenuhan kebutuhan makanan untuk lanjut usia dengan berat badan rendah.

Syarat menu untuk lanjut usia dengan berat badan lebih (kegemukan) :
1.      Jika berat badan berlebih (kegemukan), konsumsi eneegi harus dikurangi sampai mencapai berat badan normal.
2.      Diet rendah kalori untuk lanjut usia harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a.       Kalori dikurangi 500 sampai dengan 100 kalori dari kebutuhan normalnya.
b.      Pengurangan kalori sebaiknya dilakukan dari pengurangan karbohidrat dan lemak.
c.       Protein diberikan dalam jumlah normal, dapat juga di atas kebutuhan normal, yaitu 1-1,5 gram per kg berat badan.
d.      Serat diberikan cukup tinggi.
e.       Vitamin dan mineral diberikan dalam jumlah seperti biasa.
f.        Diet rendah kalori terdiri dari :
·        Rendah kalori I (1200 kalori)
·        Rendah kalori II (1500 kalori)
·        Rendah kalori III (1700 kalori)
Yang sering digunakan adalah diet rendah kalori 1500 atau 1700 kalori.

Contoh menu makanan lanjut usia dengan berat badan berlebih (kegemukan)

Komposisi : Kurangi kalori sebesar 500 – 1000 kalori (mis; 1700). Kalori dengan protein 75 gram, lemak 45 gram, dan karbohidrat 249 gram.

Pagi
Sarapan
·        4 sdm nasi (100 gram)
·        1 butir telur (75 gram)
·        1 mangkuk sayuran

Pukul 10.00
·        1 gelas susu (3sdm susu bubuk) + 2 sdt gula
·        1 potong pepaya (100 gram)

Siang
·        6 sdm nasi (150 g)
·        1 potong besar bandeng presto (75 g)
·        1 mangkuk sayur lodeh encer (100 g sayur + 25 g daging sapi)
·        1 potong buah (75 g)

Pukul 16.00
·        Pisang bakar (150 g pisang + 2,5 g margarin)

Malam
·        4 sdm nasi (100 g)
·        1 potong ikan/daging/ayam (75 g)
·        Sayur secukupnya (100 g)
·        1 potong buah (100 g)

Selain cara pemilihan bahan makanan yang bermutu, juga perlu diketahui kandungan gizi dari bahan makanan tersebut ketika menyusun menu lanjut usia. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi lanjut usia sehingga tidak asal kenyang.
Cara praktis menyusun menu dengan nilai gizi yang sesuai dengan kebutuhan lanjut usia tidak terlepas dari syarat tersebut diatas. Gunakan daftar ukuran rumah tangga (URT) dan daftar penukaran bahan makanan.

Contoh cara menilai menu
Menu                        Bahan Makanan
Nasi                          beras                            200 g (1,5 gelas)
Ikan pepes                ikan                              50 g (1 potong sedang)
Perkedel tahu            tahu                              50 g (1 potong sedang)
Sayur bening  bayam                          100 g (1 gelas)
Pepaya                      pepaya                         100 g ( 1 potong sedang)

Nilai gizi yang terkandung dalam menu tersebut adalah :
Energi            575 kalori                                 Karbohidrat      104 gram
Protein          25 gram                                    Lemak              7,5 gram

Tabel 5-1. Nilai gizi yang terkandung dalam menu.
Bahan Makanan
Energi
(kal)
Protein
(g)
Karbohidrat
(g)
Lemak
(g)
Beras 1,5 gelas
Ikan 1 ptg sedang
Tahu 1 ptg sedang
Bayam 1 gelas
Pepaya 1 potong sedang
350
95
40
50
40
8
10
3
3
-
80
-
4
10
10
6
1,5
-
-
-
Total
575
24
104
7,5

PEMBERIAN OBAT

Bila klien lanjut usia mendapat obat atau resep dari dokter, pemberian obat sebaiknya dilakukan tepat pada waktunya. Untuk menghindari kekeliruan serta hal yang dapat berakibat fatal, keluarga atau perawat harus mengawasi apakah obat itu benar diminum sesuai aturan.

Beberapa cara pemberian obat
  1. Melalui mulut (per oral)
  2. Melalui jaringan tubuh (parenteral)
  3. Melalui anus (rektal)
  4. Melalui vagina
  5. Melalui kulit.

Hal yang perlu diingat dan diperhatikan adalah :
1.      Pastikan klien yang dituju.
2.      Waktu pemberian obat harus tepat pada waktunya, misalnya pagi, sore, atau malam serta sebelum atau sesudah makan.
3.      Dosis obat harus diperhatikan serta diteliti secara cermat (memakai ukuran atau dosis yang tepat).
4.      Baca etiket (label) obat yang tertera pada botol atau bungkus obat setiap kali sebelum diberikan.
5.      Jika obat berbentuk cairan, kocok terlebih dahulu dan berikan sesuai dengan takaran yang telah ditentukan, jangan biarkan etiket pada botol menjadi kotor sehingga tidak terbaca lagi.
6.      Jangan lupa sediakan teh atau air minum sebelum obat diberikan.
7.      Kalau tidak dapat menelan obat (pil dengan air), usahakan dengan cairan lain yang aman (mis; dengan pisang atau dihaluskan).
8.      Perhatikan reaksi yang mungkin timbul setelah minum obat (terutama kalau mendapat obat baru), segera laporkan ke dokter atau unit kesehatan terdekat.

Faktor yang mempengaruhi respons obat pada lanjut usia :
1.      Menurunnya absorbsi obat.
a.       Menurunnya HCl lambung.
b.      Perubahan pergerakan gastrointestinal
2.      Perubahan dirtribusi obat.
a.       Menurunnya albumin serum yang mengikat obat.
b.      Tersimpannya obat pada jaringan lemak.
3.      Perubahan metabolisme obat.
a.       Menurunnya aliran darah ke ginjal
b.      Menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus
c.       Menurunnya beberapa fungsi tubulus ginjal.

Untuk menanggulangi gejala yang sering dihadapi oleh lanjut usia dirumah, dapat disediakan beberapa macam obat, antara lain :
1.      Tablet parasetamol/tablet aspirin
a.       Tablet ini biasa digunakan untuk mengurangi rasa sakit. Bila ada gangguan pencernaan, lebih cocok gunakan tablet parasetamol. Jangan menggunakan tablet aspirin, terlebih bila ada luka pada lambung atau usus, hal ini akan lebih memperberat.
b.      Tablet antasid ini dapat digunakan untuk membantu klien yang mengalami gangguan pencernaan. Bila diperlukan, harus dikonsul ke dokter atau puskesmas rutin lebih dari 2 minggu.
c.       Sebotol antiseptik, misalnya hidrogen peroksida.
d.      Plester.
e.       Pembalut.
Perlu diingat bahwa obat adalah setiap zat baik kimia, hewani, atau nabati, memiliki takaran serta bentuk sediaan tertentu, dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit. Namun dapat juga membahayakan jiwa.
2.      Aturan sederhana tentang penggunaan obat dirumah.
a.       Obat yang dibeli sendiri atau sesuai dengan anjuran dokter bukan berarti dapat digunakan sepanjang waktu. Jika obat tersebut tidak ada pengaruhnya selama 5 hari, konsultasikan ke dokter atau puskesmas.
b.      Minum obat harus mengikuti petunjuk dokter.
c.       Jangan memakai obat yang kadarluarsa.
d.      Hati-hati dengan obat yang dibeli sendiri. Selalu konsultasikan hal ini dengan dokter atau ahli.
e.       Buang obat yang telah lama dibeli atau tidak digunakan atua tanyakan kepada ahli (dokter).
3.      Gejala tertentu yang tidak dapat dirawat atau diobati sendiri meliputi :
a.       Sakit pada dada.
b.      Sakit terus menerus pada perut atau kolik hebat.
c.       Terlihat adanya pendarahan pada bagian tubuh.
d.      Sesak nafas dan lain-lain yang berat.
4.      Gejala yang dapat dirawat sendiri.

Gejala
Penyebab
Perawatan di rumah
Obat yang perlu
Intervensi/Sikap
Harus dirujuk
Demam,
Pusing









Batuk










Flu












Sakit pada otot dan sendi yang sering disebut reumatik atau fibrositis












Diare, muntah
Infeksi virus










Infeksi virus jika disertai demam. Namun, bakteri dapat masuk setelah virus merusak sel saluran pernapasan



Infeksi virus yang menyebar ke seluruh tubuh. Oleh karena itu, tidak hanya menyebabkan pilek dan batuk, tetapi juga deman dan sakit pada otot dan pinggang.

Tak diketahui sebabnya. Kemungkinan ada peradangan pada otot atau sekitar sendi. Jika lebih dari satu sendi terpengaruh pada saat yang sama, keadaan ini mengarah menjadi fibrositis.









Keracunan makanan oleh bakteri. Terlalu banyak tepung pada makanan. Spasme dan peradangan pada usus besar. Terlalu banyak obat pencahar. Efek samping antibiotika
Parasetamol/aspirin. Air didihkan dan ditambahkan larutan menthol/balsem, kemudian dihirup.





Hirup uap dari air mendidih yang diberi mentol atau balsem. Minum obat batuk, jika batuknya kering dan merangsang




Demam dapat membuat penderita terasa panas atau dingin. Buka baju jika terasa dan selimut jika terasa dingin agar penderita terasa enak. Beri aspirin atau parasetamol jika sakit atau pusing.

Minum air yang banyak. Rawat batuk / pilek seperti disebutkan sebelumnya. Istirahat bagian yang sakit untuk beberapa jam. Beri kompres botol berisi air panas pada tempat yang sakit. Beri parasetamol atau aspirin. Olahraga secara teratur







Minum air yang banyak, sampai mau muntah pun, minum tetap banyak.
Parasetamol/aspirin mentol/balsem







Mentol atau balsem.
Obat batuk hitam







Parasetamol / aspirin
Mentol / balsem









Parasetamol / aspirin





















Tanyakan kepada apoteker atau dokter
Jangan cemas sehingga ingin memberi obat banyak. Cukup berikan minum air yang banyak. Jangan cemas jika klien tidak ingin makan.

Jangan pergi ke tempat yang berkabut atau yang berudara dingin






Jangan gelisah. Makanlah jika terasa ingin makan, tetapi jangan memaksakan makan. Minum yang banyak, jangan bekerja keras pada 1 minggu setelah flu

Hindari, terutama jenis makanan yang menyebabkan sakitnya. Olahraga teratur yang sudah dianjurkan dokter.














Jangan mengkonsumsi makanan yang dapat menghentikan . jangan menyiapkan makanan untuk orang lain jika lagi diare.
Jarang yang perlu dirujuk, kecuali jika salah satu dari gejala tersebut semakin berkembang.


Jika terjadi terus-menerus lebih dari dua minggu. Jika ada darah pada ludah atau cenderung kehijauan.

Jika gejala ini terdapat lebih dari 3 hari atau jika batuk menjadi hebat, jika ada bronkitis, emfiserna, atau sakit jantung.

Jika telah memakai obat antisakit lebih dari 1 minggu. Jika sakit meningkat pada persendian. Jika keadaan umumnya juga menjadi buruk (mis; BB atau terasa lelah sekali) jika satu persendian menjadi kaku dengan cepat.

Jika terlihat darah atau lendir, sakit perut tidak hilang. Kejang. Jika muntah lebih dari 24 jam orang yang sangat lemah, mudah terpengaruh muntah dan diare segera konsultasikan ke dokter apabila gejala >12 jam.

ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA DENGAN GANGGUAN MENTAL

AGRESI
Agresi adalah suatu tindakan yang bersifat menyerang disertai dengan kekuatan. Tindakan ini dapat disertai tindakan fisik, kata, simbolis. Tindakan ini mungkin saja realistis dan dilakukan demi penjagaan diri, seringkali mengungkapkan keyakinan yang sangat tinggi atau mungkin merupakan tindakan yang tidak realistis atau bahkan ditujukan pada dirinya sendiri.
Gejala yang terjadi umumnya :
1.      Adanya tuntutan yang terus-menerus secara terang-terangan.
2.      Kemarahan terus-menerus yang ditujukan kepada petugas.
3.      Penolakan untuk mendengarkan petugas.
4.      Selalu atau kadang-kadang berusaha melawan bila ada perubahan tindakan keperawatan.
5.      Berbicara kasar.
6.      Bertingkah laku kasar
7.      Selalu atau kadang-kadang tidak memedulikan perintah dokter.

Pertimbangan khusus dalam perawatan :
1.      Tindakan perawatan segera untuk mengenal tingkah laku agresif dengan jalan :
a.       Membatasi tingkah laku yang membahayakan dan menjelaskan alasan tindakan tersebut kepada klien lanjut usia.
b.      Menguatkan fungssi fisik dan fungsi emosi, yang sebelumnya memang berfungsi baik.
c.       Selalu memberi tahu kepada klien lanjut usia tentang tindakan yang akan dilaksanakan.
d.      Mendorong dan menfasilitasi klien lanjut usia untuk mengungkapkan perasaannya sehubungan dengan penyakit atau perawatannya, yaitu dengan :
·        Menggunakan pertanyaan terbuka.
·        Duduk mendampingi dan mendengarkan klien lanjut usia.
·        Jangan mencoba untuk mempertahankan diri, mempertahankan perawatan dirumah sakit. Hal ini hanya akan meningkatkan agitasi klien.
2.      Beralih ke perawatan diri sendiri dengan membimbing atau mengarahkan kembali pengungkapan kebutuhan guna pertahankan kebebasan serta kontrol.
a.       Merencanakan tindakan perawatan, juga bersifat rutin atau sehari-hari bersama klien lanjut usia. Beri keleluasaan kepada mereka sebanyak mungkin dalam mengambil keputusan.
b.      Melakukan penilaian tindakan perawatan tersebut bersama klien lanjut usia.
c.       Memberi kesempatan kepada klien lanjut usia untuk merencanakan serta melakukan hal yang disukainya, misalnya tidur terlambat, merenda, atau membaca.
d.      Memberi pujian terhadap usaha klien dalam mengontrol atau mengekspresikan tinkah laku agresifnya secara konstruktif.
3.      Bekerja sama dengan tim dan keluarga membantu klien lanjut usia secara tepat.
a.       Menjelaskan kepada tim dan keluarga tentang penyebab tingkah laku klien lanjut usia, cara mengendalikan mengatasi perawatan di rumah sakit, mengatasi ketakutan dan kehilangan kontrol yang mungkin muncul.
b.      Memberi pujian terhadap usaha orang lain yang membantu klien lanjut usia mengatasi agresi.
c.       Menekankan kepada petugas perawatan tentang pentingnya tidak memberi hukuman berat atau menghindarkan klien lanjut usia mengatasi masalahnya dengan tingkah laku yang secara fisik merusak dirinya atau orang lain.
MARAH
Pengertian kemarahan adalah rasa tidak senang yang kuat, biasanya karena  konflik atau pertentangan. Gejala yang terjadi umumnya :
1.      Berbicara sembarangan
2.      Sikap yang selalu buruk terhadap orang lain, terutama terhadap petugas atau perawat.
3.      Menolak ikut serta dalam perawatan.
4.      Menolak makan atau minum.
5.      Menolak ketergantungan terhadap petugas.
6.      Melemparkan makanan atau barang.
7.      Mengacaukan peralatan pengobatan pada dirinya (mis; mencabut sel infus)

Pertimbangan khusu dalam perawatan :
1.      Perawatan dini / segera demi penyadaran sikap marah. Untuk mengurangi bila perlu, menghilangkan kemarahan fisik yang membahayakan dengan jalan :
a.       Memberi tahu klien lanjut usia bahwa anda tidak akan membiarkan dirinya melanjutkan tindak kekerasan.
b.      Meluangkan waktu untuk klien lanjut usia, tanyakan kepadanya mengapa marah. Bila klien menolak untuk menjawab, beri contoh tentang hal-hal yang menyebabkan kemarahan.
c.       Membantu dan memberi dorongan pada klien untuk mengekspresikan kemarahan dengan kata-kata. Puji usaha klien lanjut usia yang mau mengenali penyebab kemarahan.
2.      Beralih keperawtan diri sendiri yang mempermudah klien lanjut usia mengungkapkan perasaannya tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya.
a.       Mengajak klien lanjut usia ikut dalam merencanakan perawatannya.
b.      Melibatkan klien lanjut usia dalam perawatannya sendiri dengan sadar.
c.       Minta klien lanjut usia mengerjakan bagian perawatan tertentu, sementara anda mengerjakan bagian yang lain.
d.      Menilai tindakan perawatan bersama lanjut usia.
e.       Meluangkan waktu setiap hari untuk klien lanjut usia, mengajak bercakap-cakap, mengarahkan pembicaraan tentang penyakitnya yang dapat menimbulkan perasaan tidak senang, gunakan pertanyaan terbuka.
3.      Bekerja sama dengan tim dan keluarga untuk mencapai tujuan membantu klien lanjut usia secara tepat:
a.       Mempermudah klien lanjut usia mengungkapkan perasaan positif dan perasaan negatif melalui orang lain.
b.      Meluangkan waktu bersama klien lanjut usia dan orang terdekat klien untuk menjelaskan perlunya perasaan positif dan negatif tentang sesuatu yang sedang menimpanya.
c.       Memuji usaha orang terdekat klien yang mendorong klien mengekpresikan kemarahannya secara konstruktif.
d.      Memuji usaha dalam mengungkapkan perasaannya tentang sesuatu yang sedang terjadi. Dukung usahanya untuk bertahan, dan beri waktu untuk menenangkan kemarahannya.

KECEMASAN
Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau ketakutan yang tidak jelas dan hebat. Hal ini terjadi sebagai reaksi terhadap sesuatu yang dialami oleh seseorang.
Gejala yang terjadi umumnya :
1.      Perubahan tingkah laku
2.      Bicara cepat.
3.      Meremas-remas tangan.
4.      Berulang-ulang bertanya.
5.      Tidak mampu berkonsenterasi atau tidak memahami penjelasan.
6.      Tidak mampu menyimpan informasi yang diberikan.
7.      Gelisah.
8.      Keluhan badan.
9.      Kedinginan dan telapak tangan lembab.

Pertimbangan khusus dalam perawatan:
1.      Perawatan segera dalam menanggapi kecemasan yang dialami dan menurunkan derajat kecemasan, dengan jalan :
a.       Menyediakan waktu untuk bersama klien paling sedikit 5 menit 3 kali sehari.
b.      Mendengarkan apa yang dibicarakan klien.
c.       Memberi penjelasan kepada klien lanjut usia secara jelas dan ringkas tentang apa yang terjadi.
d.      Jangan memberi lebih dari satu informasi atau rangkaian penjelasan sekaligus.
e.       Jangan menuntut klien lanjut usia ketika terjadi kecemasan.
f.        Tanyakan kepada klien lanjut usia apa yang dapat anda lakukan untuk membuat perasaannya lebih senang.
2.      Beralih keperawatan diri sendiri. Untuk memudahkan dalam mengenal sumber kecemasan dan kembalinya lanjut usia pada aktivitas yang menuntut tanggung jawab.
a.       Identifikasi bersama klien lanjut usia mengenai ketegangan dan ketakutan yang menimbulkan perasaan cemasnya.
b.      Libatkan klien lanjut usia dalam keputusan tentang perawatannya.
c.       Lanjutkan percakapan dengan klien lanjut usia secara teratur, meningkatkan durasinya, tetapi mengurangi jumlah percakapan setiap hari.
3.      Bekerja sama dengan tim dan keluarga untuk mencapai tujuan membantu klien lanjut usia secara tepat :
a.       Melibatkan staf lain dalam merawat klien lanjut usia melalui tindakan, seperti memperkuat penjelasan yang diberikan, menyediakan sedikit waktu untuk klien ketika cemas muncul, apa yg dikatakan harus realistis.
b.      Melibatkan anggota keluarga atau teman dalam proses memberi keyakinan kembali dan penjelasan.
c.       Memberi penekanan pada pernyataan / sikap orang lain yang positif sehingga meringankan kecemasan lansia.

KEKACAUAN MENTAL
Kekacauan adalah sifat atau keadaan kebingungan akut. Kekacauan merupakan ketidaksanggupan memahami atau merangkai kata atau peristiwa secara khusus.
Gejala yang terjadi umumnya :
1.      Kabur atau tidak dapat mengidentifikasi waktu, tempat dan orang.
2.      Tampak mengantuk sepanjang hari.
3.      Perhatian menurun.
4.      Daya ingat terhadap hal yang baru terganggu.
5.      Ketidakmampuan menyimpan informasi yang diberikan.
6.      Lebih kacau pada malam hari daripada siang hari.
7.      gelisah, banyak bergerak tanpa tujuan.
8.      Serangan jasmani.

Pertimbangan khusus dalam perawatan:
1.      Pertolongan untuk mengatasi kekacauan. Untuk mengurangi beratnya kekacauan dan menghilangkan peningkatan kekacauan faktor nonfisiolohgis, hal berikut dapat dilakukan :
a.       Mencari penyebab fisiologis kekacauan. Jika ada, apakah dapat dihilangkan, misalnya ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan kekacauan mental.
b.      Tetap melibatkan klien dalam aktifitas, misalnya berolahraga, berbicara, memuat kerajinan tangan, atau membantu staf jika mungkin.
c.       Selalu memberi tahu klien tentang segala sesuatu yang akan dilakukan perawat.
d.      Mengurangi kerusakan indera yang dialami klien lanjut usia.
·        Mendampingi klien lanjut usia terutama saat makan. Klien sering mengalami gangguang pengecapan sehingga tidak dapat membedakan rasa panas / dingin yang dapat menimbulkan cedera.
·        Mendampingi klien lanjut usia saat ia melakukan aktivitasnya, misalnya membawa klien keluar dari kamarnya bersama klien lain, demikian pula ketika mengajaknya masuk kamar.
2.      Beralih ke perawatan diri sendiri. Untuk membantu atau mempermudah klien lanjut usia sadar akan dirinya dan lingkungan sekarang. Hal berikut dapat dilakukan :
a.       Memuji klien dalam usahanya bergabung bersama orang lain dan ikut serta dalam lingkungannya.
b.      Bersikap jujur kepada lanjut usia.
c.       Hindari sikap yang dapat menimbulkan rasa malu pada klien.
d.      Tetap ingat bahwa klien mempunyai kebutuhan dan hasrat.
3.      Bekerja sama dengan tim dan keluarga untuk mencapai tujuan membantu klien lanjut usia secara tepat.
a.       Hindari keterlibatan petugas kesehatan dalam pendekatan oleh keluara yang tidak jujur kepada klien.
b.      Terangkan kepada keluarga atau staf lain tentang perlunya klien lanjut usia mengetahui dan menghayati kebenaran.
c.       Hindari sikap penolakan keluarga atau orang terdekat terhadap klien lanjut usia.
d.      Puji keluarga klien, staf dan orang lain yang melibatkan diri terhadap klien lanjut usia.

PENOLAKAN
Penolakan  adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar tentang pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan terhadap kejadian nyata atau sesuatu yang merupakan ancaman.
Gejala yang terjadi umumnya :
1.      Tidak percaya terhadap diagnosis, gejala, perkembangan dan keterangan yang diberikan.
2.      Mengubah keterangan yang diberikan sedemikian rupa sehingga diterima secara keliru.
3.      Menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit.
4.      Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum, khusunya tindakan yang langsung mengikutsertakan dirinya, misalnya perawatan kolostomi.
5.      Menolak nasihat, misalnya istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila nasihat tersebut demi kenyamanan penderita.

Pertimbangan khusus dalam perawatan
1.      Perawatan segera untuk mengenali penolakan. Izinkan klien lanjut usia menunjukkan tingkah laku menolak dalam tenggang waktu tertentu selama sikap ini tidak membahayakan klien lanjut usia, orang lain, serta lingkungan. Sikap ini merupakan mekanisme penyesuaian diri.
a.       Identifikasi pikiran yang paling membahayakan klien lanjut usia yang sedang mengalami puncak penolakan. Misalnya, klein lanjut usia mendapatkan diet 1000 kalori, tetapi anggota keluarga membawakan makanan yang sangat berlemak.
b.      Berusaha mengemukakan kenyataan secara perlahan, dimulai dari kenyataan terkecil tentang penolakan memerhatikan atau merawat kolostominya. Dalam situasi demikian, mulailah membicarakan masalah diet bersama klien.
c.       Jangan menyokong penolakan klien lanjut usia, tetapi berikan perawatan yang cocok bagi klien dan bicarakan sikap penolakan klien yang sesering mungkin.
2.      Beralih ke perawatan diri sendiri. Permudah proses penerimaan terhadap kenyataan, misalnya klien lanjut usia terlibat aktif dalam perawatannya sendiri dengan cara :
a.       Melibatkan klien lanjut usia dalam perawatan dirinya, misalnya dalam perencanaan waktu, tempat dan macam perawatan.
b.      Memuji klien lanjut usia karena berusaha untuk merawat dirinya atau mulai mengenal kenyataan.
c.       Membantu klien lanjut usia mengungkapkan keresahan atau perasaan sedihnya dengan menggunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan dan meluangkan waktu bersamanya setiap hari.
3.      Bekerja sama dengan tim dan keluarga untuk mencapai tujuan membantu klien lanjut usia secara tepat.
a.       Melibatkan orang lain dalam membanyu klien lanjut usia menentukan perasaannya.
b.      Meluangkan waktu untuk menjelaskan kepada mereka tentang apa yang sedang terjadi pada diri mereka serta hal yang dapat dilakukan untuk membantunya.
c.       Mungkinkan pihak lain memuji klien lanjut usia yang menerima realitas.
d.      Menyadarkan pihak lain tentang pentingnya pemberian hukuman, apabila klien melakukan penolakan.

KETERGANTUNGAN
Ketergantungan adalah meletakkan kepercayaan kepada orang lain atau benda lain untuk bantuan yang terus-menerus, penenteraman hati dan pemenuhan kebutuhan.
Penampilan umum :
1.      Menolak ikut dalam perawatan diri sendiri.
2.      Terus-menerus meminta perawat untuk melakukan apa yang sebenarnya sanggup ia lakukan sendiri.
3.      Sering meminta perawat masuk kamarnya.
4.      Terus-menerus menyatakan dengan kata-kata perbuatanya bahwa ia tidak mampu mengerjakan sesuatu sendiri.
5.      Menolak mempelajari cara baru dalam merawat diri sendiri.
6.      Menolak atau tidak mampu mengambil keputusan.
7.      Tidak ingin berpindah dari tempat yang biasa ketempat lain.

Perimbangan khusus dalam perawatan :
1.      Perawatan segera untuk ketergantungan sampai klien lanjut usia mampu mandiri dan memiliki harga diri :
a.       Pastikan sumber ketergantungan klien lanjut usia :
b.      Hindari sikap meremehkan klien yang tidak dapat mandiri
c.       Secara hati-hati, tentukan batasan dan jenis perilaku ketergantungan yang bisa diterima oleh perawat.
d.      Beri perhatian sebentar dan sering.
e.       Beri tahu kepadanya bila anda akan datang lagi, kembali pada waktu yang telah ditetapkan, atau minta orang lain untuk mengganti kehadiran anda.
f.        Duduk bersama klien sedikitnya sekali sehari
g.       Jelaskan kepadanya bahwa anda tidak mengizinkan ia terlalu bergantung karena anda menghormatinya dan anda menyadari bahwa ia sanggup untuk mealkukan untuk dirinya sendiri.
2.      Beralih keperawatan diri sendiri
a.       Secara perlahan mengikutsertakan klien lanjut usia dan mulai dengan satu kegiatan lebih dahulu. Misalnya, meminta klien lanjut usia membantu anda dalam memegangi sesuatu, beri pujian atas usahanya tetapi jangan dibesar-besarkan.
b.      Beri bantuan dan pujian atas seluruh usahanya yang mengarah kepada kemampuan berdiri sendiri.
c.       Libatkan klien dalam membuat rencana perawatannya. Izinkan ia mengambil beberapa keputusan dengan satu atau dua keputusan.
3.      Bekerja sama dengan tim dan keluarga untuk mencapai tujuan membantu klien lanjut usia secara tepat. Untuk pihak lain mengenai usaha klien yang bergantung pada orang lain dan hal berikut dapat dilakukan :
a.       Beri penjelasan dengan hati-hati mengenai perlunya klien lanjut usia tidak bergantung pada keluarga dan teman.
b.      Libatkan keluarga dalam memandirikan klien lanjut usia dan beri pujian atas usahanya tersebut.
c.       Puji orang terdekat klien bila mereka membantu klien mandiri.

DEPRESI
Depresi adalah perasaan sedih, ketidakberdayaan, dan pesimis, yang berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan kepada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam.
Gejala yang terjadi umumnya :
1.      Pandangan kosong.
2.      Kurang atau hilangnya perhatian pada diri, orang lain, atau lingkungan
3.      Inisiatif menurun
4.      Ketidakmampuan berkonsentrasi
5.      Aktivitas menurun
6.      Kurangnya nafsu makan
7.      Mengeluh tidak enak badan dan kehilangan semangat, sedih, atau cepat lelah sepanjang waktu.
8.      Mungkin susah tidur di malam hari.

Pertimbangan khusus dalam perawatan :
1.      Pertolongan segera untuk mengatasi depresi. Untuk membantu klien lanjut usia memahami dan menyatakan perasaan positif dan negatif yang menyangkut dirinya, orang lain dan apa yg terjadi lakukan hal berikut :
a.       Bentuk kontak dengan klien lanjut usia sesering mungkin, baik secara verbal maupun nonverbal.
b.      Beri perhatian terus-menerus walaupun klien lanut usia tidak mau dan tidak dapat berbicara dengan anda. Pendekatan ini akan menjadikan anda seseorang yang menyenangkan dan menarik.
c.       Libatkan klien lanjut usia dalam menolong dirinya sendiri atu aktivitas sehari-hari dan tingkatkan secara bertahap.
d.      Jika anda merasa perlu, usulkan pada dokter untuk memakai antidepresan.
2.      Beralih keperawatan diri sendiri untuk menambah harga diri.
a.       Tetap luangkan waktu untuk klien lanjut usia setiap hari.
b.      Gunakan pertanyaan terbuka untuk mengekspresikan perasaan lanjut usia.
c.       Jangan katakan pada klien lanjut usia bahwa ia tidak sesedih seperti yang ia rasakan. Pendekatan ini hanya akan menguatkan perasaan bahwa tidak seorangpun mengerti dirinya.
d.      Puji klien lanjut usia karena keterlibatannya dalam menolong dirinya atau aktivitas lainnya.
3.      Bekerja sama dengan tim dan keluarga untuk mencapai tujuan membantu klien lanjut usia secara optimal. Untuk memudahkan pengenalan cara penyesuaian diri dan memudahkan staf mengatasi masalah klien lanjut usia, hal berikut dapat dilakukan :
a.       Meyakinkan pemberi asuhan tentang tanggung jawab mereka untuk tidak memperberat rasa sedih klien.
b.      Menganjurkan staf atau orang terdekat memuji klien lanjut usia atas usaha dan aktivitasnya.
c.       Membantu staf dalam upaya berkomunikasi dengan klien lanjut usia, mengarahkan mereka supaya memberi perhatian kepada klien lanjut usia sebanyak mungkin.

KETAKUTAN
Ketakutan adalah reaksi emosional terhadap sumber atau bahaya dari luar.
Gejala yang terjadi umumnya :
1.      Penolakan terhadap pengobatan.
2.      Sering membunyikan bel.
3.      Selalu mengajukan permintaan yang tidak perlu kepada pertugas.
4.      Selalu berusaha menyenangkan hati perawat dan bekerja sebaik mungkin.
5.      Selalu menangis.
6.      Agresif atau kritis terhadap petugas.
7.      Merasa ada tekanan yang aneh dalam perut.
8.      Keluhan somatik.

Pertimbangan khusus dalam perawatan :
1.      Pertolongan segera dalam mengatasi ketakutan. Untuk mengenali bahwa bahaya dalam rangka mengurangi derajat ketakutan tersebut lakukan hal berikut :
a.       Berusaha mengenali sumber ketakutan yang khas/spesifik.
b.      Gunakan pertanyaan terbuka.
c.       Beri keterangan dengan hati-hati tentang semua yang terjadi dan tetap memberi keterangan sebelum melakukan perawatan.
d.      Setelah keterangan diberikan, anjurkan klien lanjut usia mengulangi kembali keterangan yang anda berikan dengan kata-katanya sendiri dan arti keterangan tersebut baginya.
e.       Jika anda tidak dapat mengurangi ketakutan, sebelum operasi dilakukan beri tahu dokter sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
2.      Beralih ke perawatan diri sendiri. Untuk mempermudah pengungkapan ketakutan yang terus menerus, hal berikut dapat dilakukan :
a.       Luangkan waktu bersama klien lanjut usia minimal 15 menit sehari. Arahkan pembicaraan tentang tanggapan klien lanjut usia terhadap rumah sakit atau perawatan.
b.      Beri dorongan dan dengarkan klien tentang keputusannya yang dianggap berbahaya atau mengakibatkan perubahan besar dalam hidupnya.
c.       Jangan membuat keputusan untuk klien lanjut usia.
d.      Bantu klien baik secara verbal maupun secara nonverbal, untuk menanyakan tentang kemajuan, hasil diagnosis, dan hasil pengobatan.
3.      Bekerja sama dengan tim dan keluarga untuk mencapai tujuan membantu klien lanjut usia secara tepat. Untuk membantu mengatasi ketakutan secara tepat dan sesuai dengan keadaan, hal berikut dapat dilakukan.
a.       Pemberi asuhan meminta dokter menjelaskan tentang diagnosis dan pengobatan.
b.      Libatkan dan berikan penjelasan kepada orang lain yang berminat sehingga mereka menguatkan pengajaran atau keteranagn yang telah anda berikan.
c.       Mengatasi rasa takut teman dan keluarga klien agar mereka dapat memberi dorongan pada klien lanjut usia.

MANIPULASI
Manipulasi adalah proses bertingkah laku seseorang dalam menghadapi orang lain, dengan tujuan sekedar memuaskan kehendak prang lain ataupun dirinya sendiri dengan cara cerdik maupun tidak jujur dan penuh tipu muslihat.
Gejala yang terjadi umumnya :
1.      Berpura-pura tidak membutuhkan bantuan.
2.      Mengadu domba atara petugas, perawat, dan dokter.
3.      Berpura-pura memuji perawata atau petugas bila berhadapan langsung, tetapi menjelekkannya di hadapan orang lain.
4.      Selalu menunjukkan tuntutan yang tidak jelas.
5.      Menuntut waktu perawat secara berlebihan untuk hal yang tidak perlu.
6.      Bersikap seolah tidak diperhatikan oleh orang lain agar perawat tetap menemaninya. Sikap ini akan terus berlangsung walaupun telah diberi nasihat.

Pertimbangan khusus dalam perawatan :
1.      Perawatan segera dalam menghadapi tingkah laku manipulatif. Bertujuan mengurangi derajat tingkah laku.
a.       Mempertentangkan klien lanjut usia terhadap tingkah lakunya pada saat manipulasi.
b.      Beri tanggapan yang baik serta pujian atas tindakannya yang tidak bersifat manipulatif.
c.       Beri kesempatan pada klien lanjut usia untuk mengungkapkan kemarahannya dengan kata-katanya.
d.      Batasi tindaknnya yang berifat merusak.
e.       Catat instruksi dan keterangan yang diberikan kepada lanjut usia secara tepat dalam catatan perawatan.
f.        Beri tahu keluarga tentang segala hal yang dikerjakan perawat alasannya.
2.      Beralih ke pelaksanaan perawatan diri sendiri.  Mempermudah keterlibatan aktif klien lanjut usia dalam perawatan dirinya, misalnya rasa tanggung jawab atas segala tindakannya :
a.       Rencanakan perawatan dan tindakan sehari-hari bersama klien lanjut usia.
b.      Tentukan siapa yang bertanggung jawab atas tindakan perawatan, klien atau perawat.
c.       Menilai hasil perawatan bersama klien lanjut usia.
d.      Beri pujian atas usaha klien dalam menjalankan tanggung jawab.
3.      Bekerja sama dengan tim dan keluarga untuk mencapai tujuan membantu klien lanjut usia secara tepat. Menyadarkan klien lanjut usia atas tingkah laku manipulasinya serta pengaruhnya terhadap orang lain:
a.       Mendampingi dokter pada saat ronde untuk mencegah terjadinya kekacauan informasi.
b.      Yang terpenting adalah komunikasi serta pendekatan yang jelas dan konsisten di antara petugas bila membicarakan tingkah laku klien lanjut usia yang manipulatif tersebut.
c.       Puji para petugas dan anggota keluarga atas usahanya dalam mengurangi tingkah laku klien lanjut usia yang manipulatif.

RASA SAKIT
Rasa Sakit adalah satu atau beberapa rangsangan yang menyebabkan rasa sakit. Hal ini sering kali menyebabkan reaksi emosi yang hebat dibandingkan dengan rasa sakit itu sendiri.
Gejala yang terjadi pada umumnya :
1.      Reaksi otonom : perubahan denyut nadi, tekanan darah, dan pernapasan, serta keringat yang berlebihan.
2.      Reaksi otot skeletal : tremor dan gelisah, rasa sakit pada otot, tangan menggenggam kuat dan kejang otot.
3.      Reaksi psikis : menangis, menarik diri, orang yang pendiam berubah sifat menjadi bermusuhan, timbul ketakutan, kekhawatiran, agresi dan ketidaksabaran.
4.      Tekanan pada gastrointestinal : mual dan muntah.

Pertimbangan khusus dalam perawatan :
1.      Perawatan segera dalam menghadapi rasa sakit. Mengurangi penderitaan dan berusaha mengatasi rasa sakit.
a.       Jangan mengharap klien lanjut usia akan bereaksi sama terhadap rasa sakitnya.
b.      Tentukan riwayat rasa sakit klien lanjut usia dan reaksi sebelumnya.
c.       Dorong klien lanjut usia membicarakan pengalamannya tentang rasa sakit. Tunjukkan minat terhadap apa yang dikatakannya.
d.      Manfaatkan pengetahuan yang telah terkumpul tentang reaksi dan toleransi klien lanjut usia terhadap rasa sakit demi mempermudah pengobatan.
e.       Jelaskan pada klien lanjut usia tentang obat yang diberikan, khususnya suntikan akan dirasa sakit, tetapi tidak berlangsung lama.
f.        Manfaatkan kegiatan dan percakapan selama mendampingi klien lanjut usia untuk mengalihkan perhatian dari rasa sakit.
2.      Beralih ke perawatan diri sendiri dalam mengontrol rasa sakit. Menunjukkan tindakan yang dilakukan perawat dan klien lanjut usia untuk mengurangi penderitaan yang terus-menerus atau meningkatkan toleransi klien lanjut usia terhadap rasa sakit.
a.       Rencanakan tindakan yang dapat mengurangi/menghilangakan rasa sakit bersama klien.
b.      Lanjut usia yang menderita sakit tidak dapat menerima desakan. Bila ia sedang merawat diri, beri kesempatan kepadanya untuk menyelesaikan tugasnya dengan leluasa.
c.       Beri kesempatan pada klien lanjut usia mengekspresikan perasaannya, khususnya yang berhubungan dengan rasa sakit yang akan dialami. Dengan menemukan penyebab, kadang dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa sakit.
d.      Beri tanggapan positif terhadap usaha klien lanjut usia dalam menngatasi perasaannya.
e.       Libatkan teman atau anggota keluarga yang berkenaan dihati klien bila ia membutuhkan mereka.
3.      Bekerja sama tim dan keluarga untuk mencapai tujuan membantu klien lanjut usia secara tepat. Mengenai dan menerima reaksi rasa sakit klien tanpa memberi penilaian.
a.       Hendaknya semua staf atau petugas menyadari reaksi klien lanjut usia terhadap rasa sakitnya.
b.      Adakan pertemuan perawatan untuk membicarakan reaksi atau tanggapan terhadap rasa sakitnya. Rencanakan pendekatan dan catat dalam rencana perawatan.
c.       Luangkan waktu sejenak untuk refleksi diri.
d.      Mendorong orang lain yang ada hubungannya dengan klien lanjut usia agar mau memahami penderitaan klein lanjut usia dengan cara memberi penjelasan.
e.       Berusaha memahami pengaruh agama, kebudayaan, dan kejiwaan dalam hubungannya dengan reaksi klien lanjut usia terhadap rasa sakit.

SEDIH DAN KECEWA
Pengertian :
1.      Lose: Peristiwa hilangnya sesuatu atau seseorang yang sangat bernilai bagi seseorang.
2.      Mourning : Proses psikologis yang diakibatkan oleh peristiwa kehilangan.
3.      Grief : Reaksi emosi karena persepsi atau penghayatan peristiwa kehilangan tersebut.
4.      Grief and mourning process : Proses menghadapi, mengatasi, dan menyesuaikan diri terhadap peristiwa kehilangan. Proses ini mencakup tahap berikut : syok psikis dan merasa tidak percaya, lama kelamaan timbul kesadaran terhadap peristiwa kehilangan tersebut.

Perasaan kehilangan umumnya disebabkan oleh :
  1. Kehilangan fungsi, misalnya seksual dan kontrol usus.
  2. Hilangnya gambaran diri atau citra diri.
  3. Hilangnya seseorang yang sangat dekat hubungannya.
  4. Kehilangan barang yang berharga.

Gejala yang terjadi umumnya :
1.      Tahap I : Merasa syok atau terpukul dan tidak percaya. Hampir semua tingkah laku yang bersifat merusak merupakan sikap penyesuaian pada tahap ini.
2.      Tahap II : Munculnya kesadaran terhadap peristiwa kehilangan memungkinkan klien lanjut usia mengajukan pertanyaan tentang peristiwa kehilangan tersebut.
3.      Tahap III : Pulih kembali. Tingkah laku yang tampak, misalnya kemampuan memahami dan menghayati kehilangan tersebut. Setelah itu, melanjutkan kegiatan hidupnya sehari-hari, merencanakan masa depan, sambil mengingat kembali kejadian, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan.

Pertimbangan khusus dalam perawatan :
1.      Perawatan segera untuk mengetahui bahwa klien lanjut usia sedang mengalami kehilangan. Mendampingi klien lanjut usia yang mengalami kehilangan.
Tahap I:
a.       Luangkan waktu sedikitnya 15 menit sehari untuk bercakap-cakap bersama klien lanjut usia.
b.      Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengarahkan pembicaraan.
c.       Katakan kepada klien lanjut usia bahwa dengan peristiwa ini, bearti ia telah melakukan sesuatu yang baik.
d.      Terima tingkah laku klien lanjut usia yang tidak merusak fisk.

Tahap II:
a.       Gabungkan pengaruh peristiwa kehilangan tersebut, baik pada diri klien lanjut usia maupun keluarganya selama pembicaraan dengan klien lanjut usia.
b.      Libatkan klien lanjut usia dalam merencanakan dan melakukan perawatan diri.

Tahap III:
a.       Diskusikan bersama klien lanjut usia tentang segi positif dan negatif peristiwa kehilangan tersebut.
b.      Beri dorongan untuk merencanakan masa depannya.
2.      Beralih ke perawatan diri sendiri. Menunjang usaha klien lanjut usia dalam menahan tindakannya.
a.       Apabila klien lanjut usia menyangkal dengan melakukan sesuatu yang membahayakan fisiknya, batasi tindakannya, dengan menghadapi klien pada kenyataan.
b.      Dalam pembicaraan, beri kesempatan kepadanya untuk mengarahkan pembicaraan tentang peristiwa tersebut.
c.       Ulangi pertanyaan yang diajukan klien agar ia dapat mencari jawabannya dengan bantuan perawat.

Rencana selanjutnya adalah menyokong kesadaran klien tentang perlunya tetap menghayati persitiwa tersebut :
1.      Yakinkan bahwa klien lanjut usia masih mempunyai dukungan, baik dari keluarga maupun temannya.
2.      Yakinkan bahwa klien lanjut usia menyadari bahwa keadaan tersbeut normal dan ia mengerti bahwa setiap orang mengalami proses yang sama bila mengalami kehilangan.

GANGGUAN SENSORI
Gangguan sensori adalah perubahan dalam persepsi tentang derajat dan jenis reaksi karena meningkat, menurun, atau rangsangan indra menghilang.
Gejala umumnya :
1.      Halusinasi.
2.      Menarik diri.
3.      Sikap bermusuhan, yaitu dengan memaki-maki petugas.
4.      Perasaan yang tidak adekuat dan suka menangis.
5.      Bingung atau disorientasi waktu, tempat dan orang.
6.      Gangguan indra
7.      Gangguan psikomotor.
8.      Timbul kebosanan dan gelisah.

Hal-hal yang mungkin menyebabkan gangguan sensori :
1.      Tersekap dalam ruangan yang sempit.
2.      Tersekap dalam ruangan yang tidak berjendela.
3.      Rangsangan dari luar secara terus menerus
4.      Kurangnya rangsangan baru.
5.      Penempatan klien lanjut usia dalam ruangan isolasi.

Pertimbangan khusus dalam perawatan :
1.      Perawatan segera untuk mengenal gangguan sensori atau indra. Kurangi derjat gangguan atau tingkatkan input indra sebagaimana dibutuhkan.
a.       Bicara langsung dengan klien lanjut usia. Gunakan isyarat mata untuk menciptakan kontak dengannya.
b.      Gunakan sentuhan, elus punggung, pijat, ubah posisi dan sisir rambut.
c.       Beri perhatian yang teratur. Jangan mengasingkan klien lanjut usia, baik secara jasmaniah maupun rohaniah
d.      Hati-hati terhadap lingkungan yang monoton. Gunakan jam, penanggalan, hiasan dinding, gambar milik klien lanjut usia untuk merangsang perhatiannya terhadap lingkungan.
e.       Beri kesempatan untuk istirahat bagi klien lanjut usia sehingga ada selingan dan jangan memberi rangsanagan secara terus-menerus.
f.        Beri tahu apa yang akan anda kerjakan setiap kali bertemu klien lanjut usia.
g.       Beberapa gangguan disebabkan oleh posisi tidur. Beri kesempatan untuk duduk, berdiri, atau sedikit tegak dan beri latihan fisik baik aktif maupun pasif.
h.       Perasaan bingung yang bersifat fisiologis tidak dapat dikontrol dengan pendekatan tingkah laku.
2.      Beralih keperawatan sendiri. Untuk mempermudah klien lanjut usia mengenali reaksinya terhadap rangsangan khusus atau kekuranagan rangsangan, hal berikut dapat dilakukan.
a.       Rencanakan tindakan perawatan serta kegiatan sehari-hari bersama klien lanjut usia.
b.      Klien lanjut usia yang tunanetra dan tunarungu mempunyai kebutuhan khusus karena cacat indra. Yakinkan bahwa klien lanjut usia yang demikian masih mampu mengungkapkan kebutuhannya.
c.       Minta klien lanjut usia memberi tahu perawat apabila rangsangan terlalu lemah atau terlalu kuat.
d.      Atur sistem dan ukuran penyinaran atau bau-bauan agar sesuai.
e.       Beri perubahan susana.
f.        Mengadakan penilaian terhadap tindakan perawatan bersama klien lanjut usia.
3.      Bekerjasama dengan tim dan keluarga untuk mencapai tujuan membantu klien lanjut usia secara tepat. Untuk mempermudah mengenali gambaran reaksi lanjut usia terhadap gangguan indra. Hal berikut dapat diterapkan:
a.       Mempertimbangkan dan mempergunakan pencegahan atau pengamanan jika diperlukan.
b.      Hendaknya petugas mengobservasi sikap dan tanggapan klien lanjut usia terhadap petugas serta terhadap perawatan yang diberikan.
c.       Bantu klien lanjut usia berkomunikasi dan mengingat kelemahannya.
d.      Yakinkan bahwa semua petugas dan orang terdekat klien lanjut usia menyadari kebutuhan lanjut usia untuk istirahat dan mendapat rangsangan yang teratur.
e.       Berikan rangsangan kepada klien lanjut usia dengan cara bercakap-cakap, mengadakan permainan dan membacakan buku untuk klien lanjut usia.
f.        Kirim klien lanjut usia dengan cacat indra yang berat ke badan sosial yang sesuai.

SYOK PSIKIS
Psikogenik  adalah tingkah laku seseorang yang berusaha menyendiri atau melindungi dirinya dari peristiwa besar atau bahaya yang dibayangkan sangat berat baginya untuk ditanggulangi seketika.
Gejala yang terjadi umumnya :
1.      Diam
2.      Menangis.
3.      Memungkiri peristiwa penyebab.
4.      Tidak dapat bekerja sama
5.      Acuh tak acuh
6.      Apatis, tidak punya perasaan apa pun, tidak dapat berkonsenterasi, tidak mengerti dan mengingat penjelasan
7.      Merasa tidak ada pertolongan, kehilangan kebebasan atau harapan.
8.      Berjalan mondar-mandir.
9.      Menunjukkan sikap bermusuhan atau menyalahkan petugas.

Pertimbangan khusus dalam perawatan :
1.      Perawatan segera untuk mengatasi syok psikis.
a.       Menyokong atau menguatkan usaha klien lanjut usia untuk melindungi diri sendiri dari akibat peristiwa itu.
b.      Mendampingi klien lanjut usia selama 15 menit atau sampai ada orang yang menggantikannya. Beberapa peristiwa yang ada sangat penting dan dibutuhkan dan dorong klien menumbuhkan sikap menerima kenyataan.
c.       Observasi klien lanjut usia, beri kesempatan kepada klien untuk menenangkan diri.
d.      Menunjukkan sikap empati dan mendengarkan pembicaraannya.
2.      Beralih ke perawatan diri. Untuk memudahkan proses sikap tanggap kembali dan dapat melakukan kegiatan, hal berikut dapat dilakukan :
a.       Pikirkan apa yang perlu dikerjakan orang tersebut dan beri bantuan bila dibutuhkan.
b.      Mencari alternatif untuk memcahkan maslaah dengan seseorang, tetapi beri kesempatan kepada lanjut usia untuk membuat keputusan yang realistis.
c.       Memberi klien kesempatan sebanyak mungkin beraktivitas dan melibatkan orang lain dalam mengatasi frustasi.
3.      Bekerja sama dengan tim dan keluarga untuk mencapai tujuan membantu klien lanjut usia sesuai dengan prinsip kesehatan atau perawatan.
a.       Jelaskan kepada pemberi asuhan tentang apa yang sedang dialami klien lanjut usia, bagiamana perkembangannya dan apa yang dapat terjadi pada klien lanjut usia setelah keadaan pulih kemabali.
b.      Beri pujian pada orang yang menaruh perhatian dan kesediaannya untuk melibatkan diri dengan klien lanjut usia.
c.       Beri pertolongan kepada klien lanjut usia agar mampu menyatakan kebutuhannya, mengembalikan kemampuannya mengatur hidup, mengambil keputusan dan mampu berbuat untuk dirinya sebanyak mungkin.
d.      Minta pemberi asuhan memanfaatkan kemampuan pribadinya, misalnya humor dan mendengarkan, memberi dukungan pada saat klien mengalami kesulitan, kesedihan, rasa bersalah, atau ketakutan.

































REHABILITASI DASAR PADA LANJUT USIA DENGAN KELUMPUHAN

Lumpuh atau kelumpuhan bearti hilangnya fungsi bagian tubuh yang terkena. Penyebab kelumpuhan :
1.      Trauma (mis; kecelakaan, tabrakan kendaraan, jatuh tergelincir)
2.      Nontrauma (mis; radang, gangguan pembuluh darah otak, stroke [adanya pembuluh darah yang pecah], tekanan darah tinggi).

Lumpuh ada tiga macam, yakni:
1.      Lumpuh sebelah badan (hemiplegia)
2.      Lumpuh kedua tungkai bawah (paraplegia)
3.      Lumpuh keempat anggota gerak (atas dan bawah) (quadriplegia)

Perawatan bagi klien lanjut usia yang mengalami kelumpuhan memang lama dan sulit. Kadang – kadang, klien lanjut usia mengalami kematian bukan karena kelumpuhannya, tetapi karena radang saluran kemih atau dekubitus.

PERAWATAN UMUM
Tujuan perawatan klien lanjut usia yang mengalami kelumpuhan adalah mengurangi beban penderitaan yang dialaminya dan bila mungkin, memulihkan kembali fungsi bagian yang lumpuh. Hal yang perlu diperhatikan dlam perawatan pada klien lanjut usia yang lumpuh adalah bagian badan yang tertekan. Posisi tidur perlu diubah untuk mencegah timbulnya luka lecet (dekubitus) pada kulit yang terus menerus mengalami penekanan.
Posisi tidur yang dianjurkan :
1.      Posisi tidur terlentang.
a.       Letak kepala. Kepala diletakkan di bagian yang tidak sakit dan diberi bantal sebagai penahan.
b.      Letak bahu. Bahu diberi bantal di bawahnya untuk menghindari ketegangan otot.
c.       Letak tangan dan pergelangan tangan melebar keluar dan di bawahnya diberi bantal dengan posisi bagian dalam ke arah ke luar dan pada tangan, dipasang gulungan kain untuk menghindarkan terjadi atrofi.
d.      Panggul, bagian panggul kanan dan kiri diberi bantal dan di bagian bawah lutut yang lumpuh diberi bantal agar kaki tidak kaku atau jatuh (drop foot).
2.      Posisi tidur miring, tubuh dibaringkan pada posisi yang tidak sakit.
a.       Sebaiknya di kepala diberi bantal yang lunak untuk memberi rasa nyaman.
b.      Lengan atas ke depan dan diletakkan di atas bantal dengan sudut 450 dan tangan diberi gulungan kain untuk mencegah atrofi.
c.       Kaki juga diarahkan ke depan dan diberi bantal di bawahnya serta lutut ditekuk.
3.      Posisi tidur terlungkup.
a.       Kepala diarahkan ke samping dalam keadaan nyaman.
b.      Bagian dada di bagian bawahnya diberi bantal untuk menahan tubuh dan memberi kebebasan bergerak kepala dan leher.
c.       Tangan diletakkan lurus.
d.      Kaki, diberi bantal di bawahnya untuk memberi posisi lekuk (fleksi) pada lutut.

PERAWATAN REHABILITASI DASAR
1.      Perawatan saluran pernafasan dapat dilakukan secara aktif dan pasif.
2.      Latihan menggerakkan sendi setiap hari secara penuh dan meletakkan posisi fungsional yang sempurna.
3.      Melatih otot yang lemah sehingga dapat memperkuat otot yang terganggu.

CARA MEMINDAHKAN KLIEN DARI TEMPAT TIDUR KE KURSI RODA
Keadaan fisikyang sudah lemah sangat bergantung pada bantuan orang lain. Biasanya sering timbul rasa jemu, bahkan hilang semangat (apatis) sehingga hidupnya bergantung pada belaskasih orang lain. Untuk menghilangkan rasa jemu dan menimbulkan perhatian terhadap lingkungan, klien perlu diberi kesempatan untuk menikmati keadaan luar, agar merasa masih ada hubungan dengan dunia luar. Hal ini dapat dilakukan secara teratur menggunakan kursi roda untuk keluar kamar sambil menghirup udara segar selama 30 menit sampai 1 jam.

Cara yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1.      Siapkan dulu kursi roda dan letakkan di dekat tempat tidurnya. Jika perlu tambahkan bantal.
2.      Bantu klien lanjut usia untuk duduk kesamping tempat tidur dan lancarkan kaki ke bawah sisi tempat tidur.
3.      Penolong harus berdiri tepat dihadapan klien yang ditolong tersebut sambil meletakkan kedua tangannya di kedua ketiak klien.
4.      Intruksikan klien lanjut usia untuk meletakkan kedua lengannya di atas pundak perawat untuk membantu menopang daya beratnya,dengan kaki menginjak diatas kaki perawat/penolong.
5.      Angkat perlahan-lahan hingga klien berdiri tegak.
6.      Tahan untuk beberapa detik dalam posisi berdiri, lalu mulai melangkah miring (arah diagonal), dengan alas kaki.
7.      Duduk perlahan. Perhatikan agar duduknya dalam keadaan santai (nyaman),dengan alas kaki.
8.      Bawa klien kehalaman agar dapat menghirup udara segar dan beri kesibukan misalnya merajutdam merenda, untuk mengurangi perasaan tegang dan bosan.














ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA YANG MENGHADAPI KEMATIAN

Dalam merawat lanjut usia tidak ada harapan untuk sembuh, seorang perawat profesional harus mempunyai keterampilan multikompleks. Sesuai dengan peran yang dimiliki, perawat harus mampu  memberi pelayanan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental, sosial dan spiritual. Perawat juga dituntut untuk membantu anggota keluarganya dalam memenuhi kebutuhan klien lanjut usia dan harus menyelami perasaan hidup dan mati.

PENGERTIAN
Pengertian sakit gawat adalah keadaan sakit, yang klien lanjut usia tidak dapat lagi atau tidak ada harapan lagi untuk sembuh. Penegertian kematian / mati adalah apabila seorang tidak lagi teraba denyut nadinya, tidak bernafas selama beberapa menit, dan tidak menunjukkan segala refleks, serta tidak ada kegiatan otak.
Penyebab kematian :
1.      Penyakit.
a.       Keganasan (karsinoma hati, paru, mammae)
b.      Penyakit kronis, misalnya:
·        CVD (cerebrovascular disease)
·        CRF (chronic renal failure [gagal ginjal])
·        Diabetes Melitus (gangguan endokrin)
·        MCI (myocard infarct [gangguan kardiovaskular])
·        COPD (chronic obstruction pulmonary disease)
2.      Kecelakaan (hematoma epidural)

Ciri/tanda klien lanjut usia menjelang kematian
1.      Gerakan dan penginderaan menghilang secara berangsur-angsur. Biasanya dimulai dari anggota badan, khususnya kaki dan ujung kaki.
2.      Gerakan peristaltik usus menurun
3.      Tubuh klien lanjut usia tampak mengembang.
4.      Badan dingin dan lembap, terutama pada kaki, tangan, dan ujung hidungnya.
5.      Kulit nampak pucat, berwarna biru/kelabu.
6.      Denyut nadi mulai tidak teratur.
7.      Napas dengkur berbunyi keras (stridor) yang disebabkan oleh adanya lendir pada saluran pernapasan yang tidak dapat dikeluarkan oleh klien lanjut usia.
8.      Tekanan darah menurun.
9.      Terjadi gangguan kesadaran (ingatan menjadi kabur).

Tanda-tanda kematian
1.      Pupil mata tetap membesar atau melebar tidak berubah.
2.      Hilangnya semua refleks dan ketiadaan kegiatan otak yang tampak jelas dalam hasil pemeriksaan EEG dalam waktu 24 jam.




KEMATIAN

Tahap Kematian

Tahap-tahap ini tidak selamanya berurutan secara tetap, tetapi dapat tumpang tindih. Kadang-kadang seorang klien lanjut usia melalui satu tahap tertentu untuk kemudian kembali ketahap itu. Lama setiap tahap dapat bervariasi, mulai dari beberapa jam sampai beberapa bulan. Apabila tahap tertentu berlangsung sangat singkat, bisa timbul kesan seolah-olah klien lanjut usia melompati satu tahap, kecuali jika perawat memerlukan secara saksama dan cermat.

Tahap Pertama (penolakan)

Tahap ini adalah tahap kejutan dan penolakan. Biasanya, sikap itu ditandai dengan komentar. Selama tahap ini, klien lanjut usia sesungguhnya mengatakan bahwa maut menimpa semua orang, kecuali dirinya. Klien lanjut usia biasanya terpengaruh oleh sikap penolakannya sehingga ia tidak memperhatikan fakta yang mungkin sedang dijelaskan kepadanya. Ia bahkan menekan apa yang ia denganr atau mungkin akan meminta beberapa pertolongan dari berbagai macam sumber profesional dan nonprofesional dalam upaya melarikan diri dari kenyataan bahwa maut sudah berada di ambang pintu.

Tahap Kedua (marah)

Tahap ini ditandai oleh rasa marah dan emosi yang tidak terkendali. Sering kali klien lanjut usia akan selalu mencela setiap orang dalam segala hal. Ia mudah marah terhadap perawat dan petugas kesehatan lainnya tentang apa yang mereka lakukan. Pada tahap ini, klien lanjut usia telah mengganggap hal ini merupakan hikmah, daripada kutukan. Kemarahan disini merupakan mekanisme pertahanan diri klien lanjut usia. Akan tetapi, kemarahan yang sesungguhnya tertuju pada kesehatan dan kehidupan.

Tahap Ketiga (tawar-menawar)

Pada tahap ini kemarahan biasanya mereda dan klien lanjut usia dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang sedang terjadi dengan dirinya. Akan tetapi, pada tahap ini tawar menawar ini banyak orang cenderung untuk menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum maut tiba. Dan akan menyiapkan beberapa hal, misalnya membuat surat dan mempersiapkan jamianan hidup bagi orang tercinta yang ditinggalkan.
            Selama tawar-menawar, permohonann yang dikemukakan hendaknya dapat dipenuhi karena merupakan urusan yang belum selesai dan harus diselesaikan sebelum mati. Misalnya, klien lanjut usia mempunyai permintaan khusus untuk melihat pertandingan olahraga, mengunjungi kerabat, melihat cucu terkecil, atau makan di restoran. Perawat dianjurkan memenuhi permohonan itu karena membantu klien lanjut usia memasuki  tahap berikutnya.


Tahap Keempat (sedih/depresi)

Pada tahap ini biasanya merupakan saat yang menyedihkan karena klien lanjut usia sedang dalam suasana berkabung. Di masa lampau, ia sudah kehilangan orang yang dicintai dan sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri. Bersamaan dengan itu, ia harus meninggalkan semua hal menyenangkan yang telah dinikmatinya. Selama tahap ini, klien lanjut usia cenderung tidak banyak bicara dan sering menangis. Saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang di samping klien lanjut usia yang sedang melalui masa sedihnya sebelum meninggal.

Tahap Kelima (menerima/asertif)

Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian. Menjelang saat ini, klien lanjut usia telah membereskan segala urusan yang belum selesai dan mungkin tidak ingin berbicara lagi karena sudah menyatakan segala sesuatunya. Tawar-menawar sudah lewat dan tibalah saat kediaman dan ketegangan. Seseorang mungkin saja lama ada dalam tahap menerima, tetapi bukan pasrah yang bearti kekalahan. Dengan kata lain, pasrah pada maut tidak bearti menerima maut. 

Pengaruh Kematian
Pengaruh kematian terhadap keluarga klien lanjut usia:
1.      Bersikap kritis terhadap cara perawatan.
2.      Keluarga dapat menerima kondisinya.
3.      Terputusnya komunikasi dengan orang yang menjelang maut.
4.      Penyesalan keluarga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak dapat mengatasi rasa sedih.
5.      Pengalihan tanggung jawab dan beban ekonomi.
6.      Keluarga menolak diagnosis. Penolakan tersebut dapat memperbesar beban keluarga.
7.      Mempersoalkan kemampuan tim kesehatan.

Pengaruh kematian terhadap tetangga/teman:
  1. Simpati dan dukungan moril.
  2. Meremehkan / mencela kemampuan tim kesehatan.

Saat kematian merupakan suatu proses berlangsungnya kematian, yang meliputi 5 tahap.
Pemenuhan kebutuhan klien menjelang kematian:
1.      Kebutuhan jasmaniah. Kemampuan toleransi terhadap rasa sakit berbeda pada setiap orang. Tindakan yang memungkinkan rasa nyaman bagi klien lanjut usia.
2.      Kebutuhan emosi. Untuk menggambarkan ungkapan sikap dan perasaan klien lanjut usia dalam menghadapi kematian.
a.       Mungkin klien lanjut usia mengalami ketakutan yang hebat.
b.      Mengkaji hal yang diinginkan penderita selama mendampinginya.
c.       Mengkaji pengaruh kebudayaan atau agama terhadap klien.



Pertimbangan khusus dalam perawatan :
1.      Tahap I (penolakan dan rasa kesendirian), mengenal atau mengetahui bahwa proses ini umumnya terjadi karena menyadari akan datangnya kematian atau ancaman maut.
a.       Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mempergunakan caranya sendiri dalam menghadapi kematian sejauh tidak merusak.
b.      Memfasilitasi klien lanjut usia dalam menghadapi kematian.
2.      Tahap II (marah), mengenal atau memahami tingkah laku serta tanda-tandanya.
a.       Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengungkapkan kemarahannya dengan kata-kata.
b.      Ingat, bahwa dalam benaknya bergejolak pertanyaan, “mengapa hal ini terjadi pada ku”.
c.       Seringkali perasaan ini dialihkan kepada orang lain atau anda sebagai cara klien lanjut usia bertingkah laku.
3.      Tahap III (tawar menawar), menggambarkan proses seseorang yang berusaha menawar waktu.
a.       Klien lanjut usia akan mempergunakan ungkapan, seperti seandainya “Saya...”.
b.      Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk menghadapi kematian dengan tawar menawar.
c.       Tanyakan kepentingan yang masih ia inginkan. Cara demikian dapat menunjukkan kemampuan perawat untuk mendengarkan ungkapan perasaannya.
4.      Tahap IV (depresi), lanjut usia memahami bahwa tidak mungkin menolak lagi kematian yang tidak dapat dihindarinya itu, dan kini kesedikan akan kematian itu sudah membayanginya.
a.       Jangan mencoba menyenangkan klien lanjut usia. Ingat bahwa tindakan ini sebenarnya hanya memenuhi kebutuhan petugas.
b.      Biasanya klien lanjut usia menanyakan sesuatu,..ia sebenarnya sudah tau jawabannya.
5.      Tahap V, membedakan antara sikap menerima kematian dan penyerahan terhadap kematian yang akan terjadi. Sikap menerima : klien lanjut usia telah menerima, dapat mengatakan bahwa kematian akan tiba dan ia tidak boleh menolak. Sikap menyerah : sebenarnya klien lanjut usia tidak menghendaki kematian ini terjadi, tetapi ia tahu bahwa hal itu akan terjadi. Klien lanjut usia tidak merasa tenang dan damai.
a.       Luangkan waktu untuk klien lanjut usia. Sikap keluarga akan berbeda dengan sikap klien lanjut usia. Oleh karena itu, sediakan waktu untuk mendiskusikan perasaan mereka.
b.      Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengarahkan perhatiannya sebanyak mungkin. Tindakan ini akan memberi ketenangan dan perasaan aman.

HAK ASASI PASIEN MENJELANG AJAL

Lanjut usia berhak untuk diperlakukan sebagaimana manusia yang hidup sampai ia mati. Lanjut usia,
1.      Berhak untuk tetap merasa mempunyai harapan, meskipun fokusnya dapat saja berubah.
2.      Berhak untuk dirawat oleh mereka yang dapat menghidupkan terus haraoan, walaupun dapat berubah.
3.      Berhak untuk merasakan perasaan dan emosi mengenai kematian yang sudah mendekat dengan caranya sendiri.
4.      Berhak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai perawatannya.
5.      Berhak untuk mengharapkan terus mendapatkan perhatian medis dan perawatan.
6.      Berhak untuk tidak mati dalam kesepian.
7.      Berhak untuk bebas dalam rasa nyeri.
8.      Berhak untuk memperoleh jawaban yang jujur atas pertanyaan.
9.      Berhak untuk tidak ditipu.
10.  Berhak untuk mendapat bantuan dari dan untuk keluarganya dalam menerima kematian.
11.  Berhak untuk mati dengan tenang dan terhormat.
12.  Berhak untuk mempertahankan individualitas dan tidak dihakimi tas keputusan yg mungkin saja bertentangan dengan orang lain.
13.  Membicarakan dan memperluas pengalaman keagamaan dan kerohanian.
14.  Berhak untuk mengharapkan bahwa kesucian tubuh manusia akan dihormati sesudah mati.

PROSES KEPERAWATAN
Perawat profesional dalam memberi asuahan keperawatan harus menggunakan proses keperawatan yang tahapnya sebagai berikut :

Pengkajian

Pengkajian ialah tahap pertama proses keperawatan. Sebelum perawat dapat merencanakan asuhan keperawatan pada pasien yang tidak ada harapan sembuh, perawat harus mengidentifikasikan dan menetapkan masalah pasien terlebih dahulu. Tujuan pengkajian adalah memberi gambaran yang terus menerus mengenai kesehatan pasien yang memungkinkan tim perawatan untuk merencanakan asuhan keperawatannya secara perseorangan.
            Pengumpulan data dimulai dengan upaya untuk mengenal pasien dan keluarganya. Siapapun pasien itu dan bagaimana kondisinya akan membahayakan jiwanya. Sikap pasien terhadap penyakitnya, antara lain apakah pasien tabah terhadap penyakitnya, apakah pasien menyadari tentang keadaannya ?
1.      Perasaan takut. Kebanyakan pasien merasa akut terhadap nyeri yang tidak terkendalikan yang begitu sering diasosiasikan dengan keadaan sakit terminal, terutama apabila keadaan itu disebabkan oleh penyakit yang ganas.
Perasaan takut yang muncul mungkin takut terhadap rasa nyeri, walaupun secara teori, nyeri tersebut dapat diatasi dengan obat penghilang rasa snyeri. Apabila orang berbicara tentang perasaan takut mereka terhadap maut, respons mereka mencakup tentang hal yang tidak jelas, takut meninggalkan orang yang dicintai dan sebagainya.
Kematian merupakan berhentinya kehidupan. Semua orang akan mengalami kematian tersebut. Dalam menghadapi kematian ini, pada umumnya orang merasa takut dan cemas. Dan dapat membuat pasien tegang dan cemas.
2.      Emosi. Emosi pasien yang muncul pada tahap menjelang kematian, antara lain mencela dan mudah marah.
3.      Tanda vital. Perubahan fungsi tubuh sering kali tercermin pada suhu badan, denyut nadi, pernafasan, dan tekanan darah. Mekanisme fisiologis yang mengaturnya berkaitan satu sama lain. Setiap perubahan yang berlainan dengan keadaan yang normal dianggap sebagai indikasi yang penting untuk mengenali keadaan kesehatan seseorang.
4.      Kesadaran. Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai awas waspada, yang merupakan ekspresi tentang apa yang dilihat, didengar, dialami dan perasaan keseimbangan, nyeri, suhu, raba, getar, gerak, gerak tekan dan sikap, bersifat adekuat, yaitu tepat dan sesuai (Mahar Mardjono dan P. Sidharta, 1981).
5.      Fungsi tubuh. Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ. Setiap organ mempunyai fungsi khusus.

Tingkat Kesadaran

1.      Komposmentis                   Sadar sempurna
2.      Apatis                                Tidak ada perasaan/kesadaran menurun
3.      Somnolen                           Kelelahan
4.      Soporus                             Tidur lelap patologis (tidur pulas)
5.      Subkoma                            Keadaan tidak sadar / hampir koma
6.      Koma                                 keadaan pingsan lama disertai dengan penurunan daya
reaksi (keadaan tidak sadar walaupun dirangsang dengan
apapun)

Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah masalah aktual / potensial yang dimiliki seseorang dalam memenuhi tuntutan atau kegiatan hidup sehari-hari dan yang berhubungan dengan kesehatan (Gordon, 1976)

Tabel 8-1 Diagnosis keperawatan
Data
Diagnosis Keperawatan
Status sistem pernapasan
·        Sesak nafas
·        Batuk
·        Slem

Sistem pembuluh darah
·        Tekanan darah
·        Denyut tubuh
·        Suhu tubuh
·        Pernapasan
·        Warna wajah
·        Kesadaran

Sistem pencernaan
·        Susah menelan
·        Mual, muntah
·        Perih, tidak nafsu makan
·        Diare/obstipasi
·        Kembung, melena
·        Mules




Sistem perkemihan
·        Bagaimana produksi urinenya?
·        Berapa jumlahnya?
Persendian dan otot (pergerakan)
·        Kekakuan sendi dan otot

Kegiatan sehari-hari
·        Mandi, gosok gigi
·        Ganti pakaian
·        Defekasi dan berkemih mandiri atau bergantung penuh kepada orang lain
Pola tidur dan istirahat
·        Bagaimana istirahatnya?
·        Tidur malam?
·        Hal-hal yang dirasa mengganggu tidur?

Cemas memikirkan penyakit dan keluarga yang ada dirumah.
Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen yang berhubungan dengan adanya penyumbatan dlem yang ditandai dengan sesak nafas.


Gangguan kenyamanan yang berhubungan dengan batuk, panas tinggi yang ditandai pasien gelisah.


Gangguan kesadaran yang berhubungan dengan dampak patologis dengan manifestasi apatis/koma.



Perubahan nutrisi sebagai dampak patologis dengan menampakkan makanan yang disajikan sering tidak habis.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang berhubungan dengan muntah dan diare yang ditandai dengan turgor jelek, mata cekung, suhu naik.
Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan obstipasi yang ditandai beberapa hari pasien tidak defekasi.

Gangguan eliminasi urine yang berhubungan dengan produksi urinenya, yang ditandai dengan jumlah urine berapa cc.


Keterbatasan pergerakan yang berhubungan dengan produksi urinenya, yang ditandai dengan tirah baring lama yang ditandai dengan kaku sendi/otot.

Perubahan dalam merawat diri sendiri sebagai dampak patologis.




Gangguan psikologis yang berhubungan dengan perubahan pola seksualitas yang ditandai : susah tidur, pucat, murung.



Cemas yang berhubungan dengan memikirkan penyakitnya dan keluarga.














PERENCANAAN

Perencanaan adalah langkah kedua dalam proses keperawatan. Termasuk penentuan apa yang dapat dilakukan perawat terhadap pasien dan pemilihan intervensi keperawatan yang tepat.

Tabel 8-2. Rencana keperawatan.
DK
Tujuan
Rencana
Intervensi
Evaluasi
Gangguan kebutuhan oksigen








Gangguan kenyamanan




Perubahan nutrisi




Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Gangguan eliminasi alvi

Gangguan eliminasi urine
Kebutuhan oksigen terpenuhi








Rasa nyaman terpenuhi




Kebutuhan nutrisi terpenuhi



Keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi.

Kebutuhan eliminasi (defekasi) terpenuhi

Kebutuhan eliminasi (berkemih) terpenuhi.
Menciptakan lingkungan yang sehat. Mengamati dan mengkaji keadaan pernapasan pasien. Membersihkan slem. Melatih pasien untuk pernapasan.

Mengupayakan penurunan suhu tubuh. Memberi obat sesuai dengan program.

Mempertahankan pemasukan makanan yang cukup.

Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

Mempertahankan kelancaran defekasi

Mempertahankan kelancaran berkemih
Kebutuhan oksigen dapat terpenuhi.








Rasa nyaman terpenuhi




Kebutuhan nutrisi terpenuhi



Kebutuhan cairan dan elektrolit dapat terpenuhi.

Kebutuhan eliminasi dapat terpenuhi

Kebutuhan eliminasi (berkemih) dapat terpenuhi.


                                                                                                           



PERAWATAN PALIATIF PADA LANJUT USIA MENJELANG AJAL

Dalam memberi asuhan keperawatan kepada lanjut usia, yang menjadi objek adalah pasien lanjut usia (core), disusul dengan aspek pengobatan medis (cure), dan yang terakhir, perawatan dalam arti luas (care), core, cure,dan care merupakan tiga aspek yang saling berkaitan dan saling berpengaruh. Kapanpun ajal menjemput semua harus siap. Namun ternyata semua orang termasuk lanjut usia akan merasa syok berat saat dokter memvonis bahwa penyakit yang dideritanya tidak bisa disembuhkan atau tidak ada harapan untuk sembuh.
            Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban penderita, terutama yang tidak mungkin disembuhkan. Yang dimaksud dengan tindakan aktif antara lain mengurangi/menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain serta memperbaiki aspek psikologis, sosial dan spiritual.

Tujuan Perawatan Paliatif

Tujuan perawatan paliatif adalah mencapai kualitas hidup maksimal bagi si sakit (lanjut usia) dan keluarganya. Perawatan paliatif tidak hanya diberikan kepada lanjut usia yang menjelang akhir hayatnya, tetapi juga diberikan segera setelah diagnosa oleh dokter bahwa lanjut usia tersebut menderita penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh. Sebagian besar pasien lanjut usia pada suatu waktu akan menghadapi keadaan yang disebut “stadium paliatif”, yaitu kondisi ketika pengobatan sudah tidak dapat menghasilkan kesembuhan. Biasanya dokter memvonis pasien lanjut usia yang menderita penyakit yang mematikan.
            Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang medis dan keperawatan, memungkinkan diupayakan berbagai tindakan dan pelayanan yang dapat mengurangi penderitaannya pasien lanjut usia, sehingga kualitas hidup diakhir kehidupannya tetap baik, tenang dan mengakhiri hayatnya dalam keadaan iman dan kematian yang nyaman. Sesuai arti harfiahnya, paliatif bersifat meringankan bukan menyembuhkan. Jadi, perawatan paliatif diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan menumbuhkan semangat dan motivasi. Perawatan ini merupakan pelayanan yang aktif dan menyeluruh yang dilakukan oleh satu tim dari berbagai disiplin ilmu.
            Dalam memberi perawatan paliatif, tim tersebut harus berpijak pada pola dasar yang digariskan pleh WHO, yaitu :
1.      Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal.
2.      Tidak mempercepat dan menunda kematian lanjut usia.
3.      Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu.
4.      Menjaga kesimbangan psikologis dan spiritual.
5.      Berusaha agar lanjut usia yang sakit tetap aktif sampai akhir hayatnya.
6.      Berusaha membantu mengatasi suasana duka cita keluarga klien lanjut usia.

Pola dasar tersebut harus diterapkan langkah demi langkah dengan mengikutsertakan keluarga pasien, pemuka agama, relawan, pekerja sosial, dokter, psikolog, ahli gizi, ahli fisioterapi, ahli terapi okupasi dan perawat. Prinsip perawatan paliatif adalah memberi perawatan paripurna kepada klien lanjut usia denagn pengawasan dari tim profesional.

Tim Perawatan Paliatif

Tim perawatan paliatif terdiri atas tim terintegrasi, antara lain dokter, perawat, psikolog, ahli fisioterapi, pekerja sosial medis, ahli gizi, rohaniwan, dan relawan.
            Perlu diingat bahwa tujuan perawatan paliatif adalah mengurangi beban penderitaan lanjut usia. Penderitaan terjadi bila ada salah satu aspek yang tidak selaras, baik aspek fisik maupun psikis, peran dalam keluarga, masa depan yang tidak jelas. Unutk memahami dan mengatasi hal tersebut, peran tim interdisiplin menjadi sangat penting/dominan. DR. Siti Annisa Nuhoni, Sp, RM dalam makalahnya Konsep Perawatan Paliatif pada Pasien Kanker, mengatakan bahwa apa yang disebut sebagai gambaran klinis pasien tidak hanya gambaran seseorang yang sakit terbaring di tempat tidur, tetapi merupakan cerminan pasien sebagai individu dengan lingkungannya.
            Keberhasilan keperawatan paliatif bergantung pada kerja sama yang efektif dan pendekatan interdisiplin antara dokter, perawat, pekerja sosial medis. Setiap anggota yang selama ini belum dapat dipelajari dengan seksama. Pemimpin tim dibantu anggotanya harus berusaha keras untuk mencapai tujuan perawatan.
            Tentu saja kerja tim ini tidak mudah tanpa adanya semangat kebersamaan dalam memberi bantuan kepada pasien lanjut usia. Pemberian asuhan keperawatan pada pasien harus bekerja sama secara profesional ikhlas, dan dengan hati yang bersih. Perawatan paliatif untuk lanjut usia bukan suatu intervensi yang bersifat kritis.
            Bagian kepemimpinan pada perawatan paliatif tidak berbentuk kerucut, melainkan lebih berbentuk lingkaran dengan pasien sebagai titik sentral. Kunci keberhasilan kerja interdisiplin bergantung pada tanggung jawab setiap anggota tim, sesuai dengan kemahiran dan spesialisasinya, sehingga setiap kali pimpinan berganti, tugas profesi paliatif masing-masing tidak terganggu. Keberhasilan pasien paliatif pada pasien lanjut usia yang satu akan menjadi pengalaman dan akan meningkatkan kekuatan tim untuk upaya penanggulangan gejala yang sama pada pasien yang lain
                                                           
Perawat

Flowchart: Connector: PASIEN
                        Dokter                                                             Fisioterapis


                        Rohaniwan                                                       Psikolog


            Pekerja Sosial                                                              Ahli terapi Okupasi


 
                        Ahli nutrisi                                            Relawan


                                                      Pemberi asuhan



Pengalaman di Lapangan

Bersumber dari catatan keperawatan pasien lanjut usia di Sasana Tresna Wherda Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, diperoleh gambaran bahwa usia pasien lanjut usia yang dirawat di sana. Pada tahun 2004, mereka berjumlah 90 orang, dengan rincian wanita 71 orang (78,9%) dan jumlah laki-laki 19 orang (21,1%).keluhan yang sering sering ditemukan secara berurutan adalah kanker payudara 2 orang (2,2%), kanker digestivus (karsinoma rekti) 1 orang (1,1%) dan pria yang menderita kanker paru 1 orang (1,1%)
Keluhan dan penpenderitaan pasien adalah rasa nyeri (4,4%) sesak nafas dan batuk (3,3%) gangguan pencernaan (1,1%) gangguan pada kulit dan luka (2,2%). Dari keseluruhan gejala, petugas, keluarga dan pasien menganggap bahwa masalah yang berat untuk dihadapi adalah masalah perawatan,nyeri,nutrisi dan masalah rehabilitasi medis. Data tersebut memperjelas dan mempertajam arah dan sikap yang perlu dilakukan oleh tim perawatan paliatif. Kerja sama yang erat antara anggota tim perawatan paliatif dengan keluarga pasien dirasakan sebagai kebutuhan utama yang saling mendukung kelancaran perawatan paliatif.
Pasien lanjut usia dengan penyakit berat akan mengalami kesulitan menyesuaikan kondisinya. Masalah berpangkal dari psikodinamis pasien dan gangguan kapasitas dalam bentuk ekspresi kejiwaannya. Beberapa kekhususan pasien lanjut usia dalam stadium paliatif :
1.      lanjut usia menghadapi kondisi yang penyakitnya tidak dapat disembuhkan. Artinya terapi yang diberikan hanya bersifat simtomatis atau paliatif (bukan kuratif)
2.      lanjut usia cenderung mengalami kelemahan dan kerapuahn baik fisik maupun mental.
3.      dengan demikian kemungkinan pasien lanjut usia tidak mampu menghadapi stres fisik dan mental yang timbul dari luar atau dari lingkungannya.
4.      lanjut usia berada diambang kematian yang terutama menimbulkan ketakutan dan kegelisahan yang sudah tentu perlu mendapat simpati dan lingkungan mental dan spiritual.
5.      bila proses kematian berlangsung lama (memakan waktu panjang) faktor etika dapat menjadi masalah yang harus diatasi.

Dari uraian diatas faktor nonmedis jadi masalah terbesar. Petugas / perawat, keluarga dan kerabat terdekat yang diharapkan dapat meringankan beban penderitaan lanjut usia. Tempat yang tepat bila lanjut usia berada di lingkungan keluarga di rumah. Namun berdasarkan pengalaman lanjut usia yang mengalami penyakit terminal atau menderita penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh sering memilih tetap tinggal di sasana tresna werdha sampai meninggal.
            Pada kondisi tersebut, sudah menjadi tugas tim perawatan paliatif untuk membawa pasien lanjut usia dan keluarga ke realita tentang yang sedang terjadi pada lanjut usia. Hal ini memang sulit, membutuhkan waktu dan toleransi yang besar, baik kesabaran maupun keuletan.
            Ada empat orang lanjut usia yang dirawat di Sasana Tresna Wherda, dimulai dengan membuat pernyataan tidak keberatan dirawat di STW sampai akhir hayatnya.
Kekhawatiran keluarga teratasi setelah mereka berkomunikasi dengan dokter, perawat atau anggota tim lainnya. Ternyata kepuasan rohani yang terpelihara dengan baik merupakan perekat dan pemacu untuk mencapai target kualitas hidup lanjut usia dan anggota yang dicintai. Lanjut usia penderita kanker secara nyata mengalami penderitaan, tetapi keluarga ternyata dapat lebih menderita dan mengalami kesulitan.
Tugas tim perawatan paliatif sebagai penyeimbang di antara keduanya. Keluarga pasien (lanjut usia yang menderita kanker) adalah subjek suasana tegang dan stres, baik fisik maupun secara psikologis, disertai ketakutan dan kekhawatiran kehilangan orang yang dicintainya. Dari pengamatan yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa sikap / kebutuhan keluarga adalah :
1.      Ingin membantu lanjut usia sepenuhnya.
2.      Ingin memdapat informasi tentang kematian.
3.      Ingin selalu bersama lanjut usia.
4.      Ingin mendapat kepastian bahwa pasien tetap nyaman.
5.      Ingin mendapat informasi tentang perkembangan lanjut usia.
6.      Ingin melepaskan / mencurahkan isi hati.
7.      Ingin melepaskan dukungan dan pendampingan anggota keluarga / kerabat lain.
8.      Ingin diterima, mendapat bimbingan, dan dukungan dari para petugas medis/perawat.

Pengamatan tersebut didukung dengan beberapa pertanyaan, meyakinkan bahwa keluarga menempatkan diri dalam posisi segalanya bagi lanjut usia. Yang juga perlu diselenggarakan adalah manajemen dalam keluarga, untuk mengatur giliran jaga, mengatur pendanaan, memenuhi kebutuhan fasilitas lanjut usia.
Kelelahan fisik dan psikis pada anggota keluarga sering mengakibatkan penurunan kualitas pelayanan perawatan di rumah. Dukungan keluarga saat masa sulit sangat penting, yaitu :
  1. Pada saat perawatan
  2. Pada saat mendekati kematian
  3. Pada saat kematian.
  4. Pada saat masa duka.
Beban kesulitan dirasa berat bila lanjut usia dirawat. Namun, hal terebut akan menimbulkan keseimbangan bila lanjut usia telah meninggal dan adanya rasa puas keluarga karena telah memberikan sesuatu yang paling berharga bagi lanjut usia, termasuk kehangatan keluarga.
Hal yang terakhir ini terungkap pada saat kunjungan masa duka oleh anggota tim keperawatan paliatif. Silaturahmi dapat berlanjut dalam bentuk kesediaan keluarga lanjut usia sebagai relawan. Dapat disimpulkan bahwa perawatan tim paliatif merupakan suatu proses perawatan yang cukup kompleks. Keberhasilan program tidak dapat dijamin tanpa kemantapan dokter dan tim paliatif dalam kualitas ilmu, karya dan perilaku serta pertimbangan etika dalam pelaksanaannya. Perawat/tim perawatan paliatif perlu dan harus memerhatikan serta mengacu kutipan Dame Cecely Saunders “you matter because are you, you matter to the last moment of your life, and we will do all we can, not only to help you die peacefully, but to live until you die”.





ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA DEMENSIA ALZHEIMER & YANG TERKAIT

Secara kronologis, perjalanan hidup manusia terdiri atas beberapa masa, yaitu masa bayi (0-1 tahun), pra-sekolah/batita/balita (1-6 tahun), masa sekolah (6-10 tahun), masa pubertas (10-20 tahun), masa dewasa muda (20-30 tahun), masa dewasa (30-45 tahun), masa setengah baya (45-65 tahun), dan masa senium/lanjut usia (65 tahun ke atas). Masa senium sering pula disebut geriatic age. Untuk masa senium ada pula pembagiannya menjadi young old (70-75 tahun), old old (75-80 tahun), dan very old (80 tahun keatas).
            Proses menua adalah proses alamiah secara fisik dan mental mengalami perubahan yang perlahan, tetapi pasti dan dialami oleh semua orang tanpa terkecuali. Proses menua terdiri dari tiga fase, yakni :
  1. Fase pertumbuhan dan perkembangan.
  2. Fase maturasi.
  3. Fase penurunan dan penuaan.

Batas antara satu fase ke fase berikutnya sama sekali tidak tegas. Penting diketahui bahwa ada dua proses penuaan, yaitu penuaan kronoligis dan penuaan fisiologis. Untuk menentukan penuaan kronologis jelas lebih mudah karena dapat dilihat dari dokumentasi tanggal lahir. Namun, sangat sulit menghitung usia fisiologis yaitu bagaimana organ seseorang lebih cepat berprosesnya dibanding organ tubuh lainnya.  Faktor resiko ini ada yang diperoleh selama hidup dan ada pula yang dibawa dari lahir. Salah satu contohnya adalah penyakit jantung koroner. Penyakit ini dianggap sebagai salah satu manifestasi penuaan jantung dan pembuluh darah. Berbagai faktor resiko yang dibawa lahir, misalnya penyakit bawaan.
Berdasarkan teori, lanjut usia yang berusia di atas 65 tahun beresiko terkena penyakit demensia alzheimer. Penyakit ini dapat dialami semua orang tanpa membedakan gender. Dan relawan sangat penting dalam upaya memberi asuhan keperawatan lanjut usia penyandang demensia alzheimer.

DEMENSIA

Demensia (pikun) adalah kemunduran kognitif yang sedemikian beratnya sehingga mengganggu aktifitas hidup sehari-hari dan aktivitas sosial. Kemunduran kognitif pada demensia biasanya diawali dengan kemunduran memori/daya ingat (pelupa). Demensia terutama yang disebabkan oleh penyakit alzheimer berakaitan erat dengan usia lanjut. Pokok masalahnya bagaimana membedakan kemunduran memori (mudah lupa) yang disebabkan oleh awal penyakit alzheimer dengan yang disebabkan oleh proses penuaan otak yang normal (normal brain aging).







DEMENSIA : GEJALA PENUAAN ATAU PENYAKIT?

Demensia atau pikun adalah kemunduran kognitif. Ada beberapa mitos mengenai lanjut usia.
1.      Bila lanjut usia mengalami demensia atau kepikunan, hal itu merupakan proses menua sehingga dianggap sebagai hal yang wajar saja. Kenyataannya usia adalah faktor resiko demensia dan 20% usia di atas 80 tahun menderita demensia alzheimer.
2.      Bila lanjut usia menderita demensia alzheimer, sudah tidak dapat dilakukan apa-apa lagi. Kenyataannya pada stadium ringan dan sedang, klien masih dapat ditolong bila terdeteksi secara dini.
3.      Daya ingat hanya merupakan bagian proses menua. Kenyataannya daya ingat yang buruk merupakan abnormalitas dan perlu diperiksakan ke dokter. Demensia atau pikun bukan hal yang alamiah, tetapi merupakan kondisi sakit yang disebabkan oleh kematian atau kerusakan sel.
4.      Lanjut usia sering lupa. Lupa yang wajar disebut benign forgetfulness, sedangkan lupa yang lanjut dan tidak wajar disebut maliganant forgetfulness.

DEMENSIA DAN DEMENSIA ALZHEIMER

Demensia adalah sindrome klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori yang sedemikian kuat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari. Demensia adalah keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari.
            Demensia alzheimer adalah penyakit degeneratif otak yang progresif, yang mematikan sel otak sehingga mengakibatkan menurunnya daya ingat, kemampuan berfikir, dan perubahan perilaku. Demensia alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif progresif dengan gambaran klinis dan patologi yang khas dan bervariasi.
            Penyakit alzheimer ditemukan oleh dokter ahli saraf bernama DR. Alois Alzheimer. Penyakit ini 60% menyebabkan kepikunan / demensia dan diperkirakan akan meningkat terus. Bahkan diramalkan pertumbuhannya akan lebih cepat daripada kecepatan pertambahan jumlah penduduk.
            Gejala klasik penyakit demensia alzheimer adalah kehilangan daya ingat (memori) yang terjadi secara bertahap, termasuk :
  1. Kesulitan menemukan atau menyebutkan kata yang tepat.
  2. Tidak mampu mengenali objek.
  3. Lupa cara menggunakan benda biasa dan sederhana
  4. Lupa mematikan kompor, menutup jendela atau menutup pintu.
  5. Suasana hati dan kepribadian dapat berubah.
  6. Agitasi, masalah dengan daya ingat dan membuat keputusan yang buruk dapat menimbulkan perilaku yang tidak biasa.
Gejala ini sangat ervariasi dan individual. Gejala bertahap penyakit alzheimer dapat terjadi dalam waktu yang berbeda-beda, bisa lebih cepat atau lebih lambat. Gejala tersebut tidak selalu merupakan penyakit alzheimer, tetapi apabila gejala tersebut berlangsung semakin sering dan nyata, perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya penyakit alzheimer.

SEKIAN TERIMA KASIH.....JANGAN CUMA PAKE BAE...YO TERIMO KASIH JUGO


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar